58

24.8K 3.7K 179
                                    


Vote dulu sebelum baca✌

###

Ashiel merasa tubuhnya seketika lemas membaca tulisan di dinding itu.

"Apa dia gila?" Tanpa sadar Ashiel menyuarakan pendapatnya. Ini pemerasan! Bagaimana cara transmigrator sebelumnya membuat artefak ini berguna? Apa zaman dulu di dunia ini dipenuhi batu mana?

Xera dan Sean menatsp Ashiel dengan raut khawatir. "Ada apa Ashiel?" Tanya Xera dan Sean secara bersamaan.

"Apa mungkin cahaya biru itu mengandung racun?" Tebak Xera. Bisa saja itu sihir yang dibuat untuk melindungi artefak dan membuat siapapun yang mendekatinya merasa lemas.

Ashiel menggelengkan kepalanya. "Bibi, aku melihat tulisan di artefak itu." Tulisan yang membuatnya merasa gila! Ashiel baru saja mendapatkan tambang batu mana. Bagaimana jika batu mana yang dikumpulkan bangsawan dan kaisar tidak cukup? Bagaimana jika Ashiel dipakaa untuk ikut menyumbang?

"Apa itu?" Tanya Xera.

"Disana tertulis, kita memerlukan setidaknya sembilan ratus sembilan puluh sembilan batu mana untuk memperbaiki dan mengaktifkan ulang artefak." Ucapnya yang membuat Xera terdiam.

"Sembilan ratus sembilan puluh sembilan?" Beo Sean yang dibalas anggukan oleh Ashiel. Tepatnya sembilan ratus sembilan puluh sih, Ashiel tiba-tiba berpikir untuk menyimpan sedikit batu mana untuk dirinya. Hanya sedikit!

Xera menatap artefak itu dan keponakannya secara bergantian. Tidak mungkin Ashiel berbohong. Hanya saja, sembilan ratus sembilan puluh sembilan batu mana bukanlah jumlah yang sedikit.

"Ashiel, apa yang harus kita lakukan dengan batu mana sebanyak itu?"

"Bibi, disana tertulis bahwa sembilan ratus sembilan puluh sembilan batu mana bisa mengaktifkan artefak dan memancarkan sihir pelindung selama seribu tahun." Jelas Ashiel. Tadinya ia tidak ingin mengatakan seberapa lama artefak itu bertahan, tapi demi keamanan tambang baru miliknya Ashiel terpaksa mengatakan itu.

Seribu tahun? Xera kembali memikirkan perkataan keponakannya. Untuk seribu tahun, kekaisaran harus memberikan batu mana sejumlah sembilan ratus sembilan puluh sembilan.

"Bagaimana caranya?" Tanya Sean.

"Disini ditulis, kita hanya perlu menyiapkan batu mana sesuai jumlah lalu artefak ini akan menyerapnya kemudian kembali memancarkan sihir pelindung." Ucap Ashiel sambil menatal artefak berupa dinding itu.

"Bibi, bukankah itu terlihat mudah? Kita hanya perlu menyiapkan sembilan ratus sembilan puluh sembilan batu mana." Ucap Sean pada Xera.

"Itu terlihat mudah. Tapi—" Xera menjeda kalimatnya. "Lebih baik kita kembali dan membicarakannya dengan yang lain." Ucap Xera mengalihkan pembicaraan.

Kedua adik dan kakak itu memberikan tatapan heran pada Xera namun mereka mengangguk mengiyakan.

Mereka kembali ke mansion Ailos dengan sihir Xera karena sebelumnya, mereka menggunakan kereta untuk memastikan bahwa gelombang monster sudah diatasi.

Tiba di mansion, mereka segera menuju ke ruangan Xavier.

"Salam lady Xera, tuan muda Sean, tuan muda Ashiel. Tuan sudah kembali dari istana dan berada didalam." Rien menyapa ketiganya sambil memberitahu keberadaan Xavier.

Xera dan Sean mengangguk singkat lalu memasuki ruangan Xavier.

"Terima kasih Rien!" Seru Ashiel lalu menyusul kakak dan bibinya.

Rien mengangguk walaupun tidak dilihat oleh Ashiel, ia kemudian menutup pintu ruangan Xavier lalu beranjak dari sana.

"Oh! Salam lady Xera, tuan muda Sean dan tuan muda Ashiel." Sapa Astalan yang juga berada diruangan Xavier.

"Kupikir butuh waktu lama untuk memeriksa artefak." Ucap Xavier.

Xera, Sean dan Ashiel duduk di satu kursi yang menampung ketiganya. Sebelum berbicara, Xera menghela napasnya. "Artefak itu memiliki sihir yang menampilkan tulisan dengan huruf kuno. Ashiel kemudian membacanya dan yah, cukup mudah mengaktifkan ulang artefak itu."

Astalan memasang senyum hangatnya setelah mendengar perkataan Xera dengan seksama. "Luar bisa! Seandainya tidak ada tuan muda Ashiel, kita akan kesulitan mengetahui bagaimana cara mengaktifkan ulang artefak itu." Ucapnya tanpa melepas senyum.

Lain dengan Astalan, Xavier merasa kembarannya tengah meragukan sesuatu. "Lalu apa masalahnya?"

Xera menatap Ashiel sebelum melanjutkan. "Kita memerlukan seribu batu mana untuk mengaktifkan ulang artefak itu. Tepatnya sembilan ratus sembilan puluh sembilan."

"I-itu jumlah yang banyak." Ucap Astalan dengan terbata. Para pendeta memang tidak menggunakan batu mana karena sebagian besar dari mereka diberkahi kekuatan suci. Walaupun begitu, mereka tahu, batu mana berkualitas tinggi bukanlah hal yang mudah didapat.

"Jumlahnya bukan masalah, kita bisa mengumpulkannya dengan cepat karena bangsawan lain juga akan menyumbang. Hanya saja, apakah mereka akan memberikannya dengan mudah?" Xera melipat kedua tangannya.

"Bibi benar. Disini hanya aku orang terpilihnya, kalian mungkin mempercayaiku, tapi bagaimana dengan yang lain?" Seorang anak sekitar sepuluh tahun mengatakan bahwa ia memerlukan seribu batu mana untuk kekaisaran? Bukankah itu tampak seperti lelucon?

(Ashiel 9 lebih ygy. Anggap aja sekarang hampir sepuluh.)

"Ah! Ayah, bagaimana pertemuan kali ini? Apa pendeta agung membagikan salinan buku itu?" Tanya Ashiel mengalihkan pembicaraan.

"Aku sudah membagikan buku itu pada semua bangsawan." Balas Astalan.

"Yah, semuanya tampak gelisah. Kurasa kau tidak perlu khawatir Ashiel, mereka pasti akan memberikan batu mana sesuai jumlah. Tidak ada yang bisa diharapkan mereka selain ini." Tambah Xavier yang membuat Ashiel diam-diam bersorak senang.

Tambangnya aman sekarang!

###

Di perbatasan setelah Xera, Sean dan Ashiel kembali ke mansion.

Gabungan kesatria kekaisaran dan kesatria milik bangsawan yang ditempatkan di perbatasan kini tengah berkumpul dan beristirahat.

"Monster sialan itu sangat berbeda dari biasanya! Mereka lebih kuat." Ucap salah satu kesatria kekaisaran. Ia mengusap peluh di dahinya lalu membuka tutup botol ramuan kemudian meminumnya hingga tak tersisa.

Biasanya, mereka menghabiskan satu botol untuk satu hari. Sekarang, entah berapa puluh botol ramuan yang mereka minum karena banyaknya monster yang berdatangan, begitu menguras tenaga.

"Kau benar, kita bisa mati kapan saja jika terus berada disini." Balas salah satu temannya.

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Hanya berdiam diri dan pasrah saat diserang monster?" Kesatria lain menyela.

Para kesatria yang kelelahan itu terus berdebat hingga sebuah getaran kecil terasa.

"Apa itu? Apa kau merasakannya?"

"Itu hanya sebuah getaran, tidak ada hal lain."

Para kesatria itu mengabaikan getaran yang sempat mereka rasakan. Semuanya memilih untuk memulihkan stamina mereka.

Tanpa mereka sadari, getaran kecil yang mereka rasakan itu berasal jauh dari dalam hutan.

~•~•~•~


Semangat puasanya bestie!


Aku sendiri ngakak sama komen kalian di ch sebelumnya🤣🤣

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang