Part 75

3.5K 406 10
                                    

Ara memeluk lututnya sendiri dan menangis di samping mobilnya, saat ini dia sudah berada di parkiran rumah sakit.

Isakan Ara terdengar lirih, air matanya sejak tadi mengalir deras dan ketika matanya yang sembab melihat ke arah tangannya yang penuh noda darah dia semakin terisak.

Punggung Ara bergetar, pertahanannya runtuh sekarang.

"Hiksss..." Ara terisak kuat.

Matanya mengabur bersamaan dengan air matanya yang terjatuh.

Hap~~~

Tiba-tiba sebuah pelukan hangat dari sampinh membuat Ara tertegun, dia ingin menoleh tetapi sipemilik peluk menahannya.

Ara hanya bisa mencium aroma rose yang lembut, ini adalah aroma Chika.

"Aku pembunuh..." Lirih Ara.

Chika yang mendengar itu tersenyum getir, pelukannya di tubuh Ara semakin erat.

"Tidak, kamu bukan pembunuh" Hibur Chika sambil mencium ubun-ubun Ara, berharap itu mampu menenangkan Ara.

Ara sama sekali tidak merasa lega, air matanya tetap saja mengalir. Dia yang saat ini membutuhkan tempat untuk menampung semua kesedihannya berbalik dan meringkuk di pelukan Chika.

Tubuh Chika terhuyung kekiri dan kenanan saat Ara terisak-isak didekapannya.

Ini adalah pertama kalinya Ara memperlihatkan sisi lemahnya kepada Chika. Chika terus menerus menepuk dan memberi ciuman kepada Ara.

Setelah beberapa saat menangis, Ara akhirnya kembali tenang. Matanya yang bengkak menatap manik mata Chika.

"Kenapa kamu di sini?" Tanya Ara, dia masih ingat ucapannya kepada Gracia agar tidak memberitahu Chika saat ini.

"Shani memberitahuku"

Ara tersenyum tipis, dia lupa tentang Shani.

"Aku minta maaf..." Ara menatap Chika dalam.

"Semua ini gak aka  terjadi kalau saja akmmpphhh"

Chika sama sekali tidak membiarkan Ara menyelesaikan ucapannya, bibir tipisnya yang kemerahan melumat bibir tipis Ara.

Bagi Chika, saat ini semuanya sudah berakhir.

Kenzo dan Christy tidak ada lagi, putra mereka juga selamat. Dia tidak ingin Ara terus-terusan larut dalam penyesalan dan menyalahkan dirinya sendiri.

Chika terus melumat bibir Ara, dari ciuman yang lembut kini berubah menjadi ciuman yang panas. Bibir Ara bahkan bengkak akibat perbuatan panas Chika.

Merasa sedikit kesusahan, Chika bergerak ke atas pangkuan Ara dan kembali melanjutkan ciuman mereka yang terhenti sejenak.

Suara penyatuan bibir mereka terdengar jelas di parkiran.

Ara mendorong tubuh Chika pelan dan melepaskan ciuman mereka.

"Hah hah hah, kamu kenapa?" Tanya Ara dengan nafas terengah-engah.

Chika yang merasa tindakannya sedikit brutal tersipu malu, wajahnya memerah.

"A-aku akan masuk dulu" Chika yang malu bangkit dari pangkuan Ara.

Wajahnya yang semerah udang rebus terlihat lucu di mata Ara.

Ara ikut bangkit, dan ketika Chika bersiap untuk pergi dia dengan sigap meraih tubuh Chika dan mendorongnya ke arah mobil.

Chika sedikit terkejut dengan perlakuan Ara.

"Bagaimana keadaan Shani dan Marsha?" Tanya Ara, jari-jarinya yang ramping bergerak di area perut Chika.

Chika sedikit menggeliat ketika rasa geli menyerang tubuhnya.

"M-mereka mengalami sedikit luka bakar, tapi dokter sudah merawatnya"

Ara mengangguk mendengar itu, dia tersenyum lembut.

"Lalu putra kita?"

"Dia juga tidak apa-apa, sekarang ada kakek dan nenek yang menjaganya"

Sekali lagi Ara mengangguk dan tangannya semakin maju naik keatas.

"Ahhh" Chika mendesah kecil ketika jari Ara meremas dadanya.

"Raaa kita diparkiran" Kata Chika mengingatkan.

Ara menoleh kekiri dan kekanan mengamati sekitar.

Parkiran saat ini sangat sepi, hanya ada beberapa mobil yang terparkir di sana.

"Tidak ada siapa-siapa" Bisik Ara dan tangannya kembali bergerak.

Chika menghela nafas kecil, dia yang tahu jika Ara tidak akan berhenti akhirnya memejamkan mata dan menuruti semua keinginan Ara.

Alis kanan Ara terangkat, dia merasa lucu dan juga bergairah di saat yang bersamaan. Meski begitu otaknya masih berjalan.

Suara pintu mobil yang terbuka dan tertutup kembali terdengar.

Di dalam mobil baik Ara maupun Chika keduanya sama-sama tidak memakai baju sehelai pun.

"Raa ada darah di tangan kamu" Chika mengingatkan ketika tangan Ara mulai bergerak ke area bagian bawahnya.

Ara melirik tangannya dan tersenyum tipis, dia kemudian meraih tissu di depan dan melap tangannya.

Setelah bersih jari Ara kembali bergerak.

Chika tersentak kecil ketika dua jari Ara memasuki inti tubuhnya.

"Ahhh...sshhhh" Desah Chika, wajahnya memerah.

Ara semakin mempercepat gerakan tangannya dan membuat tubuh Chika ikut bergerak mengikuti ritme jarinya.

Chika terus mendesah panjang, sebentar lagi dia akan mencapai puncaknya akan tetapi Ara secara tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya dan membuat Chika menatapnya bingung.

"Saat kamu melihat video cctv aku dan Fiony bagaimana perasaan kamu?"

"Kamu harus ngebahas ini sekarang!?" Tanya Chika marah, dia sedang menuju puncak!

Ara tersenyum miring, jarinya yang tadi berada di dalam tubuh Chika bergerak keluar. Chika menatapnya frustasi.

"Jawab dulu"

"Araaaaaa"

Ara tetap diam, dia menatap Chika dengan penuh rasa ingin tahu meski begitu jari-jarinya bergerak di sekitar area sensitif Chika.

Chika semakin kesal.

"Aku cemburu tapi tidak percaya juga" Chika akhirnya menjawab.

"Lalu kenapa-"

"Raaa...aku mau sekarang!" Potong Chika kesal, dia yang tidak tahan akhirnya mendorong tubuh Ara ke jok mobil dan mengambil inisiatif untuk duduk di atas Ara.

Tubuh Chika bergerak sendiri, miliknya bergesekan dengan milik Ara.

Desahan keduanya terdengar saling bersahut-sahutan menambah panas di dalam mobil.

"Ahh..ahhh..Chik" Ara mendesah kencang, kedua tangannya meremas seluruh area tubuh Chika penuh gairah.

Chika disisi lain yang berada di atas Ara semakin bergerak cepat, keringat tipis membasahi keningnya...

"Ahhh...ahhh...Raaaaa"

Keduanya sama-sama bergerak dan mencari kepuasan untuk sampai di puncak.

Ara meremas dada Chika kuat ketika rasa nikmat menyerangnya begitu kuat, Chika yang tidak mau kalah menggigit bahu Ara ketika miliknya berdenyut dan membuat tubuhnya menggelinjang hebat.










•••










Hari-hari berlalu dengan cepat.

Semua akhirnya kembali seperti semula.

Chika yang tadinya libur karena hamil dan melahirkan saat ini kembali bekerja, karena trauma dengan kehilangan baby Aaron sebelumnya dia dan Ara akan bergantian membawa putra mereka ke kantor masing-masing.

Zee dan Fiony, keduanya berakhir bersama dan hidup jauh.

Semuanya memiliki wajah bahagia.

You Are My Home (ChikaxAra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang