56

22.5K 4K 166
                                    

Vote dulu sebelum baca✌

###

Astalan menyambut Ashiel dengan senyum hangatnya. Ia selalu merasa senang setiap kali menorehkan tinta untuk menyalin isi buku kuno, wakaupun isinya tidak se-menyenangkan itu.

Ashiel diikuti Luna dan Derian masuk ke ruangan Astalan. Ia duduk di kursi sementara Astalan membawa setumpuk kertas kosong, ia bersiap untuk kembali menyalin isi buku.

Luna dan Derian mengikuti Ashiel dan duduk di dekatnya.

"Tuan muda, berapa banyak yang akan aku salin sekarang?" Pendeta agung itu sudah memegang pena bulu.

"Semuanya."

"Ya? Tuan muda?" Astalan memastikan pendengarnya.

Ashiel menghela napasnya lalu membuka buku kuno yang akan ia salin. "Ayo cepat, kita tidak punya banyak waktu."

Astalan tampak terkejut. "Tapi, buku ini sangat besar! Aku tidak yakin apakah saya bisa menyalin semuanya dalam waktu yang singkat."

"Aku akan membantu. Jadi ayo, cepat." Ucap Ashiel. Astalan menuruti perkataannya. Ia terus menulis apa yang dibacakan oleh Ashiel.

Beberapa jam setelah itu, Astalan berhasil menyelesaikan salinan buku kuno tersebut. Selain tangannya yang mati rasa, wajahnya juga kini memucat mengingat apa yang ia salin. Luna dan Derian yang ada diruangan tersebut juga memiliki ekspresi serupa.

"Ini gila, kita sudah disibukkan dengan gelombang monster yang muncul. Jika monster yang tidak diketahui tingkatannya muncul, bukankah kekaisaran akan tamat?" Ucap Derian dengan gelisah.

"Itu sebabnya aku mengatakan bahwa kita tidak punya banyak waktu. Selain itu, akan rumit jika monster yang tidak diketahui tingkatannya dipengaruhi sihir hitam."

Luna menutup mulutnya mendengar perkataan Ashiel. Monster tingkat rendah saja sudah lebih kuat dari biasanya, bagaimana dengan ini?

"Sihir hitam?" Astalan satu-satunya orang yang tidak mengetahui kaitan sihir hitam dan monster diruangan itu.

"Sebelum kemari, kami berada di kamar tuan muda Sean yang terluka oleh monster. Kami berdiskusi dan menyimpulkan bahwa monster tingkat rendah saat ini dikendalikan oleh sihir hitam." Jelas Luna.

Astalan terdiam mendengar penjelasan Luna. Ini mengerikan. Belum lagi menurut buku kuno, gerombolan monster akan datang menyerang kekaisaran sesuai tingkatan mereka. Astalan memejamkan matanya dan berdoa pada dewi agar kekaisaran ini terlindungi.

"Aku harus kembali ke kuil dan meminta yang lainnya membuat salinan buku ini." Ucap Astalan dengan yakin.

Ashiel menatap Astalan. "Bagaimana cara kalian membuat salinan buku ini?" Ashiel memegang salinan buku kuno yang ditulis Astalan.

"Aku akan mengumpulkan para pendeta lalu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan tuan muda dan saya."

Menulis ulang? Astalan saja menghabiskan beberapa hari untuk menyalin buku ini.

Ashiel menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Kita bisa membuat salinannya dengan sihir."

"Sihir apa yang bisa membuat salinan?" Sela Derian. Ia juga ingin mempelajari sihir itu agar mempermudah pekerjaannya.

Ashiel mengangkat kedua bahunya acuh. Bibirnya merapal mantra, kemudian sebuah cahaya menyelimuti buku ditangannya. Tidak lama setelah itu, tumpukkan buku yang sama persis muncul memenuhi meja.

"I-ini, luar biasa." Astalan berucap kagum. Semantara Luna menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan kanan.

"Hei, bagaimana ini bisa terjadi?" Ucap Derian.

"Dengan sihir." Ashiel tersenyum puas sambil menatap buku-buku itu. Ia mengabaikan tatapan kagum dan kebingungan diruangan itu.

"Hei bocah! Beritahu aku bagaimana cara membuat salinan sebanyak itu dengan sihir?" Derian memberi tekanan pada suaranya semamtara Ashiel menatapnya dengan malas.

"Tidak mau. Wlee." Ucapnya sambil menjulurkan lidah.

"Ah! Kalau begitu, aku akan pergi ke istana dan membawa semua buku ini untuk dibagikan pada bangsawan lain." Astalan berusaha melerai keduanya saat melihat tatapan Derian yang menajam.

Tok tok tok

Seorang pelayan membuka pintu dari luar. "Permisi tuan muda kedua, maaf mengganggu. Lady Xera memanggil anda." Ucapnya sambil menundukkan kepala.

"Bukankah bibi akan pergi ke menara?" Tanya Ashiel heran, namun ia segera bangkit dari duduknya. "Aku akan menemui bibi, sampai jumpa." Ucapnya kemudian pergi meninggalkan ruangan Astalan.

"Bibi, aku akan masuk." Ucap Ashiel setelah mengetuk pintu. Ia mendapati bibinya sudah menunggu sambil meminum teh.

"Ashiel, duduklah." Ucap Xera yang segera dituruti Ashiel.

"Kaisar meminta bantuan dari menara untuk memeriksa artefak pelindung kekaisaran. Ada beda asing dan tulisan kuno pada benda itu. Aku ingat, kau bisa membacanya. Jadi aku memanggilmu."

Oh! Ashiel lupa bahwa artefak itu dioperasikan dengan komputer seperti dibumi.

"Bibi sudah memeriksanya?"

"Ya, walaupun monster tingkat rendah terus bermunculan, itu tidak terlalu menghalangi para penyihir. Artefak itu retak dan hampir hancur. Aku ingin membawamu untuk ikut memeriksanya." Ucap Xera panjang lebar.

Ashiel mengangguk pelan. Artefak itu harus segera diperbaiki dan diaktifkan ulang.

"Kapan bibi akan memeriksanya lagi? Aku akan ikut."

"Kita akan pergi besok, kau bisa mempersiapkan semuanya hari ini." Yah, lagi pula lebih cepat lebih baik.

"Kita memerlukan batu mana dengan jumlah banyak, bibi. Apa itu mungkin?" Buku kuno itu mengatakan bahwa diperlukan ratusan batu mana berkualitas tinggi untuk memperbaiki artefak. Memangnya kekaisaran memiliki sebanyak itu?

"Kekaisaran akan menyediakan dua ratus buah batu mana, sementara itu para bangsawan juga akan menyumbang. Menara juga akan memberi sekitar seratus batu mana. Apa itu cukup?"

Ashiel tidak langsung menjawab, ekspresinya tampak seperti tengah berpikir. "Mungkin itu cukup?" Ucap Ashiel dengan ragu. "Entahlah, kita belum mencobanya bibi." Buku itu hanya menulis 'ratusan' tanpa menjelaskannya.

Xera menyetujui perkataan keponakannya. Mereka tidak akan tahu jika belum mencobanya. "Baiklah, kita akan mencobanya besok. Kau bisa kembali, Ashiel."

Ashiel mengangguk lalu berjalan meninggalkan ruangan bibinya.

~•~•~•~

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang