Vote dulu, baru baca✌
###
Lavina membuka matanya lebih dulu dibandingkan Ashiel. Ia mendekati Sean yang menatapnya tanpa melakukan apapun.
"Aku minta maaf." Lavina memeluk Sean. Ia merasa bersalah karena sudah mengabaikan Sean setelah kehilangan Ashiel.
Sean menggeleng dalam pelukan ibunya. Lavina tidak salah, pelayan sialan itulah yang harus disalahkan. Selain menancapkan jarum berisi obat bius pada Lavina, pelayan itu juga menculik Ashiel dan membuat Lavina kehilangan kewarasannya.
"Ibu tidak salah. Jadi jangan menyalahkan dirimu, bu." Hibur Sean.
Lavina menerbitkan senyumnya. Sungguh, ia bersyukur karena memiliki Sean dan Xavier yang selalu disampingnya saat ia berada dalam keputus asaan.
Eugh
Lenguhan pelan dari sosok kecil diatas tempat tidur membuat Sean dan Lavina memusatkan pandangan mereka padanya.
"Ashiel, kau baik-baik saja? Katakan, apa kau merasa sakit?" Lavina menyerbu Ashiel dengan pertanyaan.
Ashiel yang masih mengerjapkan matanya, perlahan melihat semuanya dengan jelas. Ia masih berada di kamar Lavina. Ia juga ingat sempat merasa sesak dan sakit disekujur tubuhnya setelah Xera menghilangkan segel pembatas mana dan sihir penyamaran yang ada pada dirinya.
'Sakit sekali! Novel itu tidak menjelaskan bagaimana rasa sakit saat terjadi lonjakan mana.'
"Ashiel." Kali ini suara Sean terdengar.
Ashiel menatap sosok Sean dan Lavina yang terlihat khawatir. Ia tidak mendapati keberadaan Xavier dan Xera.
"Air."
Hanya itu yang bisa dia katakan. Sean membuat posisi Ashiel kini menjadi duduk kemudian Lavina memberinya segelas air dan membantunya untuk minum. Tenggorokannya sudah basah sekarang. Ashiel melayangkan tatapan bingung pada Lavina dan Sean.
'Ayo, berakting lagi!'
"Terimakasih, mm. Nyonya?" Ucap Ashiel kemudian menundukkan kepalanya sambil meremas tangan.
Ekspresi Lavina sedikit tersentak namun itu tidak bertahan lama. Ia mengusap pelan rambut Ashiel tanpa melepaskan senyumnya.
"Ashiel, kau putraku. Anak kandungku yang hilang selama tujuh tahun.""Aku anakmu?" Ashiel memiringkan kepalanya ke samping.
Lavina menggigit bibirnya menahan gemas. Walaupun tubuh Ashiel begitu kecil, kurus dan terlihat rapuh, wajahnya begitu menggemaskan.
"Benar! Jadi jangan memanggilku nyonya karena aku ibumu."
"Baik ibu." Ucap Ashiel dengan mudahnya. Lavina yang mendengar panggilan 'ibu' dari Ashiel kembali berkaca-kaca.
"Yah! Panggil aku seperti itu. Selalu panggil aku ibu." Suara Lavina terdengar bergetar namun bibirnya tersenyum senang.
Ashiel mengangguk mengiyakan. Tatapannya kini beralih pada Sean yang juga tengah menatapnya. "Apa kak Sean tetap kakakku? Aku tidak jadi diadopsi karena aku anak ibu." Mata violetnya tampak berbinar.
Sean mematung sesaat mendengar pertanyaan Ashiel yang menurutnya agak konyol. Ia menahan tawanya lalu memberi Ashiel pengertian.
"Aku tetap kakakmu, aku juga anak kandung ibu. Jadi kita saudara kandung."
'Aku tahu.'
Ucap Ashiel dalam batinnya. Tidak mungkin ia meneriakkan kata itu didepan Sean."Begitu yah." Ashiel mengangguk lucu.
"Baiklah, kakak!" Ashiel terdengar antusias membuat Sean dan Lavina tidak melepaskan senyumannya.
Sean tampak senang dipanggil kakak oleh Ashiel. Apalagi suara Ashiel terdengar lucu dan ceria. Sebagai kakak, Sean akan melindungi Ashiel. Ia tidak akan membiarkan adiknya mengalami hal yang tidak menyenangkan lagi.
~•~•~•~
Wuahh~ padahal belum lama publish, tapi udah dapet rank. Yaampunn, seneng banget!
KAMU SEDANG MEMBACA
Adik Protagonis Pria [END]
Fantasy#Story Transmigrasi Saat ia membuka mata, ia mendapati dirinya dalam tubuh anak kecil yang dikurung disebuah sel sempit. Sampai suatu hari, beberapa kesatria datang dan membawanya keluar dari tempat itu. ### ❗️UDAH END, TAPI JANGAN LUPA APRESIASI...