Sheila mempersilahkan Saga untuk masuk ke dalam rumah. Dia berpikir tidak perlu menuruti ucapan Duta. Lagipula, Saga bukan laki-laki sembarangan. Mamahnya yang sudah memberikan mandat pada Saga.
"Tadi itu Duta Kan?" tanyanya sambil berjalan masuk ke dalam rumah Sheila.
"Iya Kak, maafin dia ya, mungkin karena belum tau, kalau sebenarnya yang nolongin dia itu Kakak."
"Gak apa-apa, nanti juga kita akan ketemu."
"Oh iya, gimana kalau nanti malam aja. Dia undang aku untuk bakar-bakar, di rumah depan. Tapi aku malu kalau berangkat sendiri. Gimana Kak?"
Saga mengangguk,
"Boleh. Oh iya, kedua temanmu sudah pulang?" tanya Saga sembari meletakan bingkisan makanan untuk Sheila.
"Sudah Kak, maaf ya mereka buat kakak gak nyaman. Tapi tenang aja, di sekolahan gak akan ada gosip tentang kita. Aku jamin," ucap Sheila, seolah mengerti apa yang ditakutkan Saga, padahal laki-laki itu sangat terlihat santai.
"Kalau mereka temanmu berarti temanku juga."
Duh. Saga paling bisa emang bikin Sheila merasa berharga.
Duta menatap ke arah rumah Sheila dari balkon kamar Bang Roy. Dia tersenyum masam. Mungkin kah, ucapannya kurang jelas? Atau seberapa berharga laki-laki itu? Apakah laki-laki itu yang pernah dibuntuti Sheila, seperti dirinya. Diminta menjadi temannya? Atau justru mereka sudah lebih dari sekedar teman.
Duta sepertinya harus berpikir ulang, untuk memperjuangkan Sheila. Bagaimana jika Sheila tidak bahagia bersamanya?
"Bucin terusss!" Teriak Bang Roy yang baru saja masuk tanpa diketahui oleh Duta.
"Abang, katanya mau ngapel?" tanya Duta heran.
"Menurut Lo? Kerjaan siapa?"
"Mbak Ona?"
"Seratus. Dia nelpon gue ngaku-ngaku istri gue, shit-nya yang angkat doi. Nyesel gue, dulu pernah minta adik sama bokap nyokap."
Duta tertawa tipis.
"Kasian banget."
"Ngeledek. Belom aja Lo, bentar lagi juga si Sheila pasti dikerjain sama duo curut itu."
Duta membulatkan matanya, dia lupa tidak mungkin Sheila diterima tanpa adanya penyeleksian dari mereka. Maksudnya ngundang bakar-bakaran? Ya ampun.
Tidak ada pilihan lain, dia harus segera kembali ke rumah Sheila, dan memintanya agar tidak usah datang.
"Mau ke mana?" Tanya Bang Roy, yang menahan Duta dengan tangannya melingkar di leher Duta jangan lupakan senyum khas penuh kemenangan.
"Pipis." Duta mencari-cari alasan.
"Ayo gue temenin."
"Apaan sih Bang, jijik banget." Duta geli membayangkan satu kamar mandi dengan Roy.
"Alah, takut kalah saing ya?"
"Astaghfirullah. Jadi gak pengen pipis deh."
Bang Roy tertawa terbahak-bahak, dia juga sudah mengunci pintu, sengaja supaya Duta tidak bisa bertemu Sheila dulu.
Duta yang kesal tidak bisa membuka pintu, menjatuhkan dirinya di kasur. Mau tidak mau, dia harus mencari cara selama Sheila di sini, tidak dijahili oleh mereka berdua.
Suara ketukan pintu justru membuat Duta bangkit, dan segera meminta pertolongan pada orang tersebut.
"Duta, Roy, solat berjamaah dulu ayo, sudah ditunggu Ayah!"
"Mah, tolong buka pintunya Bang Roy." Roy yang mendengar itu langsung membekap mulut Duta.
"Gak asik. Ngadu mulu, kayak ayam jago."
"Roy! Adiknya jangan diisengin mulu, buka pintunya!"
Mau tidak mau Roy membuka pintu, setelah bertemu dengan mamahnya justru kupingnya tidak selamat. Roy dijewer sambil berjalan ke arah musholah rumah ini. Sementara Duta, tertawa sambil mengekor di belakang.
Sesampainya di mushola keluarga yang lain sudah menunggu. Formasi lengkap, karena kedua Abang iparnya juga sudah sampai.
"Kata Lila, pacar kamu mau datang nanti malam?" tanya Nara sambil berbisik pada Duta ketika Roy selesai qomat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.