Jangan lupa vote and coment yaa
Author POV
Liburan semester telah tiba. Dua Minggu dari terakhir dirinya menghubungi Duta. Sekarang hati nya lebih tertata. Perlahan kenangan dengan Duta sudah mulai dia tempatkan di masa lalu. Sheila sudah bisa sedikit tersenyum. Dia paham bahwa Duta hanya kesalahan dalam kesengajaan. Resiko ditinggalkan memang harus bisa dia terima. Toh ditinggalkan oleh Duta. Sheila masih punya Raisa dan Dira juga teman-temannya yang lain.
Hal yang dia takutkan saat ini adalah bertemu dengan sang mamah. Nilainya yang anjlok di semester ini membuat dirinya akan mendapatkan hukuman.
"Sheila pulang!" Perintah mamahnya saat keluar dari ruang guru.
Sheila sangat takut dengan ekspresi mamahnya yang terlihat sangat kecewa. Sampai di rumah sang mamah membanting raport bersampul hitam itu ke meja.
"Kamu bener-bener buat mamah kecewa Sheila! Kenapa bisa nilai kamu anjlok begini! Kamu seneng ya kalau papahmu itu menyalahkan mamah yang ga bisa didik kamu!"
Bentakan keras sang mamah membuat Sheila mengeluarkan air matanya. Dia menangis dengan terisak-isak."Ma-af mah. A-ku akan belajar lebih giat lagi." Sheila berjanji kepada sang mamah.
"Kamu itu ga pernah nurut sama mamah. Kamu cuma masukin semua perintah mamah ke kuping kiri dan keluar kuping kanan!"
"Eng-gak gitu mah."
"Cukup! Jangan membantah. Kamu salah Sheila! Selama libur ini kita ga ada liburan keluarga. Kamu mamah kirim ke rumah oma di Bandung. Tapi, ga ada handphone."
"Tapi mah," Sheila berusaha untuk meminta keringanan kepada mamahnya. Namun melihat mata tajam sang mamah. Nyalinya ciut. Dia hanya bisa mengangguk tanda setuju.
Kenapa harus Bandung? Kenapa di saat dia sudah berusaha untuk move on. Kenapa harus Bandung?. Walaupun kota itu luas. Rasanya Sheila takut jika takdir membawanya kembali kepada rasa yang salah. Dan orang yang tidak tepat. Dia sangat takut bertemu Duta.
"Besok pagi kamu berangkat. Hape kamu mamah sita." Sheila mematikan handphonenya, lalu memberikan kepada sang mamah.
Dia hanya bisa pasrah. Semua ini resiko yang harus dia terima.
***
Duta sedang duduk di jendela kamarnya sambil memainkan gitar ukulele. Dia masih memikirkan suara isakan itu. Parahnya, dia takut untuk mencoba menelpon nomor tersebut. Dia takut jika yang dia pikirkan memang benar. Dia sudah bertekad untuk membahagiakan salsa. Ya, Duta sudah balikan dengan salsa. Semua mengalir begitu saja. Tapi sebenarnya dia sangat takut jika dia tidak menelpon kembali maka tidak akan ada kesempatan lagi. Kesempatan? Apa yang sebenarnya Duta pikirkan.
Dia hanya menggelengkan kepalanya. Dan mengambil handphonenya. Dia bertekad akan menelpon satu kali saja. Kemudian tidak akan pernah menelpon lagi. Duta menamai kontak itu dengan tanda tanya. Karena dia memang tidak tahu siapa orang itu.
Hitungan ke tiga, Duta memencet tombol panggil.
["Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Tekan satu untuk menyampaikan pesan."] Sepersekian detik saat tombol panggil dia pencet duta menahan nafasnya. Dan dia menghembuskan dengan kasar ketika operator yang menjawab teleponnya itu.
Ada rasa sesal di dalam hati Duta. Mungkin jika dia menelpon nomor itu dua Minggu yang lalu maka nomor tersebut masih aktif. Dia mencoba berpikir positif. Dan mendoktrin pikirannya bahwa ini bukan masalahnya. Dia tidak perlu pusing. Sudah ada salsa dan dia hanya boleh pokus untuk itu. Duta menutup jendela pintu kamarnya. Meninggalkan malam ini Yang masih menyisakan teka-teki.
Langit dan Bintang sedang berkolaborasi untuk memberikan pertunjukan kepada siapapun yang melihatnya bisa merasakan bahwa yang indah memang terlihat dekat namun sulit untuk di gapai.
Duh duh duhhhhh
Ada yang masih stay?

KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
JugendliteraturFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.