Duta sudah datang di Jakarta. Dia memakai jasa kereta api untuk perjalanannya kali ini. Setelah memesan ojek online, dia segera menuju warnet. Karena tidak mungkin untuk datang ke rumah mamahnya. Lebih tepatnya dia enggan melakukan itu. Harga dirinya terasa dilukai. Jika bukan karena adiknya, mungkin dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan mamahnya ataupun papahnya. Mereka sudah memilih jalan bahagianya masing-masing dan dia juga berhak untuk bahagia. Sekalipun tidak dengan mereka. Namun jangan salah, Duta selalu mendoakan mereka dalam sholatnya.
Anak itu selalu merindukan terakhir kali, dia merasakan takut dimarahi sang mamah lalu dibela oleh papahnya. Kemudian mamahnya berkata "Anak laki-laki itu jangan dimanja, nanti gedenya jadi banci." Kata-kata itu selalu saja terngiang-ngiang di telinganya. Begitulah ibu, tapi ketika ayahnya berusaha untuk mendidik dengan kekerasan, ibu juga yang berdiri paling depan untuk bilang. "Kalau kamu mau pukul anakku, pukul dulu dirimu sendiri, kalau tidak sakit, terus saja pukuli dirimu sampai terasa sakit." Duta hanya bisa menatap lampu-lampu kendaraan sembari mengingat kenangan masa kecilnya.
Setelah sampai, Duta memberikan uang sesuai dengan yang tertera dalam aplikasi, dia mengeluarkan uang lima puluh ribu., berhubung tidak ada kembaliannya, Duta pun mengikhlaskannya. Driver tersebut terlihat bersyukur dan bahagia, mungkin memang rejekinya, pikir Duta.
Dia masuk ke dalam warnet. Di sana ada beberapa langganannya, biasanya anak sekolahan.
"Eh ada Bang Duta, apa kabar Bang? Dah lama kaga keliatan." Kedatangannya disambut hangat oleh bocah-bocah gamer.
"Asikkk, artinya kita bisa dikasih tips supaya bisa menang dong."
"Berisik banget lu pada, gue cape mau istirahat, nanti besok aja mainnya."
"Siap Bang," ucap mereka serentak, sembari menggerakkan tangannya seakan sedang hormat. Dasar anak kecil, ucap Duta pelan. Beruntungnya dia sangat menyukai anak kecil, jadi tidak merasa risih sama sekali.
Duta hendak menaiki tangga, tapi suara seseorang menghentikan langkahnya.
"Akhirnya balik juga lu Dut, baru aja gue berpikir buat cari orang lain."
Duta tersenyum, dia tau Bang Roy, hanya bercanda.
"Masa gak pulang, gue kangen tidur di kasur sambil main game, kalau di Bandung dimarahin nenek-nenek terus," ucapnya sembari becanda.
"Haha, kelakuan. Nanti juga kalau lu galau, paling balik ke sana lagi." Ledekan itu sukses membuat Duta tersenyum masam. Dia jadi kembali ingat, tujuannya kembali lagi ke Jakarta ini.
"Terserah, yang waras ngalah aja. Ayo bang, gue ke atas dulu ya, badan udah minta rebahan nih."
"Yaudah, mau mie rebus kagak?"
"Tumben bae bener, tagihan listrik udah di bayar belum?" Tanya Duta kembali bercanda.
"Sial, dasar bocah."
"Yee rasis. Kampret. Udah ah Abang ganteng mau bobo dulu."
"Najis. Tidur sono, jangan bangun lagi kalau bisa." Bang Roy meninggalkan Duta. Mungkin jika orang lain melihat ini, akan berpikir mereka sedang marahan atau apapun itu, padahal tidak sama sekali. Memang beginilah persahabatan antara cowok dengan cowok. Mereka saling menyayangi, tapi enggan terlihat. Karena itu akan menjadi hal yang aneh dan sedikit menjijikan.
Maka dari itu, mereka punya caranya tersendiri, padahal intinya itu semua untuk menunjukkan bahwa mereka saling peduli. Biasanya persahabatan cowok dengan cowok akan lebih langgeng daripada cewek dengan cewek. Selain gak lebay, mereka juga selalu berkata apa adanya.
Haloooo semuanyaa!
Ada yang masih stay toon gak sih? Mana suaranya... Salam kenal yaaa.
![](https://img.wattpad.com/cover/171164670-288-k827204.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.