Deburan ombak pantai di malam hari membuat telinga Ara dan Fiony berdegung.
Setelah berbicara dengan kedua orangtua Fiony, Ara yang masih merasa tidak nyaman memilih untuk menenangkan pikiran ke pantai dan Fiony mengikutinya juga.
Ombak-ombak menerjang saat keduanya berdiri berdampingan di bibir pantai.
"Jadi....sekarang gimana?" Fiony adalah yang pertama kali memecah keheningan.
"Gimana apanya?" Tanya Ara bingung.
"Kita udah resmi pisah, kamu gak mungkin diem aja dan ngebiarin Chika pergi kan?" Jawab Fiony setengah bertanya.
Ara terdiam, matanya yang sedalam lautan menatap bebas kedepan.
"Ara?" Panggil Fiony saat Ara sama sekali tidak bergerak.
"Fio kamu tidak membenci Chika? Membenciku? Maksudku, apa yang aku dan Chika lakuiin itu benar-benar jahat"
Fiony menghela nafas panjang, bohong jika dia tidak sakit sama sekali saat ini. Tapi seperti yang dia katakan sebelumnya, dia tidak ingin egois lagi. Waktu yang Ara habiskan untuknya sejauh ini sudah lebih dari cukup, dia tidak ingin lagi menjadi batu sandungan untuk cinta Ara.
"Masa lalu...." Kata Fiony kemudian.
"Hah? Kita baru aja pisah sejam yang lalu, kamu-"
"Lalu apa? Hidupku masih panjang" Potong Fiony cepat, dia memasang senyumnya yang paling tulus saat ini.
"Jangan ngerasa bersalah, kita mungkin jodoh tapi yah hanya dua tahun. Itu udah cukup buat aku"
"Kamu terlalu berpikir positif" Ujar Ara getir.
Fiony terkekeh kecil mendengarnya. Dia sakit tapi akan jauh lebih sakit jika harus menghabiskan waktu dengan seseorang yang tidak mencintainya.
"Karena kita udah pisah dan orangtuaku mungkin gak akan suka aku tinggal di sini, kamu harus ngasih harta gono-gini yang banyak. Aku mau keliling dunia"
"Baik..." Ara tersenyum tipis.
"Fio maaf..." Lanjut Ara.
"Kamu bakal ngomong maaf terus?"
"Aku ngerasa bersalah..."
"Itu bagus, kamu harus ngerasaiin itu tiap hari" Balas Fiony santai.
Ara tidak tahu harus tertawa atau menangis mendengar ucapannya.
"Peluk.."
"Hah?" Ara menajamkan pendengarannya.
"Pelukan terakhir" Fiony merentangkan tangannya.
Ara linglung sejenak tetapi detik berikutnya dia berjalan ke arah Fiony.
Keduanya berpelukan begitu erat.
"Ngomong-ngomong Kenzo bukan orang baik, kamu harus hati-hati"
"Kamu tau?"
•••
Chika dan Zee sama-sama terdiam. Sudah lebih dari seminggu sejak mereka berdua berkali-kali meminta untuk bertemu dengan Ara dan Fiony, akan tetapi kedatangan mereka selalu di tolak oleh Tn.Ben.
"Ini salahku..." Kata Chika kemudian.
Zee menghela nafas panjang mendengar itu, kedua alisnya menyatu.
"Ini juga salahku, harusnya aku datang ke sini sendiri" Lirih Zee, rasa bersalahnya semakin meningkat saat ini.
Dia merasa khawatir dengan keadaan Fiony sekarang. Jika apa yang Gracia beritahu kepadanya, maka itu berarti Fiony sendirian sekarang.
Baik Chika dan Zee keduanya sama-sama larut dengan pikirannya masing-masing, hingga akhirnya suara bel yang di tekan terdengar.
Ting! Tong!
"Biar aku yang buka" Chika bergegas bangkit, jauh di lubuk hatinya jika yang sedang berdiri di balik pintu adalah Ara.
Akan tetapi saat pintu terbuka dan orang lain lah yang berdiri Chika berubah lesu.
Seorang wanita tinggi, dengan kulit putih bersih serta wajah cantik memasang senyum tipis ke arah Chika.
"Cari siapa?" Tanya Chika langsung.
"Ohh, halo...aku Shani, sekretaris Gracia"
Chika menatap bingung wanita di depannya, sedangkan Shani dia terlihat santai.
"Ada apa?" Zee yang sejak tadi diam mengamati bertanya.
"Tidak ada..." Senyum Shani tiba-tiba menghilang dan di gantikan sorot mata yang tajam.
Zee dan Chika sama-sama kebingungan sekarang, mereka berdua semakin bingung ketika beberapa pria dengan badan kekar bergegas masuk dan memegangi lengan mereka berdua.
"HEII APA-APAAN INI!!!" Zee yang masih mencerna situasi terlihat marah saat dua pria dengan wajah sangar menahannya.
Bukan hanya Zee, Chika yang tidak terbiasa bersentuhan dengan orang asing terlihat memberontak saat dua pria lainnya memegangnya.
"Bawa dia, sedangkan yang satu itu ikat dan kunci di kamar" Perintah Shani.
"BAIK..." Orang-orang yang Shani bawa, melakukan tugas mereka dengan cepat.
Zee dan Chika semakin memberontak ketika mendengar itu.
"LEPASSS!!!" Chika semakin memberontak saat dirinya di dorong keluar ruangan.
Dikooridor Shani memeluk tubuhnya sendiri, melihat Chika yang semakin memberontak dia tidak punya pilihan selain menyuntikkan obat bius tepat di leher Chika.
Chika merasa pandangannya berkunang-kunang sebelum akhirnya kesadarannya hilang, hal terakhir yang dia ingat adalah wajah tenang Shani.
Di dalam apartement, Zee melotot ke kedua pria di depannya. Mulutnya yang dilakban membuatnya susah berbicara, ketika melihat tubuhnya di lilit dengan tali yang diikat dengan erat dia meraung dalam hati.
Akan tetapi itu adalah hal yang sia-sia, setelah berjuang selama 15 menit dia akhirnya merasa lelah.
"Ayo pergi!"
Kedua pria yang mengikatnya berjalan keluar meninggalkan Zee sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Home (ChikaxAra)
FanficSupaya nyambung dengan ceritanya baca dulu Sugar Mommy (ChikaxAra)