Vote dulu sebelum baca✌
###
Note : tidak terasa sudah empat puluh satu ch. Wew!
###
Ashiel kini terengah karena berlari mengelilingi lapangan latihan. Pagi tadi, Xavier mengatakan bahwa ia akan mengajari Ashiel berlatih pedang secara langsung. Bibinya Xera juga sudah dihubungi untuk mengajarinya sihir.
Xavier juga mengatakan bahwa ia sudah menangkap pelaku penyerangan Ashiel. Mereka digantung hidup-hidup di menara, dibiarkan kelaparan dan dilempari batu oleh warga yang kesal karena kejahatan mereka.
Awalnya, Xavier ingin membunuh mereka tapi urung setelah mengingat putranya yang menderita karena ulah mereka. Biarkan saja mereka hidup, lagipula hidup mereka tidak akan bahagia.
"Terimakasih Luke." Ashiel menegak habis air putih yang diberikan pelayannya. Ia baru saja mengelilingi lapang ini sebanyak satu putaran tapi kaki pendeknya sudah gemetar kelelahan.
"Sama-sama tuan muda. Kerja bagus." Luke memberi tepuk tangan atas pencapaian Ashiel.
'Kerja bagus apanya! Bahkan anak-anak lain didunia ini yang seusiaku sudah mahir menggunakan pedang.'
Ashiel sudah tertinggal jauh, jadi ia harus menyusul.
"Setelah ini ayah saya akan mengajari anda etiket dan tatakrama. Saya akan membantu anda berganti pakaian."
Ahhh, tidak!
'Aku hanya ingin guru untuk membaca, tapi mengapa sekarang aku harus menghadiri beberapa kelas? Etiket, tatakrama, sejarah, apalah itu?'
Ashiel merasa menyesal, mengapa menjadi bangsawan serumit ini? Ia kan anak kedua, bukan penerus?
Ashiel tidak tahu saja bahwa Xavier sudah melakukan sesuatu, ia meringkas jumlah pelajaran dan mengurangi tekanan saat berlatih pedang.
"Mari tuan muda." Luke membimbing Ashiel yang sudah mengganti pakaian latihannya menuju ruang belajar. Ia dapat melihat Rien sudah menunggu dikursi dengan tumpukan buku diatas meja.
Ashiel meneguk ludahnya. Ia tidak harus memperlari semuanya seharian ini kan?
Rien tersenyum ramah saat tuan muda keduanya memasuki ruangan. "Silahkan duduk, tuan muda."
"Umm! Ya." Ashiel mengangguk lalu duduk dikursi yang disediakan. Entah mengapa tatapan Rien selalu membuatnya gugup seolah ia dapat menembus pikiran Ashiel.
Rien mengambil salah satu buku dengan sampul berwarna merah. Buku itu bertuliskan sejarah kekaisaran Agloria. "Saya mendengar bahwa anda sudah belajar membaca dengan tuan muda Sean?" Tanya Rien.
"Ya, aku sudah bisa membaca! Ini berkat kakak!" Masa bodoh, Ashiel akan bertingkah imut dihadapan pria yang lebih tua beberapa tahun dari ayahnya ini.
Rien memalsukan batuk melihat ekspresi Ashiel yang begitu menggemaskan. Tahan, ia tidak mungkin mencubit pipi berlemah itu.
"Baiklah, untuk sekarang lebih baik anda mengetahui tentang kekaisaran ini, kemudian wilayah Ailos, lalu beralih ke benua ini." Rien menyerahkan buku bersampul merah itu pada Ashiel.
"Aku harus membacannya?" Tanya Ashiel dengan wajah polos.
Rien tersenyum sebelum menjawab. "Anda harus menghapalnya."
Raut wajah Ashiel seketika berubah kesal mendengar perkataan Rien. Apa kejam? Tiran? Jahat? Bagaimana bisa dia meminta seorang anak berusia sepuluh tahun kurang untuk menghapal satu buku tebal?
"Saya akan memberi anda waktu selama sehari dan besok, saya akan menguji anda." Tambah Rien yang membuat Ashiel membuka mulutnya terperangah.
Satu hari, menghapal satu buku? Selamat datang dineraka.
###
Zeano terdiam dikursi kebanggaannya. Matanya menghitam karena ia tidak tidur. Ada dua hal yang amat sangat mengganggunya saat ini.
Yang pertama : Kalung, atau artefak keluarganya yang sekarang ada ditangannya ternyata sebuah benda yang merekam dan menyimpan banyak informasi mengenai keberadaan harta benda peninggalan leluhurnya. Zeano amat sangat bersyukur karena Ashiel menemukan artefak itu, ia juga memberikannya dengan mudah. Walaupun Zeano harus mengucap sumpah.
Zeano diberitahu oleh ayahnya, untuk menggunakan artefak itu, ia harus meneteskan darahnya. Dan benar saja, setelah darahnya menetes di artefak itu, cahaya putih menyilaukan mulai keluar kemudian menampilkan rekaman yang disimpan didalamnya.
Yang kedua : Pedang lusuh dan berkarat yang Ashiel berikan untuk dipoles., ternyata pedang elf legendaris yang dicari banyak orang. Bagaimana bisa anak itu memilikinya? Apa ia benar-benar mengetahui bahwa pedang itu merupakan pedang elf legendaris? Jika tidak, Ashiel tidak akan memeluk erat pedang itu sambil mengatakan bahwa pedang itu berharga.
"Pandai besi yang aku temui merupakan seorang kurcaci yang sudah hidup lama. Kurcaci itu mengatakan bahwa pedang yang saya bawa merupaka pedang elf legendaris. Pedang yang sangat tajam dan juga tipis." Vyn, bawahannya memberitahu Zeano setelah ia kembali dari pandai besi.
Ingatannya kembali mengingat saat Ashiel memelototi dirinya yang mengatakan bahwa pedang itu jelek. Apa mungkin anak itu benar-benar mengetahui bahwa pedang itu pedang elf?
Zeano kini terdiam. Sebagai pemilik guild informasi, ia amat sangat mengetahui betapa berharganya pedang elf legendaris. Bisakah Zeano menukar pedang itu? Tapi ia sudah bersumpah.
Zeano merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya ia bersumpah tanpa berpikir panjang? Dimana otaknya saat itu? Yah, tapi daripada melukainya demi mencuri artefak, ini lebih baik. Entah dorongan darimana ia melakukan hal ini. Yasudah lah.
Zeano menarik napas kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Lupakan soal pedang, aku sudah memiliki artefak yang selama ini dicari keluargaku." Benar, Zeano harus melupakan pedang itu. Lebih baik ia mengunjungi tempat-tempat yang ditunjukkan oleh artefak itu.
Vyn menunduk dan mendengarkan tuannya dalam diam. Beberapa hari terakhir ini, tuannya begitu tertarik dengan tuan muda kedua Ailos. Ia bahkan mengintainya secara langsung tapi tidak melakukan apa-apa. Vyn seketika penasaran, apa yang dimiliki tuan muda kedua Ailos itu?
"Kapan pandai besi menyelesaikan pekerjaannya?" Tanya Zeano. Tangannya bergerak memakai kalung berbentuk bintang itu dilehernya.
"Kurcaci itu mengatakan bahwa ia bisa menyelesaikannya dalam waktu satu minggu." Balas Vyn.
Zeano mengangguk ringan. Ia berharap, Ashiel tidak meminta sesuatu yang begitu sulit padanya.
~•~•~•~

KAMU SEDANG MEMBACA
Adik Protagonis Pria [END]
Фэнтези#Story Transmigrasi Saat ia membuka mata, ia mendapati dirinya dalam tubuh anak kecil yang dikurung disebuah sel sempit. Sampai suatu hari, beberapa kesatria datang dan membawanya keluar dari tempat itu. ### ❗️UDAH END, TAPI JANGAN LUPA APRESIASI...