Perdebatan yang alot, tidak menemukan titik terang, udara yang dingin, tidak bisa meredam emosi Sheila yang sudah membara. Duta keterlaluan! Bagaimana bisa dia melakukan ini. Harusnya dia tidak kenali untuknya, tapi untuk dirinya sendiri. Sheila tidak senang menjadi beban untuk seseorang.
"Kamu butuh, istirahat. Aku pergi dulu. Terima kasih kopinya, enak. Selamat malam," ucap Duta, lalu dia menerobos hujan yang masih amat deras, Sheila hanya bisa menatap kepergian lelaki itu, sesekali Duta melihat ke arahnya. Namun dia segera membuang muka. Dia bukan tidak ingin menahan lelaki itu untuk pergi. Dia hanya tidak bisa, tidak bisa menahan egonya.
Jangan tanya seberapa khawatirnya dia. Jika tidak, mana mungkin air matanya tak kunjung reda. Menangisi dan memikirkan kesehatan serta keselamatan lelaki itu. Malam ini, dia sudah berhasil menjadi manusia yang jahat. Membiarkan orang yang disayang basah kuyup dan bisa menyebabkan dia sakit. Mungkin tak banyak yang tau, lelaki itu juga mengidap hipotermia. Termasuk Sheila.
Duta berusaha secepat mungkin, untuk sampai di warnet yang masih lumayan cukup jauh. Sementara wajahnya sudah sangat pucat, nafasnya juga sudah tak teratur. Jangan tanyanya seberapa dinginnya dia. Beberapa kali dia menengok ke belakang, tapi tak melihat ada angkutan umum yang mendekat. Dia ingin meneduh, tapi itu sama saja membuat dia semakin kedinginan.
Rasa pusing mendera kepalanya, dia mencoba untuk tetap sadar, tapi sepertinya sudah tidak bisa, nafasnya sudah tersengal-sengal. Tidak ada hitungan ketiga, Duta sudah tergeletak di bawah guyuran hujan. Jika saja Sheila mengetahui hal ini, dia adalah orang pertama yang akan menyesal, sudah membiarkan Duta kehujanan. Dia mungkin akan menyalahkan dirinya sendiri, berpikir bahwa semua ini terjadi karena dirinya yang tidak bisa menahan egonya sendiri.
Sheila sudah menutup jendelanya, dia berusaha untuk bisa tidur, tapi pikirannya melayang kepada Duta. Apakah lelaki itu sudah sampai di warnet apa belum. Atau paling tidak, Duta menemukan tempat untuk berteduh atau tidak. Karena hujan yang masih turun, dengan intensitas yang sama. Sheila melirik jam di dinding. Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Harusnya Duta sudah sampai di warnet.
Sheila memejamkan matanya dengan paksa. Namun, dia bangun lagi, dan mencari handphonenya. Dengan ragu-ragu, dia akhirnya mengambil keputusan untuk menelpon Bang Roy, dia sudah membuang jauh-jauh rasa gengsinya. Dia ingin bisa tidur nyenyak malam ini, seperti malam-malam sebelumnya.
Sheila mencari kontak Bang Roy, lalu menekan tombol telepon. Secara otomatis sambungan telepon itu pun terhubung, ketika Bang Roy mengangkatnya.
"Hallo Sheil, ada apa?" Tanya Bang Roy, yang merasa heran. Tidak biasanya Sheila menelpon.
"Maaf Bang, ganggu malam-malam. Cuma mau tanya. Duta udah sampe di warnet bum ya?"
"Duta? Dia keluar dari rumah lu, dalam kondisi hujan?" Tanya Bang Roy, dengan suara yang lebih tinggi dan tegang dari sebelumnya.
"I-ya Bang," jawab Sheila yang merasa gugup, diapun menjawab dengan terbata.
"Bangsat! Tuh bocah bosen idup kayaknya!" Panik Roy, "Kasih tau gue alamat rumah lu, sekarang!" Bentak Roy.
"Kenapa Bang?" Tanya Sheila yang tak kalah paniknya.
"Duta itu hipotermia, dia bisa mati konyol Sheil. Cepet!"
Dengan tangan yang bergetar, dia segera memberikan lokasinya. Setelah berhasil mengirim, Sheila segera pergi keluar rumah, hanya berbekal payung. Dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri, jika yang dikatakan Roy itu benar terjadi.
Absennn dong guyyssss
Salam kenal yaaa, terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.