16

38.4K 5K 7
                                    

Vote dulu, baru baca✌

###

"Beritahu bibi Xera, Ashiel kembali tidak sadarkan diri!" Seab berteriak saat ia turun dari kereta.

Tiba di kamar Ashiel, Sean membaringkan tubuh kecil adiknya diatas tempat tidur. Wajahnya gusar, rambut dan pakaiannya juga acak-acakan.

"Tenanglah Sean, adikmu pasti baik-baik saja." Chasire yang tidak tega melihat sahabatnya dalam kekacauan, berusaha menghiburnya.

Pintu kamar dibuka dari luar, Xera, Xavier dan Lavina muncul dengan raut wajah yang tidak jauh berbeda dengan Sean. Lavina bahkan sudah menumpahkan air matanya. Ia bergerak menuju Ashiel kemudian menggenggam tangannya.

"Ashiel, bangun nak."

Xavier memegang kedua bahu istrinya berusaha membuatnya lebih tenang. "Biarkan Xera memeriksanya."

Xera segera memeriksa keponakan kecilnya. Bibirnya merapalkan sihir penenang dan pereda sakit. Ia menghela napas lega karena keponakannya kini baik-baik saja.

"Ashiel baik-baik saja sekarang. Tapi Sean, bukankah aku sudah memberimu ramuan untuk Ashiel jika hal seperti ini terjadi?" Ucapan Xera membuat semua orang menghela napas lega kemudian mengalihkan tatapan mereka pada Sean.

Sean menundukkan kepalanya. "Maaf, ini semua salahku. Sebelumnya Ashiel sudah kesakitan dan aku memberinya ramuan dari bibi. Seharusnya aku segera membawanya pulang, tapi aku membiarkan Ashiel berkeliling lebih lama. Maafkan aku." Satu sisi,  Sean merasa senang karena Ashiel juga senang berkeliling diluar sana. Tapi rasa sesal yang Sean rasakan lebih besar dari rasa senang itu.

"Tidak apa Sean, jangan menyalahkan dirimu." Xera menepuk pelan pundak keponakannya.

Xavier dan Lavina juga mengangguk setuju. Mereka yakin bahwa putra sulungnya pasti tidak bisa menolak keinginan adiknya.

"Apa yang terjadi dengan Ashiel?"

Chasire yang sedari memperhatikan keadaan mau tidak mau menyuarakan kebingungannya.

"Ashiel mengalami lonjakan mana" Sean menjawab dengan nada lirih namun masih terdengar.

Mata Chasire membelalak mendengar jawaban sahabatnya. Mengingat bahwa adik sahabatnya menghilang selama tujuh tahun, fakta bahwa Ashiel mengalami lonjakan mana pasti membuat sahabatnya begitu tertekan.

"Bagaimana bisa?"

Menghela napas, Sean mulai menjelaskan bahwa adiknya diculik kemudian diberi sihir penyamaran dan mana miliknya disegel. Itu sebabnya mereka tidak pernah menemukan adiknya.

Chasire turut bersedih atas peristiwa buruk yang menimpa sahabatnya. "Apa Lady Xera menemukan penawarnya?" Tanya Chasire yang dibalas gelengan pelan.

"Bibi hanya memberikan ramuan penekan rasa sakit dan penenang. Ashiel akan terus merasa seperti itu sepanjang hidupnya."

Ugh!

"Kepalaku pusing." Suara Ashiel begitu pelan namun masih terdengar.

Xera dengan cepat menaruh punggung tangannya di kening Ashiel, tidak lupa, ia juga memeriksa denyut nadi keponakannya.
"Apa yang kau rasakan sekarang? Bagian mana yang terasa sakit?" Tanya Xera bertubi-tubi.

"Bibi, sesak. Kepalaku juga sakit. Ugh!" Tangan kecil Ashiel memegang kepalanya yang berdenyut nyeri. Ia mendapati kekuarganya dan Chasire berada dikamarnya.

"Dimana itu?" Tatapan Ashiel mengedar kesana kemari mencari bungkusan kecil yang ia pegang saat berada diluar.

Sean mengerutkan keningnya heran. "Apa yang kau cari?"

"Inti monster. Dimana itu? Benda itu ditanganku sebelumnya." Jangan sampai benda itu hilang! Ashiel sudah bersusah payah mendapatkannya.

Chasire dan Sean menahan tawa melihat ekspresi kebingungan Ashiel sedangkan orang dewasa menatapnya heran. Mengapa Ashiel memerlukan inti monster?

"Jangan khawatir. Benda itu terjatuh saat kau pingsan lalu aku menyimpannya." Chasire mengeluarkan bungkusan kecil disakunya kemudian memberikannya pada Ashiel.

"Mengapa kau membiarkan adikmu membeli inti monster?" Xavier bertanya pada Sean.

"Aku tidak tahu ayah. Ashiel bilang dia menyukainya jadi aku membelikannya."

'Ashiel bahkan membeli pedang lusuh dan berkarat. Entah untuk apa.' Sean melanjutkan perkataannya dalam hati. Ia tidak ingin adiknya dimarahi oleh Xavier.

Xavier memijat pangkal hidungnya pelan. Ashiel hanya membeli inti monster dan membiarkan dirinya kesakitan beberapa kali? Baru kali ini ia merasa pusing mengurus seorang anak.

"Ashiel, lain kali kau bisa meminta pelayan untuk membeli apa yang kau inginkan. Saat ini kondisimu tidak cukup baik nak." Lavina memberi pengertian pada putra bungsunya yang diam-diam disetujui oleh semua yang mendengar.

"Tapi aku ingin keluar. Aku belum pernah keluar mansion dan pergi berkeliling."
Ashiel hanya baru mengetahui daerah kumuh, itupun ia agak lupa. Setidaknya ia ingin mengetahui tempat-tempat yang menjadi katar belakang novel yang ia baca.

Xavier menghela napas berat. Putra bungsunya baru ditemukan tidak lama ini, dan ia hanya menghabiskan hidupnya ditempat-tempat yang buruk. Mau tidak mau Xavier memaklumi keinginan Ashiel.

~•~•~•~

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang