Part 34

4.2K 530 45
                                    

Ara mengejar Chika yang baru saja memasuki lift.

"Kenapa pergi?" Tanya Ara setelah keduanya berada di dalam lift yang tertutup.

Chika tidak langsung menjawab, dia terlebih dahulu menekan angka satu menuju lantai bawah bangunan tersebut.

"Fiony bakal ngerasa gak nyaman kalau tau teman Zee itu, mantan kamu"

Ara terdiam mendengar jawaban frontal Chika, dia merasa bersalah.

"Sekarang kamu mau kemana?"

Chika tampak berpikir, dia kemudian mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Sejujurnya dia tidak benar-benar ingin ketempat ini, tetapi Zee bersikeras untuk mengajaknya.

"Mau jalan-jalan?" Tawar Ara dengan senyumnya yang lebar.

Mata cokelat Chika menatapnya sekilas sebelum akhirnya mengangguk.

Saat ini Chika dan Ara tengah berada dibibir pantai.

Cuaca di malam hari jauh lebih dingin yang membuat Chika sesekali mengigil.

"Dingin?" Tanya Ara sambil memeluk Chika dari arah belakang, dagu Ara bertengger dengan indah di pundak Chika.

Aroma laut dan parfum rose milik Chika membuat Ara merasa nyaman.

"Aku suka aroma kamu" Bisik Ara di telinga Chika.

Di bawah langit yang gelap, pipi Chika bersemu merah. Dia berdehem kecil untuk menstabilkan detak jantungnya.

Ara yang mengetahui jika Chika merasa salah tingkah tersenyum jahil, dia kemudian menarik tubuh Chika agar berbalik menatapnya.

Ara menatap Chika secara seksama.

Di bawah cahaya bulan yang redup, Chika terlihat menawan.

Ara tidak tahu apakah itu disebabkan oleh ilusi akan tetapi ketika melihat wajah cantik Chika dia memiliki keinginan untuk menyesap bibir Chika yang semerah cerry.

Tubuh Ara tanpa sadar terasa panas, angin pantai yang menerpanya tidak mampu membendung perasaan panas tersebut.

Takut Chika akan menyadari itu dia batuk kecil dan kemudian pandanganny beralih ke segala arah.

Chika yang dari awal diam dan hanya bertindak mengikuti Ara memiringkan wajahnya dan memasang senyum miring.

"Pantainya sepi..." Kata Chika.

"Uhuk, yaaa sepi"

"Kalau aku berteriak tidak akan ada yang dengar"

"Yayaaa, tapi untuk apa berteriak?" Ara akhirnya kembali menatap Chika dengan raut wajah bingung.

Chika tersenyum penuh arti, dia kemudian mengangkat kedua tangannya dan melingkarkannya di leher Ara.

"I-ini tidak benar..." Kata Ara, kedua alisnya menyatu.

"Kita cuma begini apanya yang tidak benar? Jika begini saja sudah tidak benar lalu bagaimana yang di apartemen?"

Akan lebih baik jika Chika tidak mengatakan apa-apa, sekarang wajah Ara semerah udang rebus.

"Ingin mengulanginya lagi?" Tanya Chika, jari-jarinya mengusap tengkuk Ara lembut.

Bulu kuduk Ara meremang saat jari-jari halus Chika mengelus tengkuknya kemudian beralih ke leher jenjangny dan terus bergerak hingga ke pangkal lehernya.

Ara merasa tenggorokannya kering, dia sebisa mungkin menahan gejolak yang berkobar di dalam tubuhnya.

Akan tetapi Chika yang sangat merindukan momen kebersamaan mereka tidak ingin melewatkan waktu ini.

Tanpa aba-aba kedua tangannya bergerak dan membuka kancing kemejanya sendiri.

Ara menarik nafas dalam-dalam saat seluruh kancing kemeja Chika terlepas satu persatu dan menampilkan bra hitam milik Chika.

Itu sangat kontraks dengan kulit putih Chika serta benda kenyal yang mengintip di balik bra hitam tersebut.

Mata Ara berkabut saat Chika melepaskan pakaiannya satu persatu, saat ini tubuh bagian atasnya tidak.lagi tertutupi apapun.

"Malam ini aku milikmu..."

Suara genit Chika menggelitik Ara, dengan dorongan yang kuat dia meraih tubuh Chika dan menyatukan bibir mereka.

Udara dengan cepat dipenuhi hormon-hormon manis, dari balik ciuman Chika menatap Ara yang sedang memejamkan mata menikmati ciuman mereka berdua.

Chika merasakan nafasnya berubah panas dan suhu tubuhnya berangsur-angsur naik. Dia merasa seolah-olah sedang jatuh ke lereng gunung yang penuh lava dan membakarnya.

Pada saat yang bersamaan telapak tangan halus Ara bergerak di dadanya. Sekarang Chika ikut memejamkan matanya, dia fokus merasakan rasa nikmat di dadanya.

Jari-jari Ara dengan lihai memainkan puncak dada Chika, sesekali dia akan mencubit puncak dada Chika karena gemas.

"Araahhhhh..." Chika mendesah tertahan saat Ara meremas kuat dada kiri dan kanannya secara bersamaan.

Chika memundurkan wajahnya dan menyebabkan ciuman mereka berakhir. Saliva keduanya terjalin tipis dan menambah suasana panas.

"Kenapa?" Ara bertanya dengan suara serak.

Chika tidak membalas, di dengan cepat mendorong Ara ke arah pasir pantai yang sukses membuat Ara telentang.

Nafas Ara tidak beraturan saat Chika yang duduk diperutnya menatapnya penuh ambigu.

Melihat dada Chika yang memerah di bawah langit malam serta bibirnya yang bengkak hasrat di dalam diri Ara semakin bertambah.

You Are My Home (ChikaxAra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang