Part 22 (s)

165 17 1
                                    

Author POV

Sheila pulang pukul tiga sore. Seperti biasa papah dan mamahnya tidak ada di rumah. 

Tempat yang begitu besar dan megah ini, hanya menyuarakan dentingan jarum jam. Tidak seperti orang lain, ya memang tidak akan bisa seperti orang lain. Walaupun ada orang tuanya. Rumah ini tidak akan berubah menjadi tawa. Hanya ada makian, teriakan ego masing-masing orangtuanya. Tak apa, sepi lebih baik untuknya.

Sheila masuk kedalam kamarnya. Dia duduk di meja belajar sambil membuka buku pelajaran yang hanya bertuliskan tanggal. Tidak ada catatan sama sekali.

Ya, Sheila memang tidak suka menulis. Namun dia mempunyai ingatan yang kuat. Selama pelajaran di sekolah berlangsung. Sheila hanya menggambar. Menggambar sesuatu yang mustahil terjadi. Kebahagiaan.

Bunyi dering telepon genggam miliknya berbunyi. Bertuliskan nama Duta di sana. Sheila membalikan handphone tersebut. Dia mengambil sebuah buku dan pulpen.

Menuliskan sesuatu di dalamnya. Mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Merangkainya menjadi sebuah kata.

Menulis seharusnya bisa membantu seseorang menghilangkan beban pikiran. Tanpa harus berbicara dengan orang lain. Dan menambah masalah. Terkadang kita memang hanya ingin didengarkan.

Tapi sebenarnya kita hanya perlu mengeluarkan beban itu, maka dari itu Sheila memilih untuk menulis. Mungkin untuk seorang penyair mereka akan menuangkan dalam sebuah karya seperti puisi dan nyanyian.

Sheila menutup buku itu.

****

Pagi datang, Sheila sudah lebih baik, lebih ceria dan bahagia. Mungkin tidur memang bisa sedikit menghilangkan beban pikiran.

Sheila bertemu dengan Dara yang sedang menggosip bersama Raisa.

"Hai, kalian lagi pada ngapain pagi-pagi gini?"

"Ah ini dia anaknya, lu pasti belum tau kan?"

"Soal apa?"

"Rei"

"Rei? Kenapa?"

"Dia kan udah putus, sama nenek sihir."

"Ko bisa?"

"Biasa, doi ga bisa liat yang bening dikit langsung tempel"

"Parah. Kasian banget Rei."

Sheila pamit pergi pada temannya. Dia mencari Rei. Karena dialah yang membantu Rei untuk jadian dengan Cecil.

Dia pikir Cecil orang yang setia, walaupun anaknya memang jutek abis. Di kelas lelaki itu duduk di bangku depan paling pojok. Sambil Mendengar earphone, dan memegang handphone.

Sheila masuk ke dalam kelas yang ada ada 4 orang di dalamnya. Dan menjadi 5 dengan dirinya.

"Rei"

"Rei, gue tau lu marah ya sama gue. Maafin gue. Gue juga ga tau kalau ternyata dia kaya gitu maafin gue ya"

Melihat ei tidak bergerak sama sekali, bahkan tidak melihat kearahnya. Sheila pun akhirnya mengguncang lengan Rei.

"Ri, gue minta maaf"

Ei merespon dengan membuka earphone nya. Dia melihat ke arah sheila.

"Eh Kak, ngapain di sini?"

Sheila bagaikan kejatuhan cicak, dia sangat malu sekali.

"Gue mau minta maaf, gue baru tahu lu putus sama Cecil."

"Lah dia yang salah, lu yang minta maaf, aneh banget sih."

"Bodoamat lah, gue balik ke kelas dulu"

"Yaudah gue anterin ya"

"Ga usah!"

"Ayoo ih"

Ei memaksa untuk mengantarkan Sheila kekelas. Sambil memegang bahu Sheila mereka berjalan berdampingan. Sesekali ei mencelotehkan hal yang tidak penting.

Seseorang dari kejauhan memotret mereka. Entahlah untuk apa tujuannya. Yang pasti bukan hal yang baik, memotret seseorang tanpa ijin.

Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang