Part 62

105 10 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen yaaa

Duta merutuki dirinya yang harus menunggu banyak belanjaan untuk di-scan. Dia berniat untuk mengejar Sheila, dan menjelaskan bahwa dirinya bukanlah simpanan tante-tante.

"Bawa kantong belanjaan Kak?"

"Beli aja Mbak."

"Mbak masih lama ya?"

"Sebentar ya Kak, yang tadi pacarnya ya, Masnya ganteng-gantengnya kok selingkuh sih, tapi tante-tante yang tadi juga cantik sih."

Duta kicep. Apakah tugas kasir selain menghitung belanjaan, juga menghitung peluang untuk mendapatkan pasangan? Sejak kapan.

"Totalnya duaratus tiga puluh lima ribu Kak," ucap kasir tersebut.
Duta memberikan uang dua ratus lima puluh ribu.

"Ambil aja kembaliannya Mbak, terima kasih." Duta membawa belanjaan dan berjalan terburu-buru, keluar dari minimarket. Dia mengedarkan pandangannya. Dia kesal, kehilangan jejak Sheila. Dia bertekad, apapun yang terjadi, malam ini harus bisa menemui Sheila.

Matanya menatap satu objek yang sedang duduk di tempat jualan olahan ayam. Duta tau itu Sheila, dia bersiap untuk bergegas untuk menemui.

"Duta! Udah belanjanya? Ayo pulang. Mbak juga udah beli minumannya."

"Mbak, tunggu di mobil dulu ya, Duta mau beli kebab." Duta memberikan kunci mobil, lalu memasukkan belanjaan ke dalam mobil.

"Yaudah, jangan lama-lama."

"Siapp."

Duta berjalan, kali ini masih ada kesempatan. Setelah memesan kebab. Dia segera menghampiri Sheila yang sudah hampir selesai dengan pesanan  makanannya.

"Pesen apa?" Duta salah tingkah. Dia bingung, untuk memulai pembicaraan.

"Karedok. Keliatannya ini kedai apa?"

"Aku mau jelasin, kalau yang tadi itu,"

"Kamu gak perlu malu, aku gak akan bilang siapa-siapa. Termasuk agas."

Duta membulatkan matanya, dia mencoba untuk mengatur nafas.

"Kamu salah paham."

"Aku masih ingat wajah teteh kamu gak kayak gitu, apalagi mamah kamu."

"Iya emang dia bukan teteh dan Mamahku."

"Yaudah. Duluan ya." Sheila lagi-lagi pergi, membuat Duta kesal.

"Dia kan Mbakku, Adiknya bang Roy." Lirih Duta.

Kemudian, lelaki itu mengambil pesanan kebabnya. Lalu kembali ke mobil.

"Lama banget, Emang ngantri ya?" tanya Lila yang berhenti memainkan ponselnya.

"Iya, biasa Mbak. Mungkin banyak pelanggannya."

Duta memakai sabuk pengaman, dia mulai mengemudikan mobilnya.

"Ada yang mau dibeli lagi Mbak?" tanya  Duta sebelum benar-benar pergi.

"Enggak ada, udah cukup. Sisanya biar Masmu aja yang beli, sekalian pulang kerja."

Duta mengangguk, dia sudah mendekati portal keluar.

"Karcis ada di Mbak kan?"

"Enggak. Hilang bukan?" Duta tidak menjawab dia menggeledah semua kantong yang dimilikinya. Dan menggeleng tanda tidak adanya karcis tersebut.

"Duta. Kenapa bisa lupa."

"Hehe, Maaf Mbak. Beneran lupa di mana."

"Yaudah terpaksa kita bayar denda." Duta mengangguk. Setelah memberikan STNK untuk dilihat, dia membayar denda lima puluh ribu.

"Lain kali, jangan teledor."

"Iya Mbak, gak akan diulangi lagi."

"Untung cuma karcis, coba kalau handphone atau kunci. Kan berabe." Sifat cerewet itu tidak pernah hilang, dari Lila masih muda dan belum menikah. Duta sangat paham.

Suara handphone Lila berbunyi, dan dia mengangkat panggilan tersebut yang ternyata dari suaminya. Duta melirik ke arah Lila yang sedang menelpon. Betapa kesalnya dia, ternyata karcis itu ada.

"Mbak, itu karcisnya ada di handphone Mbak."

Lila segera mengeceknya, ternyata benar, karcis ada di belakang handphonenya yang sengaja ia selipkan di antara handphone dan case, tujuannya agar tidak hilang. Dia lupa, bahwa dirinya yang meminta Duta untuk memberikan karcis tersebut. Lila hanya tersenyum lebar kemudian meminta maaf.
Duta mana bisa marah, mereka berdua justru tertawa.

Mereka sampai di jalanan depan rumah, Lila  berteriak  membuat Duta hampir saja menabrakkan mobil pada pagar.

"Ada apa Mbak?"

"Maaf ya Duta, tadi Mbak liat anak perempuan yang ada di minimarket tadi, kamu ingat kan?"

"Sheila?"

"Kok kamu tau namanya. Jangan-jangan kalian pacaran."

"Enggak Mbak, itu temen aku."

"Kok, dia gak nyapa kamu pas lagi di kasir tadi."

"Kami mengobrol sebentar kok, setelah mbak keluar."

"Itu perempuan yang kamu bawa ke warnet kan?"

Duta mencoba mengalihkan pandangannya, dia tau dari mana Mbak Lila mengetahui hal itu. Sudah pasti mereka membuat grup dadakan yang tidak ada dirinya di sana.

"Mbak, kami benar-benar teman."

"Bilang aja, sedang diusahakan. Anak kecil yang ngakunya udah dewasa ini ternyata bisa malu-malu juga."

Duta merapihkan rambutnya, lalu kembali memasukkan mobil ke dalam garasi. Lila masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.

"Onaaaa!" Teriak Lila, begitu masuk ke dalam rumah.

"Ada apa sih Lila, rame banget deh," ucap Ona yang sedang minum jus jeruk.

"Lu harus tau, ternyata cewek yang Duta," ucapan itu terpotong kala, Duta berlari ke arah Lila dan Ona. Dengan repot membawa semua belanjaan yang dibelinya tadi.

"Mbak! Nanti Ayah sama Mamah denger."

"Mereka udah tau Duta, cuma kamu yang gak dimasukin sama Roy ke grup itu wkwk." Gelak tawa mereka berdua justru membuat Duta melemas.

Setelah ini, sudah pasti Sheila akan menjadi korban selanjutnya, tidak mungkin Lila dan Ona membiarkan Sheila. Mereka pasti akan meminta bertemu dengan Sheila.

"Yaudah, ajak perempuan itu ke rumah. Sekalian nanti malam kita kan mau bakar-bakar."

"Kayaknya dia sibuk ngerjain tugas Mbak."

"Besok Minggu Duta. Udah deh, jangan kebanyakan ngeles. Takut banget dibilangin pernah sembunyi-sembunyi ngerokok di kamar mandi atas ya?"

"Ya ampun Mbak. Terus aja terus dibahas. Kalau perlu satu komplek tau."

"La, Kamu kok seneng banget jahilin si Duta. Dia kan masih muda, jadi wajar lah. Kamu juga dulu aneh banget. Nangis gara-gara galau, tapi bisa ngabisin isi kulkas."

"Ona! Kamu juga sama, masa kamu dulu pernah pernah nyamar jadi laki-laki, supaya bisa buntutin pacarmu yang ternyata dia udah selingkuhin kamu."

Duta segera menyingkir dari adik kakak yang sebentar lagi akan bertengkar. Dia harus menyelesaikan tugasnya agar Sheila tidak lagi salah paham.



Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang