Part 52

126 13 0
                                    

Duta duduk di pinggiran jendela, bibirnya mulai gemetar, karena kedinginan, hujan turun semakin deras. Sebenarnya, Sheila kasihan padanya, tapi dia tidak mungkin memasukan Duta ke kamarnya. Lelaki itu pun tidak berniat menerobos hujan.

"Ini, minum aja, belum aku minum Kok." Sheila menyodorkan secangkir kopi yang tadi diseduh untuk dirinya.

"Kamu ngopi? Sejak kapan? Kok aku gak tau." Duta terlihat heran, melihat kopi yang dibuat Sheila. Setahunya perempuan itu tidak suka dengan kopi.

"Kenapa juga kamu harus tau? Emang hubungannya sama kamu apa? Enggak ada kan." Sheila masih tetap pada pendiriannya, untuk dingin pada lelaki itu.

"Dinginnya udara karena hujan, gak sebanding dengan dinginnya sikap kamu ke aku," ujarnya dengan sungguh-sungguh.

"Hiperbola. Kamu dalam rangka apa kembali ke Jakarta? Bukannya Bandung sudah kamu jadikan tempatmu yang sesungguhnya." Sheila mengutarakan isi kepalanya. Dia duduk di kursi belajarnya yang dia tempelkan di tembok jendela. Mereka tidak saling menatap, karena Duta menghadap ke luar jendela, sedangkan Sheila ke dalam kamarnya.

"Kalau aku bilang, kamu alasan aku kembali, percaya gak?" Tanya Duta, berusaha memancing reaksi perempuan itu.

"Aku? Yang benar saja. Kamu bahkan ninggalin aku. Gak ada hujan, gak ada angin.  Kamu pernah mikir gak sih, ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya itu gimana? Sakit! Aku bahkan males untuk beraktivitas, hari-hariku jadi suram. Aku selalu meminta hal yang konyol, supaya waktu berjalan di tempat atau berbalik ke belakang, kala aku begitu merasa beruntung kenal kamu, jalanin hari-hari sama kamu. Aku bahkan sebucin itu."

"Sheila..., Kamu gak akan ngerti. Sampai kapanpun kita gak akan pernah bisa bersatu, kama dari itu, aku memilih untuk pergi, supaya kamu tidak jatuh terlalu dalam."

"Terus, kenapa balik lagi? Kamu pikir aku baik-baik aja, setelah berusaha setengah mati untuk lupain kamu? Kamu pikir aku sekuat apa, liat kamu ada di depan aku sekarang?"

"Karena aku sadar, aku gak suka kamu lupain, aku gak suka kamu cuekin, aku takut rasa sayang kamu, berpindah ke orang lain."

"Tau apa kamu, soal melupakan, bukannya harusnya kamu senang ya. Kamu gak perlu pergi jauh-jauh ke Bandung, di Jakarta sekalipun aku gak akan mengusik ketentraman hidupmu."

"Aku udah minta maaf untuk hal itu. Sebagai lelaki yang pernah nyakitin kamu, aku tulus meminta maaf dari kamu."

"Gak perlu, aku sudah lupain, gak ada yang harus dimaafin. Anggap aja, kita gak pernah kenal."

"Gak bisa! Untuk mikir hal itu aja aku gak bisa. Kamu jangan hukum aku kayak gini. Tolong balas dendam dengan cara yang elegan."

Seperti menantang Sheila, perempuan itu tersenyum miring.

"Harusnya aku gak kasih kopi itu untuk kamu minum, harusnya aku siram ke muka kamu. Supaya kamu mengerti, sakitnya itu gak seberapa, tapi kecewanya yang luar biasa."

Duta membalikkan badannya, dia menaruh kopi yang digenggamnya itu, ke jendela yang sama yang ditempatinya.

"Apa? Kamu gak terima? Kamu mau bilang aku egois? Emang. Harusnya aku lakuin ini dari dulu, sebelum kamu nyakitin aku sekaligus Salsa. Kalau kamu pikir aku senang denger kamu putus dari Salsa. Kamu salah, kalau tangan itu bisa untuk menampar wajah kamu. Aku siap lakuin itu."

"Tampar aja! Kamu berhak menyalahkan setiap tindakan aku. Tapi ingat, aku lakuin semua ini untuk kamu."

"Lalu, setelah kamu dapatkan aku? Kamu mau ninggalin aku untuk siapa? Jawab!"


Tolong tinggalkan jejak kalian ya guysss, supaya aku tau, cerita ini masih ada peminatnya atau tidak.

Terima kasih, salam kenal yaaa

Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang