Part 24(s)

159 19 10
                                    

Jangan lupa vote+ coment yaaa :)

Author Pov

Duta memperhatikan reaksi Sheila yang perlahan Mundur menjauhi Duta. Dia sudah mengerti bahwa Sheila sama seperti yang lain. Akan pergi saat mengetahui betapa hancur dirinya.

Duta tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia meninggalkan Sheila yang masih menatapnya tanda tidak percaya. Namun Duta sudah jujur. Semua terserah Sheila, keputusan terpahit sekalipun Duta akan terima.

Duta menaiki motornya, menancap gas dengan kencang, dia cukup tahu diri Sheila pasti tidak akan mau berteman dengannya lagi.

Padahal, Sheila berlari memanggil nama Duta dengan kencang, namun Duta sudah lebih dulu meninggalkan komplek  perumahan. Sheila hanya bisa menangis. Dia sangat bingung bagaimana bisa dia berteman dengan seorang pemakai barang haram. Dan sialnya Sheila telah  jatuh cinta kepada Duta.

Andai waktu bisa kembali, di mana Duta belum Pernah memakai mungkin Sheila orang pertama yang akan menyadarkan itu. Sayang, semua sudah terjadi. Dengan tubuh yang masih lemas sekaligus gemetar Sheila membuka kenop pintu berwarna emas itu.

Tubuhnya sekaligus limbung, tidak dapat dia bendung air mata. Terbayang segala kebaikan Duta padanya, haruskah dirinya meninggalkan Duta yang sudah sangat baik padanya.

"Non kenapa? Ayo non bibi bantu ke kamar," ujar bi ipah, asisten rumah tangga yang sudah sangat lama bekerja di rumah Sheila.

"Non cerita atuh kalau ada apa-apa. Bibi, siap ko dengerin."  Bu ipah mengusap air mata Sheila yang belum juga berhenti.

"Ini lebih sakit, dari melihat mamah sama papah berantem bi"

"Kenapa atuh non?"

"Aku boleh peluk bibi ga?"

Tanpa menjawab lagi, bi Ipah yang sudah seperti orang tua kedua bagi Sheila langsung memeluknya. Sheila menangis lagi.

****

Duta harus terbaring di rumah sakit setelah mengendarai motor dengan kecepatan tinggi dan menabrak trotoar.

Beruntungnya dia, hanya luka-luka karena dia sempat untuk meloncat dari motornya tersebut. Namun jahitan di beberapa bagian tubuhnya tidak terelakan lagi.

"Kamu teh, ada-ada aja,
Duta. Papah tadi telepon Kaka, nanyain keadaan kamu. Apalagi si mamah, sampe nangis pengen nyusul. Teteh bilang kamu ga apa-apa."

"Masih inget emang mereka sama aku, kemana aja."

"Hey ga boleh gitu. Masih bersyukur kita punya orang tua."

"Nenek mana ka?"

"Di rumah, pesanan bunga lagi banyak-banyaknya,"

"Aku tinggal di rumah nenek ya kak, sekalian mau bantuin nenek."

Melihat ada yang aneh dari sang adik. Ka Sevia bisa menangkap bahwa sang adik sedang dalam masalah.

"Ada apa? Sok atuh cerita."

"Engga apa-apa, kangen aja sama nenek."

"Duh sok rahasia-rahasia," ujar ka Sevia sambil menjewer kuping Duta. Membuat sang empunya kuping meringis kesakitan.

Jauh dari tatapan yang tidak terawangan oleh sang Kaka. Duta sedang dalam keadaan yang sangat tidak bisa disebut baik. Padahal, sebelum dia mengatakan itu semua jauh di dasar hati. Duta berkata dia akan siap menerima segala resiko. Sekalipun harus kehilangan Sheila. Jika memang gadis itu tidak menginginkan dirinya lagi.

Semua sudah terjadi, tidak bisa menyalakan siapapun. Namun, Duta masih menyalahkan dirinya sendiri. Menyalahkan segala kelakuan bodohnya itu. Memang benar hanya kaka dan neneknya lah yang bisa menerima apa adanya.

Duta mengingat kejadian di mana mereka baru tahap perkenalkan, sangat lucu, Sheila saat itu sangat lugu dan menggemaskan. Memang benar kata orang. Tidak semua manusia bisa menerima keburukan manusia lain. Padahal tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.

Semua yang terjadi ada alasannya, sekalipun alasan itu tidak bisa diterima. Setidaknya, semua kebodohan yang dilakukan oleh Duta bukan karena kesengajaan.

End



Bohong ko kwkw.....

Ada yang mau nambah part lagi? Atau stop sampai di sini ajaaa?

Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang