Part 27

4.6K 598 35
                                    

Suasana manis dan panas antara Chika dan Ara terus berlanjut.

Mereka yang tidak puas bermain di sofa memilih untuk pindah ke kamar, kasur yang empuk tersebut berkali-kali berderit ketika Ara dan Chika bersatu.

Erangan mereka berdua menambah panas, suhu di dalam ruangan dengan cepat meningkat.

Keringat mereka berdua terjalin, Chika yang wajahnya memerah karena rasa nikmat yang dirasakannya tanpa sadar mengigit bahu Ara.

Ara meringis kecil, dia kemudian meraih wajah Chika dan melumat bibir Chika yang bengkak.

Berkali-kali keduanya mendesah penuh dengan kenikmatan.

Ara terus memainkan tubuh Chika seolah-olah hari esok tidak ada lagi. Mulai dari mencium, melumat, menghisap dan bahkan memainkan inti tubuh Chika.

Tangan Ara terus bergerak di area sensitif Chika, dan Chika yang berada di bawahnya hanya mampu mendesah panjang.

Chika mendongak saat dorongan kenikmatan menerpanya, Ara yang melihat leher jenjang Chika memajukan bibirnya dan menghisap leher putih tersebut.

Ada banyak kissmark yang tertinggal di tubuh putih Chika, meski begitu dia sama sekali tidak keberatan.

Deru nafas Chika terdengar, dia yang kelelahan berbaring dan menatap Ara dengan mata sayu.

"Lelah?" Tanya Ara, suaranya terdengar serak.

"Zee, dia bakal pulang"

Ara menggembungkan bibirnya meski begitu dia tetap bangun dan memakai pakaiannya sendiri.

Chika yang masih berbaring di kasur dengan tubuh telanjangnya memasang senyum cerah.

Tubuhnya terasa lelah sekarang.

"Wakil direktur di perusahaan kakek kamu siapa?" Chika bertanya dengan suara parau.

Ara yang sedang memakai jaketnya berhenti dan menatap dalam ke arah Chika.

"Jangan cemburu"

"Aku? Aku gak cemburu" Balas Ara cepat.

Kenapa dia harus cemburu kedirinya sendiri? Itu konyol.

"Heh dia membatalkan kontrak kerja kami yang baru" Gerutu Chika.

Ara yang mendengar itu tersenyum tipis, dia lalu berjalan ke arah Chika dan menarik seprei kasur untuk menutupi tubuh telanjang Chika.

"Kenapa gak kesana besok dan bicara"

"Aku bakal ke sana"

"Bagus"

Ara semakin teesenyum, takut Chika merasakan perubahan ekspresinya dia dengan cepat membungkuk dan mengecup bibir Chika.

"Aku pulang dulu, kamu istirahat" Lirih Ara.

Ketika mendengar ucapan Ara, Chika tiba-tiba berubah muram.

"Kapan kita bisa ketemu lagi?"

"Secepatnya"

Jawaban Ara yang tidak jelas membuat Chika tersenyum sedih, karena tidak tahu harus berbuat apa dia hanya bisa memeluk Ara dengan erat sebelum akhirnya melepaskannya dengan enggan.

"Hati-hati..."

Ara mengangguk, dia kemudian berjalan keluar kamar dan meninggalkan tempat tersebut.

Ketika berada di parkiran, Ara yang akan memasuki mobilnya bertemu dengan Zee yang baru saja tiba dengan banyak kantong makanan di tangannya.

"Ohh halo" Sapa Zee lebih dulu.

Ara yang melihat Zee berjalan ke arahnya memasang senyum kikuk.

"Baru datang?" Tanya Zee berbasa-basi.

"Ah iyaa, aku datang hanya ingin memastikan tempat tinggalmu yang sementara nyaman atau tidak"

"Harusnya nyaman" Jawab Zee bingung, itu karena dia belum sempat masuk ke dalam.

"Itu nyaman dan benar-benar bagus" Sambung Ara yang semakin membuat Zee bingung.

Ara batuk pelan ketika mendapati tatapan bingung Zee.

"Karena kamu sudah ada di sini kenapa tidak masuk dulu?" Tawar Zee sopan.

Ara sejujurnya ingin menolak tetapi ketika mengingat Chika yang masih berbaring di kasur dengan tubuh telanjang dia tanpa sadar mengangguk.

Ara takut ketika Zee masuk ke dalam sendirian, dia akan melihat tubuh Chika yang berantakan dan panas.

"Biar aku bantu" Ara meraih beberapa kantong belanjaan milik Zee dan kemudian berjalan ke dalam.

Sepanjang perjalanan menyusuri tangga Ara dan Zee bercerita banyak hal.

"Jadi kamu sekolah di negara ini? Di sekolah mana?" Tanya Ara.

"Di sekolah ****"

Mendengar nama sekolah yang Zee sebutkan alis Ara tanpa sadar menyatu.

"Itu berarti kita satu alumni, aku dan Fiony juga lulusan dari sana"

Ara semakin antusias berbeda dengan Zee dia tampak tersenyum kecut.

"Melihat usia kita yang tidak jauh harusnya kita berada di tahun yang sama kan? Lalu kenapa aku tidak mengenalmu?"

"Aku bukan murid yang terkenal sedangkan kamu dan Fiony kan bintang sekolah"

Ara tertawa mendengar pujian Zee.

Keduanya akhirnya tiba di depan pintu apartemen sementara milik Zee.

Zee menekan bel beberapa kali dan berharap Chika akan keluar dengan cepat.

Akan tetapi tidak ada tanda-tanda jika Chika akan membuka pintu untuk mereka berdua.

"Ekhem, temanku mungkin sudah tidur"

"Tidak masalah, aku punya kunci cadangannya" Ara merogoh saku jaketnya dan memberikannya kepada Zee.

Zee menerima kunci tersebut dan memasukkannya ke lubang kunci.

Perlahan pintu di depan mereka terbuka.

Mata Zee membulat sempurna ketika tatapannya terjatuh kedalam ruangan.

Di sampingnya Ara batuk kering.

Ruangan yang tadi bersih dan rapi kini terlihat berantakan.

Wajah Ara berubah merah ketika mengingat permainan panasnya dengan Chika beberapa waktu lalu.

"Ini berantakan, Chika yang melakukannya. Temanku itu tidak tahu sopan santun"

Alis kanan Ara terangkat, tebakan Zee sangat tepat. Chika selain tidak sopan dia juga terlalu buas, akan tetapi Ara hanya berani bersuara di dalam hatinya.

Zee dengan cepat melangkah maju dan memungut barang-barang yang berserakan, Ara yang merasa bersalah ikut membantunya.

"Aku akan memanggil Chika dulu"

Ara ingin mencegah Zee, akan tetapi dia selangkah di belakang. Zee telah berjalan ke arah kamar di mana Chika berada.

Pintu kamar yang tidak terkunci sama sekali terbuka dengan lebar sekarang.

Chika yang tertidur karena lelah membuka matanya dan sosok tinggi Zee sudah berada di depannya.

"Kamu sakit?" Kalimat itu adalah yang pertama keluar dari bibir tipis Zee ketika melihat wajah Chika yang memerah dan lelah.

Chika hanya berdehem.

Tangan Zee terulur dan punggung tangannya menyentuh kening Chika. Tubuh Chika memang hangat akan tetapi itu bukan demam.

"Aku ingin istirahat, tolong keluar. Kamu akan tidur di kama sebelah!"

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Chika menarik seprei di tubuhnya dan menutupi kepalanya.

Di luar Ara yang melihat sikap hati-hati Chika tanpa sadar tersenyum tipis.

Zee yang tidak ingin mengganggu waktu istirahat Chika hanya mampu mendengus kesal saat menutup pintu kamar.

"Aku akan membersihkannya" Ujar Ara cepat.

"Gak perlu, ini sudah malam sebaiknya kamu pulang" Zee tidak berniat untuk mengusir Ara akan tetapi tampilan apartemen yang akan dia tinggali terlihat seperti kapal hancur saat ini

You Are My Home (ChikaxAra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang