Duta akhirnya makan bersama. Dia diam saja, tidak ikut bicara saat yang lain banyak mengeluarkan candaan. Dia sangat tidak bergairah. Kalau bisa dia malah ingin pergi.
"Maaf semuanyaa, sebelumnya Sheila dan Kak Saga mau ngucapin terima kasih, karena udah di sambut dengan baik di sini. Tapi sekarang udah malam, Sheila harus segera pulang," ujar Sheila.
"Gak kerasa udah pukul 10 aja. Yaudah, nanti kapan-kapan, kita makan-makan lagi ya, kamu udah simpan nomor Mbak kan?" tanya Lila pada Sheila.
"Sudah Mbak."
"Yaudah, masukin aja ke grup." Ide berilian Ona datang, sengaja dia.
"Iya gampang."
Sheila mengalami, satu-satu yang ada di sana. Kecuali Duta. Ternyata lelaki itu mengekor di belakang, entah untuk apa, dia juga tidak minta diantarkan. Mungkin, mau tutup gerbang, pikir Sheila. Tapi sampai jalan, Duta masih mengekorinya.
"Duta, kamu mau ke mana?" tanya Sheila heran.
"Nganterin kamu." Jawab Duta cuek.
"Ada Kak Saga, kamu gak perlu nganterin aku pulang." Penjelasan Sheila tidak digubris Duta. Lelaki itu, malah jalan lebih dulu.
Saga, hanya diam saja. Baginya tidak ada waktu untuk meladeni anak kecil seperti Duta. Dia jadi sanksi sendiri, apakah laki-laki seperti ini bisa menjaga Sheila? Dia bertanya-tanya. Dari segi manapun, Duta tidak sebanding dengannya.
Sesampainya mereka di teras rumah Sheila, Duta duduk di kursi yang tersedia.
"Kamu gak pulang? Ini udah malam."
"Ada yang mau aku omongin, sama Saga sebentar."
"Duta, yang sopan dong, bagaimanapun kak Saga lebih tua dari kamu." Sheila menaikan suaranya menegur Duta. Dia tidak suka duta berprilaku seperti itu. Membuat dirinya malu.
"Udah Sheil, gak apa-apa. Lebih baik kamu masuk gih, aku juga harus pulang." Sheila meredam emosinya, dia memilih menuruti ucapan Saga.
"Iya Kak, Aku masuk. Kakak hati-hati di jalan ya," ujar Sheila tulus.
"Iya, selamat tidur Sheil mimpi indah."
"Kakak juga," ucap Sheila sebelum akhirnya menutup pintu, gadis itu bahkan tidak menengok ke arah Duta. Sudah cukup, hari ini Duta bertingkah sangat menyebalkan.
"Udah dramanya?" tanya Duta ketika Sheila menutup pintu. Lelaki itu sedari menahan emosinya, dia cemburu. Tapi dia sadar bukan siapa-siapa.
"Maksudnya?" tanya Saga.
"Ini uang rumah sakit yang waktu itu Lo pinjemin."
"Udah gak usah diganti, saya ikhlas."
"Gue gak butuh belas kasihan Lo." Ujar Duta mulai terpancing emosi.
"Saya anti, mengambil kembali uang yang sudah saya jatuhkan sebagai sedekah."
"GUE GAK BUTUH LO SEDEKAHIN!"
teriak Duta, yang sudah tidak bisa kontrol emosi lagi."Woy, santai dong! Kuping saya masih normal."
Duta mengambil tangan Saga, kemudian dia memberikan uang itu.
"Kita gak ada urusan apapun lagi, thanks udah nyelamatin gue. Suatu saat kalau Lo liat gue dalam keadaan di ujung jurang sekalipun. Lo gak boleh tolongin gue. Karena gue gak akan pernah sudi, ditolong-"
"Duta!" Teriak Roy, dari sebrang jalan. Membuat ucapan Duta terpotong.
Duta berjalan, menemui Roy, meninggalkan Saga yang penuh tanda tanya, bahkan lelaki itu memanggil-manggil namanya. Tapi Duta enggan berbalik ataupun menjawab.
Dia segera menemui Roy, yang terlihat panik.
"Ada apa bang?"
"Charger handphone mana Dut? Minjem dong, yang gue rusak."
"Di kira apaan. Buat kaget aja."
"Lah, panik dong. Kan gue jadi gak bisa kabarin dia. Kalau misalkan chargerannya gak ada, handphone gue mati."
"Bodoamat, atur aja Bang!"
Hai hai hai
Gimana guyss udah bosen belum sama cerita ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.