Part 61

124 7 0
                                        


Menikmati sore dengan berkumpul bersama keluarga adalah hal yang membahagiakan, saling berebutan makanan ringan dan bernostalgia tentang kehidupan atau masalah cinta sekalipun. Duta pun merasakannya,  sekalipun hanya bisa bersama  keluarga Roy, mereka saling melempar candaan lalu yang diserang berakting pura-pura galau.

Setelah menceritakan awal mula Duta pingsan di jalan, dengan sedikit bumbu kebohongan. Beruntungnya mereka percaya. Duta ingin sekali mengutuk Roy, yang benar-benar pergi malam mingguan. Jadinya kan dia yang jadi bahan bulian.

"Inget banget, dulu Duta kalau ketemu Aku pasti nunduk, sampe Ona kira dia lagi cari duit ilang."

"Ya kan, lu mah galak Na,"

"Yeee, segalak-galaknya Gue, gak pernah tuh marahin si Duta, gara-gara gak sengaja numpahin minuman di baju," sindir Ona pada Lila.

"Dendaman banget, kan kita udah maaf-maafan ya, waktu lebaran," ucap Lila sembari mencubit pipi Duta gemas.

"Kalian sepertinya lupa, Duta sudah dewasa Mbak."

"Hahaha." Satu ruangan tertawa. Karena melihat tingkah Duta yang menurut mereka terlalu polos.

Duta gusar, dia mencoba mencari cara untuk bisa bertemu Sheila, sudah beberapa kali, tapi selalu gagal, pertama karena kedatangan Mbak Lila, kedua udh di teras mau buka gerbang, Ayah dan Mamah datang, lalu terakhir, dia harus terjebak bercerita panjang lebar, dan sedikit membongkar kebiasaan buruk Roy ketika di warnet. Jika tidak jujur, ancamannya gak main-main. Mereka berdua harus tinggal di rumah ini selama 1 bulan full, yang artinya tidak bisa bebas. Meskipun tidak semua Duta ceritakan, hanya yang dalam batas wajar saja. Misalnya, Bang Roy yang menambah tato kecil dipunggung bagian kiri. Padahal sudah dilarang keras oleh keluarganya.

"Kamu kebelet bukan? Kok gusar gitu, kayak lagi nahan pipis."
Duta ingat, kesukaan Mbak Ona, bisa dijadikan bahan untuk dia bisa kabur.

"Duta pengen beli kebab di depan perumahan Mbak."

"Ouh yang itu, aduh enak deh kayaknya. Mbak titip satu ya."

"Ok Mbak, Duta pakai sweeter dulu ya,"

"Ok," Duta berlari ke kamar,
"Si Duta cepet bener sehatnya," ucap Lila.

Tidak sampai lima menit, Duta sudah siap, dengan pakaian yang dibilang cukup keren, dia memakai celana pendek berwarna krem, sweeter biru Dongker dengan  perpaduan kaos polos, dan di kepalanya, dia pakai topi.

"Mau ke depan, apa nongkrong di cafe Dut? Wangi bener."

"Enggak. Mau ke depan kok, beli kebab. Mbak Lila mau nitip juga?" Duta berusaha berkilah.

"Enggak. Mau nebeng aja. Sekalian mau beli minuman kekinian yang ada jellynya itu."

"Yaudah, biar Duta beliin aja sekalian."

"Mbak mau ikut ke sana, sekalian mampir ke super market. Kita malam ini mau manggang-manggang."
Duta menggaruk tengkuknya,

"Bukan gitu Mbak, kan Duta bawa motor," ucap Duta dengan beribu alasan, dia tau Lila tidak akan suka naik motor, karena rambutnya yang habis perawatan itu akan sia-sia. Karena Lila adalah perempuan yang feminim dibandingkan Ona, dia juga fashionable sekali, tidak terlihat seperti sudah memiliki anak.

"Bisa nyetir mobil kan? Bentar Mbak ambil kunci mobil dulu, kita pakai  Ferrari merah aja." Duta hanya bisa bernafas pasrah, jika sudah begini, gagal sudah rencananya.

Mereka pergi menggunakan mobil yang dipilih Lila. Sesekali ketika parkir, Duta melihat ke arah rumah Sheila yang terlihat sepi. Tidak ada mobil di sana. 

"Dut, udah punya pacar belum?" Mendapat pertanyaan seperti itu secara tiba-tiba, cukup membuat kaget.

"Aku? Belum Mbak."

"Lu sih, mainnya ama si Roy mulu, jadi kaga punya pacar deh, sepupunya Mas Raza cakep-cakep loh Dut, mau gak dikenalin?"

"Aku belum mau pacaran Mbak." Alah! Bohong. Bilang aja gak mau dijodohin.

"Yeee, kata Roy, pernah bawa cewe ke warnet. Siapa terus?" Duta membulatkan matanya. Bang Roy memang benar-benar kampret. Bisa-bisanya dia buka kartu begini. 

"Ayah sama mamah gak tau kan Mbak?"

"Aman. Asal mau jujur."

"Emang beneran gak punya pacar Mbak, aku udah putus waktu di Bandung."

"Terus sekarang lagi deket sama siapa?"

"Enggak ada."

"Jujur aja, gratis kok!" Pernah gak punya sodara keponya kebangetan? Ya model La begini. 

Jiwa penasaran ibu-ibunya keluar. Lila masih  berusaha mengorek informasi, dia tidak ingin Duta sampai berakhir seperti Roy.

"Alhamdulillah, sudah sampai Mbak, ayo turun." Duta turun lebih dulu, lebih tepatnya kabur.

Lila terbengong, dia melihat ke sekeliling,lalu berdecak.

"Lolos kan jadinya."
Duta membukakan pintu untuk Lila. Sudah kebiasaan.

"Makasih supir pribadikuu."
Duta hanya tersenyum.

"Mau ke minimarket dulu?"

"Iya, aduh lupa, gak bawa tas belanjaan."

"Yaudah beli aja di dalam."

Mereka masuk bersama, Duta berjalan lebih dulu, lalu memberikan Lila akses untuk masuk tanpa harus mendorong pintu  kaca tersebut.

"Dut, tolong cariin bumbunya ya, sama saos jangan lupa."

"Ok Mbak," Duta bergegas ke rak bumbu. Saat melewati tak bagian perlengkapan mandi, ternyata ada Sheila di sana. Duta berusaha untuk mengintip. Sheila sedang memilih produk shampoo, setelah mendapatkannya, dia mengambil shampoo tersebut dan dimasukan ke keranjang. Lalu berbalik, menatap rak satu lagi, Sheila memilih pembalut.

"Ternyata yang ada sayapnya," ucap Duta lirih. Duta berpikir jika nanti dia harus dipunyai tolong oleh Sheila, dia akan memilih yang ada sayapnya. Daripada menghambur-hamburkan uang dengan mengambil semua jenis pembalut.

"Duta! Udah ketemu belum bumbunya?" Suara Lila mengagetkan Duta, sekaligus membuat Sheila melihat ke arahnya.

"Ini lagi dicari kok,"

"Enggak ada sejarahnya, produk bumbu disatuin sama produk kecantikan." Lila berkata sembari mencubit pipi Duta, sangat kebiasaan. Membuat Sheila yang tadinya ingin menghampiri Duta menjadi tidak jadi. Dia memilih untuk langsung ke kasir saja. 

"Iya-iya Maaf. Eum nah di sana. Aku ambil dulu sebentar," Duta segera kabur.

Lila berjalan bersamaan ke kasar, dan sama-sama menaruh keranjang belanjaan di meja kasir.

"Mbak Saya dulu, tadi Saya duluan yang taruh belanjaan di situ."
Petugas kasir mengangguk dan meminta maaf, dia hendak mengambil barang milik Lila untuk di-scan.

"Enggak bisa. Saya duluan kok tadi," ucap Sheila tidak mau mengalah.

"Ada buktinya gak? Orang Saya duluan sih."

Duta datang, ketika Lila sedang beradu argumen.

"Ada apa?" tanyanya dengan membawa 2 bumbu jadi dan satu saus berukuran besar.
Duta menatap Sheila, Lila, dan petugas kasir.

"Tau nih, anak kecil, gak mau ngalah."

"Harusnya yang lebih tua yang ngalah."

Mereka mulai berdebat kembali, dan Duta mencoba untuk menengahinya.

"Yaudah biar Aku aja yang antri kalau begitu."

"Iya deh, mending mesen minuman. Biar gak gerah," lalu Lila keluar dari minimarket tersebut. Duta mempersilahkan Sheila untuk membayar lebih dulu.

"Gak nyangka, Kamu sekarang mainnya sama tante-tante." 

Duta hanya bisa mematung dan membulatkan matanya dengan sempurna.

Lama tak jumpa, ada yang kangen Duta? 



Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang