Part 17 (s)

169 16 0
                                        

Author POV
Minggu adalah waktu yang sangat sempit untuk seorang Sheila, pasalnya dia harus mengerjakan tugas film bersama kelompoknya. Dan hasilnya harus segera dikumpulkan.

Saat jam istirahat, Sheila bersama Dira dan Raisa makan di tempat bakso kesukaan mereka. 

Suasana yang ramai, Sheila mengedarkan pandangannya. Di sana ada Duta bersama dengan Nabila. Sheila merasakan gerah padahal dia dekat dengan kipas angin.

"Sheila ayoo buruan makan basonya, liatin apaan sih?" Dira melihat ke arah pandangan Sheila.

"Eh iya, ini dimakan kok."

Sheila menambahkan sambal yang lumayan banyak. Mungkin namanya bukan lagi baso disambelin tapi sambel di basoin
Dengan kesal dia membelah-belah baso tersebut. Sudah hilang selera makannya.

Sheila sedang memikirkan apa dia salah, memisahkan  yang saling mencintai. Bukan dia jahat, orang lain tidak akan mengerti rasanya ketika kita sudah sangat nyaman dan aman bersama orang tersebut. Walaupun dia tau satu kenyataan bahwa dia tidak bisa pacaran dengan sahabatnya sendiri.

Dia berpikir, mungkin ucapan Duta kala itu, hanya penenang untuknya saja. Siapa yang tau, jika mereka saat ini sudah berpacaran.

Sheila tidak menyadari bahwa Duta sedang berjalan ke arahnya.

Saat sudah di depannya barulah Sheila gelagapan.

Kedua sahabatnya malah berpamitan membuat suasana mereka menjadi rumit.

"Kamu lagi ngapain di sini?"

"Makan baso,"

"Banyak banget sih sambelnya "

"Udah biasa,"

"Jangan dibiasakan. Usus buntu baru tahu rasa!"

"Iya sekali-kali aja."

"Mau baso punya aku aja ga? Belum aku kasih sambel sama sekali loh."

"Ga usah makasih" Sheila masih enggan melihat ke arah Duta.

"Eh kirain kemana ternyata ada Sheila toh,"

Nabila menghampiri mereka. Sheila dengan enggan, mau tidak mau harus tersenyum.

"Eum gue cabut dulu," Sheila bangkit dari duduknya.

"Makan dulu,"

"Enggak."

Sheila malas untuk bertemu dengan mereka. Dia menyakinkan dirinya bahwa kali ini dia harus egois harus bisa egois pokonya.

Saat di lokasi shooting. Sheila lebih banyak melamun. Sahabatnya sendiri sampai bingung melihat sheila.

"Sheila, lu profesional dong, lu ga kasian apa sama temen-temen yang lain. Mereka semua serius cuma lu yang main-main!"

"Gue ga serius, iya kalau ga serius kenapa? Masalah? Gue cabut terserahlah kalian mau ngeluarin dari kelompok kalian juga ga apa-apa."

Sheila pulang dalam keadaan kesal. Bukan hanya karena Duta, dia kesal dengan kelompoknya yang selalu menyalahkan dirinya kalau salah-salah kata pas lagi dialog, padahal semuanya masih tahap belajar.

Sampai di rumah, mobil papahnya ada di parkiran, Sheila berjalan ke arah pintu masuk dengan samar-samar yang semakin jelas. Pertengkaran lagi?

"POKONYA AKU MAU CERAI."

"JANGAN GILA KAMU!"

"GA ADA LAGI YANG BISA DI PERTAHANAN PAH "

"KITA PUNYA ANAK YANG MASIH REMAJA, JANGAN LUPA SHEILA BUTUH KITA"

"BUTUH? KAMU YAKIN SEBULAN DUA BULAN KAMU DATANG HANYA SEKALI. ITU YANG KAMU BILANG BUTUH?"

Sheila tau pasti keadaan yang selama disembunyikan kedua orang tua nya.

"Assalamu'alaikum,"

"Sheila " seru kedua orangtuanya.

"Sheila pergi ke kamar dulu, silahkan kalau mau berantem lanjutin aja."

Sheila berlari ke kamarnya dengan cukup kencang dia menutupkan pintu kemudian menguncinya.

"LIAT, KAMU ITU GA BISA DIDIK ANAK MAH,"

"KAMU JANGAN CUMA NYALAHIN AKU, KENYATAANNYA KAMU YANG GA PERNAH DIDIK SHEILA"

mereka berantem dengan suara yang sudah lumayan pelan namun, Sheila masih bisa mendengarnya. Sheila menangis dengan terisak-isak.

Shiela melihat jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Dia sudah bersiap dengan tas ranselnya.

Sheila bertekad untuk pergi malam ini. Berjalan Dengan angin yang entah akan membawanya pergi kemana.

"Jangan jatuh cinta Sheil. Jangan!" Mantra itu sudah tertanam di dalam dirinya.

Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang