Part 46

118 10 0
                                        

Sheila menatap pot bunga yang diberinya bibit bunga yang sudah terlihat daunnya itu.

Sheila berusaha dengan baik menumbuhkan tanaman tersebut. Mulai dari menyemainya, tumbuh satu daun, dan sekarang sudah satu bulan dari kejadian itu. Dia sudah tidak terlalu memikirkan Saga. Hanya sesekali saja, saat melihat tanaman ini.

Hubungannya dengan Saga semakin baik, Saga juga dekat dengan mamahnya. Dan mereka bisa main bersama untuk sekedar nonton dan makan di luar. Pernah Sheila curiga mencari tau alasan kenapa mamahnya begitu beda pada Saga. Mamahnya hanya berkata bahwa, Saga adalah anak yang baik, pintar  dan dari keluarga terpandang.

Sheila percaya itu, karena semuanya memang benar dan masuk akal.

Tingnong

Suara bel berbunyi, Sheila segera berjalan untuk membukakan pintu. Setelah dibuka ternyata yang datang adalah Saga.

Lelaki itu memiliki memar di bibir bawahnya. Seperti luka akibat tonjokan. Belum lagi rambut Saga yang selalu terlihat rapih itu menjadi berantakan. Ada sorot kesedihan yang terpancar dari matanya.

"Kak Saga kenapa? Kok bisa luka-luka gini," ujar Sheila panik sekaligus kasihan melihat pemuda ini.

"Aku boleh masuk gak?" Tanya Saga pelan. Secara otomatis Sheila mengangguk dan berjalan bersama ke ruang tamu.

"Kak Saga mau minum apa? Lukanya aku obatin ya? Tunggu di sini, lima menit lagi aku sampai," ucap Sheila panik, lalu dia berjalan ke dapur, mencari kotak P3K.
Lalu mengambil botol minuman dari kulkas. Kemudian balik lagi  menemui Saga.

Saga tersenyum, melihat Sheila begitu mengkhawatirkannya.

"Sakit gak Kak?" Tanya Sheila saat dia mulai mengobati luka-luka Saga.

"Lumayan, ternyata lebih sakit pas diobatin, ketimbang pas dipukul tadi," ucap Saga.

"Maksud Kakak, aku terlalu kasar ngobatinnya?" Tanya Sheila yang masih bingung.

"Bukan gitu, maksudnya efek dari obatnya perih," jelas Saga, takut Sheila salah paham.

"Emang kenapa sih Kak, kok bisa begini?"

"Tadi ada yang mau ngerampok, terus kami berantem, mungkin gak tau rampoknya saya pemegang sabuk hitam," ucap Saga berusaha sombong untuk mencairkan suasana.

"Sombong! Masa pemegang sabuk hitam l, mukanya bonyok gini," ledek Sheila.

"Ya sengaja, biar dikhawatirkan sama kamu, kapan lagi saya melihat wajah panik kamu,"

"Kok receh banget ya, dasar laki-laki so kuat."

Mereka tertawa bersama, hingga sebuah suara telepon menghentikan tawa mereka. Itu telepon dari handphone Saga, yang bertuliskan Papah, jadi yang menelponnya papahnya dan wajah Saga menegang seketika.

Sheila pun terdiam, dia masih bisa melihat, ada aura kemarahan dari Saga yabg terpancar dari wajahnya, karena rahangnya mengeras dan dia mengatupkan bibirnya menjadi tipis. Ada apa?

"Kak, angkat teleponnya!"

Jangan lupa follow+vote+komen yaa
Dengan begitu membuatku semakin semangat menulisnya

Terima kasih

Salam kenal
Dari aku yang suka lupa bawa pulpen ke sekolah.

Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang