Author POV
Tidak ada yang tau kemana angin akan membawa langkah Sheila. Air mata yang mengalir seakan tidak bisa dibendung lagi.
Hiruk pikuk kehidupan kota Jakarta di malam hari terasa sangat sepi. Pukul 11 malam bukan waktu yang baik, untuk seorang perempuan berkeluyuran sendirian.
Namun tidak ada yang Sheila pikirkan, selain pergi jauh dari kenyataan. Dari orang-orang yang tidak menginginkan kehadirannya.
Hap
Tangan Sheila dipegang oleh seseorang. Di dengan refleks berontak, rasa ketakutan datang begitu saja. Pandangan mata mereka bertemu. Duta?
"Ke-kenapa kamu ada di sini?" Sheila menghapus air matanya.
"Harusnya aku yang tanya, ngapain malam-malam keluyuran? Kamu pikir semua orang baik hah?" Bentak Duta.
"Lepasin! Kamu pikir kamu baik?" Sheila benci dibentak.
"Maksud kamu?"
"Udahlah, maaf Aku gak mau diganggu!" Sheila menunduk.
"Gak!"
Duta tidak mau membiarkan Sheila sendirian. Dia mengajak pergi Sheila ke warnet.
"Widih bawa cewe bang?"
Seseorang yang memegang stik PS. Salah satu pengunjung setia warnet. Masih anak sekolah, kadang orangtuanya ke warnet untuk memberikan selimut, bantal, kasur bahkan pakaian. Ya diusir.
"Temen gue ini, kalau kalian liat cewek ini aneh-aneh di jalan, laporin Gue."
"Cantik,"
"Macem-macem Gue colok tuh mata!"
"Wisss biasa aja dong,"
"Haha, yaudah sok lanjutin, gue naik dulu."
Mereka berdua naik ke lantai atas, tentu Sheila masih ingat bahwa kamar ini milik Duta.
"Kamu, kalau ada apa-apa, cerita sama aku."
Sheila masih menunduk.
"Yaudah kalau kamu masih gak mau cerita, aku bikinin cokelat panas dulu ya."
Sheila hanya mengangguk.
Duta keluar dari pintu kamar menuju pantry.
"Lah bujug, kata bocah, lu bawa cewe."
"Sheila bang, kaga tau gue juga, dia ada di jalan tadi yaudah gue bawa ke sini, kayanya lagi ada masalah, anak rumahan keluyuran jam sebelas di jalan."
"Yaudah, Bae-Bae lu. Bawa anak perempuan ngamar."
"Iya, gak ngamar juga kali bahasanya, sadis bener."
"Cokelat'untuk mengademkan pikiran,"
Duta memberikan kepada Sheila.
"Tapi panas, gak dingin. Makasih."
"Wihh ada bintang jatuh, bikin permintaan ayo?"
"Ga ah tahayul!"
"Yaudah biar aku aja!"
Duta memejamkan matanya, lalu berbicara.
"Semoga, perempuan yang saat ini di samping aku, ga akan pernah sedih lagi, selamanya"
Sheila yang tertarik dengan doa Duta pun dalam hati ikut berdoa.
Semoga keluargaku selalu utuh
"Nah gitu dong senyum,"
"Makasih ya, kamu udah baik sama aku"
"Kan kita sahabat."
Suara handphone milik Duta berdering, tertera di layar nama si penelpon. Nabila?
"Hallo Bila,"
"Ouh gitar, iya pake aja. Santai Aku belum butuh kok."
"......."
"Iya, kaya sama siapa aja. Ya udah istirahat gih, udah malam good night"
Duta menutup telponnya. Sheila melewatkan banyak hal ternyata. Hubungan mereka sepertinya semakin maju.
"Hey Sheila,ko bengong."
"Eh enggak."
"Kamu mau aku anterin pulang?"
"Iya,"
"Yaudah ayo pulang."
Coklatnya belum di minum.
Duta mengantarkan Sheila pulang, disepanjang jalan mereka tidak berbicara. Ternyata Sheila tertidur di punggung Duta. Tidak ingin Sheila terbangun. Duta secara perlahan turun dari motor. Namun gagal, Sheila lebih dulu membuka matanya.
"Maaf ya, aku pikir kamu gak bakal kebangun"
"Iya gak apa, udah sampe, makasih ya."
"Iya sama-sama, kamu kalau ada apa-apa pokonyamah harus cerita"
"Siapppp."
Mereka berpisah, Sheila masuk kedalam rumahnya. Dan Duta, dia balik ke warnet.
Sheila ingat satu hal, dulu Duta tidak memperbolehkan siapapun untuk memegang gitar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Подростковая литератураFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.