Jangan lupa vote and comentAuthor POV
"Kenalin saya Riska, kebetulan saya di percaya untuk membantu mengelola peternakan sapi milik keluarga nona." Seseorang berpenampilan formal dengan balutan rok selutut berwarna hitam dan kemeja hijau muda dengan corak bunga. Terlihat begitu elegan.
"Panggil aku Sheila aja ka, iya Oma sedikit banyak udah cerita."
"Hehe iya neng Sheila. Hari ini rencananya mau kemana?"
"Eum ga tahu deh, tadi aku sih udah selesai keliling kampung. Sekalian ikut nganterin susu."
"Gimana kalau ikut kerumah saya aja bagaimana. Neng Sheila suka bunga ga? Kebetulan nenek saya itu punya tanaman bunga yang lumayan banyak."
"Wah mau, mau banget malah." Sheila tentu antusias. Karena dia memang menyukai jenis tanaman.
Mereka pun berjalan kaki. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 12. Sebentar lagi waktunya istirahat. Maka dari itu Riska sekalian akan mengajak Sheila makan bersama.
Sheila masih ingat dengan jalan ini. Jalan yang sama dengan yang dia laluin saat mengantar susu tadi pagi. Apakah rumah Riska itu adalah rumah bunga yang berhadapan dengan rumah anggur tadi.
Dan ternyata ...
"Nah, ini rumahnya. Iya sih sederhana. Tapi insyaallah nyaman ko."
"Ini tuh bagus banget tahu ka, keren ih. Jadi pengen di rumah ada taman kaya gini."
"Hehe tinggal bikin atuh enengmah."
Shiela hanya tersenyum.
"Ika, kamu teh sudah pulang? Eleuh-eleuh cantik pisan. Ini teh anaknya siapa? perasaan baru liat."
"Kenalin nek, ini cucu pemilik peternakan sapi."
"Aduh pantas meni cantik. Ayo masuk neng." Ajak neneknya Riska kepada Sheila.
"Maaf ya, rumahnya kecil. Aduh kebetulan sekali atuh. Nenek baru aja masak. Urab gedang gandul sama paus ikan emas. Gimana kalau makan bersama."
"Gimana sheil? Kamu mau ga makan di sini."
Sebenarnya dia malu, namun Sheila penasaran dengan urab yang di maksud neneknya Riska. Akhirnya dia mengangguk setuju.
"Iya boleh ka. Ga apa-apa nih aku makan di sini."
"Ya engga apa-apa atuh."
Mereka sudah duduk di tempat makan seperti yang di miliki oleh Sheila walaupun, materialnya berbeda namun bentuknya sama. Bale
Riska membuka daun pisang yang terlihat berair. Mungkin karena efek kukusan. Setelah dibuka aroma sedap bumbu dengan rempah pilihan sudah masuk ke dalam hidung Sheila tanpa permisi. Terasa sangat sedap. Dia mengambil beberapa sendok urap gedang gandul tersebut. Dan sepotong ikan emas pepes. Kali ini tidak ada sambal hanya ada irisan cabai merah.
Setelah membaca bismillah bersama-sama. Barulah mereka menyantap makanan tersebut.
Shiela menyuapkan perpaduan antara nasi dengan urap tersebut. Seketika wajahnya menjadi tegang. Ada sesuatu yang sedang dia tahan. Namun tidak mungkin untuk di keluarkan. Dia tidak ingin membuat kecewa nenek Riska yang sudah capek-capek memasak.
Pahit, itulah yang Sheila rasakan. Dia menyesali sudah mengambil lumayan banyak urap tersebut. Namun, melihat ke dua orang di hadapannya terlihat santai dan nyaman memakan makanan tersebut. Sheila harus bertanggung jawab untuk menghabiskan urap tersebut.
Makanan ini bukan tidak enak. Namun lidah Sheila yang tidak bisa memakan makanan pahit lah yang menjadi masalah. Seperti saat dia minum obat. Sering kali. Obat yang Sheila minum akan langsung keluar karena rasa pahitnya itu.
"Gimana sheil? Enak ga?"
"Enak ko ka."
"Alhamdulillah kalau gitu. Nek, ngomong-ngomong bocah kemana? Ko ga ada di sini?"
"Dia lagi main bola kayanya di kampung sebelah. Itu loh sutsal."
"Sutsal? Putsal kali maksudnya."
"Nah itu maksudnya." Sheila menahan senyumnya agar tidak menjadi tawa yang meledak-ledak.
Setelah makan, sheila duduk di kursi santai yang ada di depan rumah tersebut. Matanya masih betah untuk melihat-lihat berapa Cantik dan indahnya bunga di sana.
Perlahan dia mengangkat kameranya. Membidik satu persatu sasaran. Dari berbagai angle manapun bunga-bunga itu tetap terlihat sempurna.
Sheila mencoba untuk mempokuskan kameranya ke pintu masuk yang terbuat dari bambu yang di ayam dan di beri hiasan pohon merambat. Dia terlihat sangat serius. Hingga terjadilah sebuah penampakan yang membuat dirinya syok berat.
Seseorang berjalan terus mendekat ke arahnya. Setelah satu jentrikan jarinya. Dia melihat hasil foto tersebut. Betapa bodohnya dia yang mengira bahwa dirinya sedang halusinasi.
"Duta"
"Sheila"
Jreng jreng jreng...
Ada yang masih mau lanjut???
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.