Part 59

115 10 0
                                    

"Sheilaaaa!" Teriakan dua orang gadis yang masih memakai seragam sekolah itu memasuki dapurnya.

Namun saat Sheila melihat ke arah mereka, Dira dan Raisa yang justru terkejut.

"Kak Saga?" tanya mereka, terdengar seperti bertanya pad diri sendiri sepertinya. Sheila segera mencari tisu untuk mengelap makanan yang sempat keluar dari mulutnya tadi. Dia tidak bisa melanjutkan obrolan itu sepertinya.

"Kalian bolos?" tanya Saga, yang sadar bahwa sekarang bukan jam pulang sekolah.

Dua gadis itu berlari mendekati mereka.

"Kak Saga, kami gak bolos kok. Kan tadi aku ke guru piket. Kan pelajaran terakhir harusnya di isi kakak. Terus kakaknya gak ada."

"Jadi kami pikir. Menjenguk seorang teman yang sedang sakit adalah perilaku terpuji. Kami memutuskan untuk pulang lebih awal dari sekolahan."

"Dan tidak mengerjakan soal-soal dari Saya?" Saga masih bertanya dengan suara dan tatapan mengintimidasi. Membuat nyali Raisa dan Dira menciut. Beberapakali Dira meminta bantuan pada Sheila, tapi Sheila tidak menghiraukannya. Perempuan itu justru senang meledek kedua temannya yang sedang ketakutan. Dia tau, Saga tidak akan setega itu.

"Kami akan kerjakan kok, janji deh," ucap Raisa lalu mengajak Dira untuk mengangkat tangannya dengan jari membentuk huruf v.

"Kak, handphonenya bunyi, sepertinya ada yang menelpon."

Dua gadis itu bernafas lega. Mereka berdua berdoa semoga itu panggilan penting, dan Saga segera pergi dari rumah Sheila.

"Ada namanya tidak? Tolong bawa ke sini,"
Sheila melihat ke arah handphone Saga yang terletak di dekat gelas.

"Enggak Kak, ini." Saga mengambil handphonenya dari tangan Sheila, lalu dia mengangkat panggilan tersebut. Lalu pamit kepada ketiga gadis tersebut.

"Hallo, Oh kamu, iya sama-sama,  tidak usah buru-buru. Tidak, Saya sedang menjaga seseorang yang sedang sakit. Nanti kalau sudah benar-benar sehat. Kita ketemuan saja. Baiklah, cepat sembuh."

Saga mengantongi handphonenya, dia ingat bagaimana Sheila begitu perhatian pada lelaki bernama  Duta. Itu bukan sekedar rasa bersalah, Saga tau betul raut khawatir itu, dan bagaimana cara Sheila memohon padanya agar sang mamah tidak mengetahui tindakannya. Mungkinkah, Sheila sudah mencintai lelaki itu. Namun, ada yang aneh, remaja  lelaki itu sepertinya tidak satu sekolah dengan Sheila.

Sementara di tempat lain, di depan rumah yang bersebrangan dengan rumah Sheila. Duta sedang berdiri menghadap ke rumah Sheila, berharap bisa melihat gadis itu keluar dari rumahnya.

"Gimana Dut?" tanya Roy, yang baru datang, membawa jus tomat.

"Gak bisa sekarang Bang, katanya lagi nungguin yang sakit."

"Yaudah, nanti kalau lu udah sehat bener. Telepon dia lagi."

Duta mengangguk.

"Mata lu bisa lepas Dut, kalau ngeliatinnya begitu banget. si Sheila lagi sekolah kali. Gak ada di rumah. Lagian tuh rumah dari zaman kapan tau, selalu aja keliatannya sepi. Paling ada mobil dua, itupun cuma sebulan sekali. Gue yakinnya sih, tanaman yang di depan rumahnya juga jarang di siram."

"Sok tau banget sih Bang, kan jarang ada di rumah."

"Dulu juga gitu, sebelum gue bangun warnet, gue denger-denger sih, emaknya dosen tapi aktif bisnis juga, terus bapaknya pengusaha apa gitu. Si Sheila mah anak orang kaya pokonya."

Ada penekanan di akhir kalimat.

"Bang, salah gak, kalau misalnya."

"Enggak salah. Sheila keliatan suka sama lu juga kok. Tapi inget Dut, pantaskan diri lu dulu, sebelum hanyut di dunia percintaan. Jangan kayak gue, jangan sampe! Lu masih terlalu muda untuk menghabiskan waktu buat galau. Kalau benar-benar suka sama Sheila, gue tau lu ngerti harus apa. Gak ada kata terlambat untuk berubah."

"Makasih Bang."

"Alah, jadi melow begini, si Lila dan Ona mau datang katanya, mereka udah ada di jalan."

"Tumben, biasanya weekend kan ke sininya?"

"Kan adik bungsu mereka sakit, katanya mau jenguk."

Duta meluruh. Dia bukan tidak senang diperhatikan dua mamah muda itu, tapi telinganya akan panas karena akan banyak dibawelin mereka.

"Kenapa mereka bisa tau?"

"Ayah tadi vidiocall sama si Kenzi gue gak sengaja lewat, terus dia nanya tumben gue balik, terus ayah cerita deh."

"Bang, balik warnet yu."

"Mereka udah di jalan Dut, selamat menikmati Duta. Ouh iya, malam ini, gue mau ngapel, jadi gak bisa bantu lu keluar dari dua singa itu."

Roy berlari meninggalkan Duta. Sementara Duta yang berniat mengejar melihat ke rumah Sheila dulu, ternyata mobil yang ada di luar itu, bukan mobil mamahnya Sheila, melainkan seorang laki-laki yang dia sempat lihat ketika acara ulangtahun Sheila. Di sana ada Sheila yang terlihat masih menggunakan pakaian tidurnya. Terlihat mengobrol, lalu lelaki itu mengusap pelan rambut Sheila dan masuk ke dalam mobilnya dan pergi.

Duta mengepalkan tangannya dengan erat. Rahangnya mengeras. Dia ingin berlari dan memutuskan tatapan Sheila untuk lelaki itu, tapi dia sadar, tidak ada hak. Namun dia benar-benar tidak suka, jika tau Sheila tidak sekolah dan ada lelaki bersama di rumah, Duta sudah pergi ke sana dan mengganggu mereka berdua. Duta memang tidak tau saja, bahwa di sana memang ada dua pengganggu.

Ucapan Roy, terngiang di kepalanya. Duta tidak bisa gegabah. Sheila dan dirinya masih terlalu muda untuk menghadapi kisah percintaan yang rumit. Tidak sekarang.

Gimana guysss, lanjut?

Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang