Chika melilitkan handuk miliknya dan menutupi setengah tubuhnya agar tidak telanjang.
Dia merasa segar sehabis mandi, karena tidak ada siapapun saat ini kecuali dirinya dia dengan bebas melakukan apa saja.
Setelah mengeringkan rambutnya sendiri, Chika mengangkat kopernya ke atas kasur dan membukanya.
Senyum Chika mengembang saat kembali mengingat jika kamar yang ditempatinya sekarang merupakan kamar milik Ara dulu.
Chika yang tidak ingin Zee mengganggu perasaan reuninya dengan keputusan sepihak melemparkan koper Zee ke kamar lain yang jauh lebih kecil.
Chika bersenandung kecil saat memilih piyama mana yang akan dipakainya. Suaranya yang merdu terdengar kepenjuru ruangan dan terbawa angin menuju luar ruangan.
Karena malam ini dia akan tidur sendiri Chika memutuskan untuk memakai gaun tipis yang menampilkan lekuk tubuhnya.
Chika baru saja selesai memakai gaun malamnya ketika suara pintu terbuka terdengar.
"Akhirnya datang juga..." Lirih Chika sambil berjalan ke arah luar.
"Mana belanjaannya?" Tanya Chika saat melihat sosok yang membelakanginya sedang menutup pintu.
"Zee?" Panggil Chika dia berjalan mendekat.
Langkah Chika semakin dekat, dia kemudian berhenti setelah beberapa langkah.
Tubuh Chika menegang, seingatnya hari ini Zee memakai pakaian kasual dengan baju berwarna cokelat akan tetapi orang di depannya yang membelakanginya dia mengenakan jaket berwarna hitam.
Chika tanpa sadar mundur selangkah.
"K-kamu siapa?" Tanya Chika ketakutan, daerah di sekitar sini sedang rawan perampokan.
Sosok yang sejak tadi diam dan tidak merespon ucapan Chika akhirnya berbalik.
"ARA!?" Pekik Chika.
•••
Ara tidak tahu harus tertawa atau menangis saat melihat Chika yang berdiri tidak jauh darinya dan menatapnya dengan ekspresi kaget yang jelas, bola mata Chika bahkan hampir tumpah keluar.
"Kamu....ngapain di sini?" Tanya Ara.
Lidah Chika keluh, dia ingin menjawab tetapi tidak tahu harus berkata apa.
Sebenarnya bukan hanya Chika saja yang linglung, Ara juga begitu. Tetapi dia yang terbiasa menyembunyikan perasaannya hanya diam mematung.
"Kamu dan Zee saling kenal?" Hanya pertanyaan itu yang mampu Ara ucapkan.
Chika yang sadar dari keterkejutannya mengangguk, dia tahu cepat atau lambat mereka berdua pasti akan bertemu. Tetapi pertemuan mereka kali ini terkesan sangat cepat dan mendadak.
Chika batuk ringan mendengar pertanyaan Ara.
"Itu, Zee adalah anak salah satu temen papa dulu..." Jawab Chika pada akhirnya.
"Itu gak penting" Balas Ara datar.
Dia kemudian melangkah maju dan menubruk tubuh Chika, membuat tubuh Chika berbaring di sofa.
"Raa..."
"Ada yang jauh lebih penting daripada tentang Zee" Bisik Ara di telinga Chika.
Bulu kuduk Chika meremang saat nafas Ara berhembus di telinganya yang dingin.
"A-apa y-yang penting?" Tanya Chika gugup.
"Kamu" Jawab Ara dan detik berikutnya dia mencium Chika begitu ganas.
Merasakan ciuman hisapan dan gigitan Ara di bibir merahnya Chika yang semula gugup kini belajar menerima ciuman tersebut.
Ara yang menciumnya terlihat kesetanan, dia benar-benar tidak peduli dengan bibir Chika yang terluka akibat gigitannya.
Bukan hanya Ara, Chika yang berada di bawah tubuh Ara juga menikmati ciuman keras tersebut.
Ara mengeram frustasi di balik ciumannya saat aroma sabun dan ross milik Chika tercium.
Setelah berciuman cukup lama Ara akhirnya melepaskan ciumannya. Ketika melihat bibir Chika berubah jadi bengkak dia merasa bersalah.
"Minggir dulu..." Chika mendorong tubuh Ara kesamping kemudian mengambil nafas panjang.
Ara yang di dorong pergi begitu saja tampaknya tidak senang.
"Maaf, aku lancang" Kata Ara kemudian.
Ara mengutuk dirinya sendiri karena tidak mampu menahan perasaannya ketika melihat Chika.
"Gakpapa kok" Balas Chika sambil mengigit bibir bawahnya.
"Kamu ngapain disini?" Tanya Chika lagi.
Ara akhirnya menjelaskan alasannya mengapa dia datang ke apartemen tersebut.
"Dunia bener-bener kecil yah" Lirih Chika.
Ara yang mendengar itu tertawa kecil kemudian mengangguk setuju.
Dada Chika berdegup kencang ketika melihat mata Ara yang menyipit.
"Raaa"
"Araaa~"
Ara terdiam, sorot matanya menyapu permukaan wajah Chika.
"Aku tau ini salah Chik" Kata Ara tiba-tiba.
"Tapi pertahanan aku selama dua tahun hancur begitu aja setelah kita ketemu di pesta. Aku bahkan gak bisa lupa rasa manis dari bibir kamu waktu itu, aku gak bisa nahan diri sendiri setelah ngeliat kamu"
Pernyataan Ara yang tiba-tiba dan terkesan menyalahkan dirinya sendiri membuat Chika tersenyum sedih.
"Lalu Fiony gimana?"
"Bukannya kamu menghormati dia?"
"Raaa, sejujurnya bukan cuman kamu yang punya perasaan seperti itu. Aku juga, aku jauh lebih gak bisa nahan diri"
Ara terdiam mendengar ucapan beruntun dari bibir tipis Chika.
"Trus sekarang gimana? Kamu udah punya Fiony dan dia hamil"
Ara tetap diam, dia saat ini merasa bingung dan putus asa.
Melihat wajah cantik Chika di depannya dia sangat bahagia akan tetapi ketika mengingat kembali Fiony yang menunggunya di rumah sorot matanya berubah layu.
"Aku pulang..." Ara yang tidak tahan akhirnya bangkit.
Chika yang masih ingin melihat wajah manis Ara dengan cepat meraih pergelangan tangan Ara.
Mata cokelatnya menatap Ara sedih.
"Tolong jangan pergi, i need you Ra...."
Ucapan Chika yang penuh dengan ambiguitas membuat Ara tidak berdaya. Dia menarik Chika berdiri dan memeluknya erat, sangat erat seolah-olah Ara ingin memyembunyikan tubuh Chika ke dalam hatinya.
Tubuh keduanya saling menempel dengan erat.
Chika yang telah menunggu hari ini tiba tersenyum bersamaan dengan air matanya yang jatuh begitu saja.
Ara di sisi lain, air matanya yang tumpah begitu saja membuat pandangannya mengabur. Dia benar-benar merindukan hari ini, hari dimana seluruh inderanya merasakan sosok Chika.
Entah siapa yang memulai, pelukan mereka yang tadinya erat kini terasa longgar akan tetapi bibir keduanya kembali menyatu.
Kali ini ciuman mereka tidak sekeras tadi, itu terasa lembut.
Suara kecupan kedua wanita tersebut menggema di dalam ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Home (ChikaxAra)
FanfictionSupaya nyambung dengan ceritanya baca dulu Sugar Mommy (ChikaxAra)