Part 55

128 13 2
                                    

Seorang laki-laki membuka kamar rawat Duta, lalu masuk ke dalam. Dia baru selesai menghangatkan badannya dengan segelas kopi. Setelah suster memberitahunya bahwa  pasien sudah didatangi oleh keluarganya, Saga mendatangi, untuk menyerahkan handphone milik seseorang yang ditolongnya tadi.

"Permisi, maaf mengganggu."

"Iya gak apa-apa, ada apa ya?"

"Apakah Abang keluarga dari-"

"Duta, namanya Duta."

"Dari Duta, Saya Saga ingin mengembalikan ponselnya."

"Jadi, Lu yang udah nyelamatin Duta? Makasih ya, gak kebayang. Kalau anak ini gak ketolong. Gue akan sangat kehilangan. Kami hutang nyawa sama Lu."

"Tidak perlu begitu Bang, kita memang harus saling tolong menolong. Saya hanya tidak sengaja melihatnya. Siapa pun akan melakukan hal yang sama."

"Iya, intinya makasih, kenalin gue Roy."

"Saga."

"Nanti gue ganti ya uang buat biaya Duta, tadi buru-buru. Gak sempet bawa dompet."

"Tenang aja, gak perlu diganti, saya ikhlas."

"Yee, kaga boleh gitu lah, gue tau Lu bae, tapi gue gak suka punya hutang."

Saga kikuk sendiri. Mereka akhirnya saling bertukar nomor ponsel.

"Kalau begitu, Saya pamit dulu ya Bang."

"Iya, makasih sekali lagi."

Saga hanya mengangguk, lalu keluar dari ruangan tersebut. Dia tidak melihat bahwa Sheila datang dari lorong yang berbeda dengannya.

Sheila masuk ke dalam ruangan Duta.

"Sheil, jangan dipaksain. Mending Lu istirahat dulu."

"Enggak apa-apa kok Bang, udah sehat juga. Tadi cuma kaget aja."

"Yaudah duduk sini,"

"Duta belum siuman juga?"

"Belum, eh Sheil, tadi gue ketemu sama orang yang nolongin nih bocah."

"Siapa Bang? Aku harus berterima kasih sama dia."

"Orangnya udah pulang, salut banget gue, anaknya baik bener."

"Namanya siapa Bang?"

"Sa-"

Suara batuk menghentikan ucapan Roy, mereka langsung fokus ke Duta yang sudah siuman.

"Akhirnya kamu siuman juga."

Duta diam. Kepalanya masih terasa sangat sakit.

Sheila keluar dari ruangan untuk memanggil dokter.

Saga sudah berada di  depan rumah Sheila, dia melihat jam tangannya ternyata sudah larut sekali. Mungkin Sheila sudah tidur, dia tidak enak untuk bertamu semalam ini.

Saga mengetuk-ngetuk jarinya pada stir mobil. Dia memutuskan untuk menelpon Sheila terlebih dahulu, jika diangkat, dia akan memberikan bingkisan itu sekarang, jika tidak mungkin dia akan kembali esok pagi.

Saga mencari handphonenya di jok belakang. Dia menyalakan lampu tengah mobil tersebut. Ternyata handphone Saga bersebelahan dengan dompet seseorang yang ditolongnya itu.

"Mungkin mereka membutuhkan ini, untuk administrasi."

Saga menelpon Sheila, sementara itu, Sheila yang hendak membuka pintu, harus terhenti. Dia mengangkat panggilan dari Saga, dan mencari tempat yang lebih sepi.

"Hallo, Sheil, "

"Hemm, Iya Kak, ada apa?" Sheila berbicara dengan suara khas orang bangun tidur. Dia takut ketahuan, jika sedang tidak ada di rumah.

"Kamu kebangun ya? Maaf ya,"

"Iya gak apa-apa Kak, ada apa?"

"Tidak jadi, selamat malam, semoga mimpi indah."
Saga mematikan sambungan teleponnya.
Sheila mengelus dadanya, beruntung Saga percaya. Sheila kembali ke ruangan untuk menemani Duta.

Begitu masuk, Sheila menunduk terus. Dia merasa bersalah, karenanya Duta sekarang terbaring di rumah sakit.

"Kenapa?"

Sheila menggelengkan kepalanya. Sesekali dia mencoba untuk melihat Duta, tapi hanya sebentar.

"Hey, kenapa? Jangan begitu. Aku baik-baik aja."

"Maafin Aku ya, coba kalau Aku nahan kamu untuk pergi, mungkin Kamu gak akan di sini sekarang."

"Iya, salah kamu, aku harus bayar ruang rawat inap VIP ini, mending kalau tidur di hotel enak, ini mah rumah sakit, rugi banget."

"Duta! Aku serius."

"Aku juga serius."

"Yaudah, nanti aku ikut patungan buat bayarin biaya kamu selama di rumah sakit."

"Repot amat. Tabungan aku buat nikahin kamu masih utuh, aku mau pakai itu dulu."

Sheila membulatkan matanya dengan sempurna. Kenapa Duta masih bisa mengajaknya bercanda di saat situasi seperti ini.

Mereka mengobrol, hingga tak sadar, bahwa seseorang membukakan pintu, lalu menutupnya kembali. 

Ceklek

"Bang Roy, dari mana?"

"Cari kopi, biasa ngantuk."

"Kata Saga lu tidur, ini dompet Lu Dut."

"Saga?"

"Iya, orang yang nolongin Duta, namanya Saga baik bener tuh bocah, udah nolongin, terus bayarin uang muka, dompet Lu ketinggalan Dut, langsung dia balikin ke sini."

Sheila tidak enak hati. Namun nama Saga bukan hanya satu kan di dunia ini?

"Ciri-cirinya gimana Bang?"

"Putih, tinggi, berisi,  alisnya tebel,   ah iya, ada lesung pipinya."

"Dia belum lama pergi kan?" Suara Sheila yang tinggi membuat Roy kebingungan, dia hanya bisa mengangguk untuk menjawab pertanyaan Sheila.

"Aku pergi dulu ya,"

Sheila segera pergi, dia awalnya berjalan cepat sampai akhirnya memutuskan untuk berlari. Sheila segera pergi ke tempat parkir. Dia berdoa, semoga Saga tidak keburu pergi.

Dengan nafas tersengal-sengal, Sheila sampai juga akhirnya di parkiran. Dia melihat mobil seperti mobil Saga. Mobil itu hendak pergi, Sheila segera mengejar mobil itu, tapi tertinggal jauh. Kakinya sudah sangat sakit.

"Sheil, kenapa lari-larian begitu?"

Ada yang masih stay?

Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang