21

36.7K 4.8K 169
                                    

Vote dulu, baru baca✌

###

Note : Tau story ini darimana? Dari tag, atau nemu sendiri? Kalo nemu sendiri, keywordnya apa?

###

Sean dengan senang hati mengajari adiknya belajar membaca dan menulis. Ia mengambil sebuah kertas lalu mencelupkan pena bulu kedalam tinta.

"Perhatikan ini. Aku akan menulis huruf-huruf dan memberitahumu cara membacanya."

Goresan tinta itu membentuk huruf-huruf asing yang berbeda dengan huruf dari bumi diatas kertas. Ashiel memperhatikan dengan seksama. Raut wajahnya yang fokus itu tampak menggemaskan dimata Sean.

Berkat kemampuan mengingatnya, Ashiel dapat belajar dengan cepat. Ia mencoba mengulangi perkataan Sean saat kakaknya menunjuk huruf-huruf tersebut. Ashiel juga meniru tulisan Sean dikertas walaupun tulisannya tampak miring dan tidak rapih.

"Kakak, apa ini sudah benar?" Ashiel menunjukkan kertas yang berisikan namanya.

Sean menahan tawa melihat tulisan adiknya yang kecil dan bergelombang. Walaupun begitu, ia bisa membacanya. Tangannya kembali mengelus rambut adiknya. "Ini sudah benar. Kau begitu pintar." Puji Sean dengan tulus. Ia tidak mengira bahwa adiknya akan belajar secepat ini.

Ashiel tampak senang dengan pujian Sean, hidung dan ujung telinganya tampak memerah.

'Hei, apa ini naluri seorang anak? Bagaimana aku bisa sesenang ini saat mendapat pujian?' Gerutu Ashiel dalam batinnya.

"Aku akan memberitahu ayah untuk mengundang guru. Kau mungkin bisa menghadiri kelas sekarang." Sean berpikir Ashiel akan mengejar pendidikan dengan cepat. Adiknya bahkan bisa membaca dan menulis dalam waktu kurang dari tiga jam.

"Apa aku akan mendapat guru pedang? Tapi aku juga ingin belajar sihir." Ashiel mengetuk dagunya dengan jari telunjuk. Tatapannya bergerak kesana kemari seolah ia sedang berpikir keras.

Sean tidak tahan melihat adiknya yang tampak menggemaskan itu. Ia mencubit pelan kedua pipi Ashiel. Ingin sekali ia menarik gumpalan lemak kecil itu hingga melebar namun urung karena Sean tidak ingin adiknya menangis.

"Kakak, lwepwaskwan." Ashiel menggelengkan kepalanya. Ia menutup kedua pipinya dan segera menghindari Sean. Bukannya bersedih, Sean malah tertawa kecil, apalagi setelah melihat raut wajah adiknya yang cemberut.

"Maaf, kemarilah. Kita akan menemui ayah." Ucap Sean dengan tampang menyesal. Ia mengulurkan kedua tangannya pada Ashiel kemudian membawa adiknya kedalam gendongan lalu menemui Xavier.

###

Xavier dan Lavina tengah berduaan diruangan milik Xavier. Berkat kehadiran Ashiel, Lavina juga perlahan kembali seperti semula. Awalnya ia menangis merenungi kesalahannya yang terlalu lalut dalam kesedihan hingga melupakan dua orang berharga lainnya yang selalu disisinya.

Xavier tentu tidak mempermasalahkan itu, ia sudah sangat senang dengan kembalinya Ashiel dan juga kewarasan Lavina. Daripada bersedih karena masalalu, lebih baik ia memulai kembali semuanya dari awal.

Lavina juga sudah mulai menjalankan tugasnya sebagai Marciones Ailos. Beberapa pelayan kepercayaannya begitu senang mengetahui bahwa nyonya mereka sudah kembali.

"Maafkan aku dan terimakasih karena kau tidak membuangku." Suara Lavina terdengar bergetar. Ia menutup mulutnya menahan tangis.

Xavier menggelengkan kepalanya. Ini bukanlah kesalahan istrinya. "Berhenti meminta maaf, semua ini bukan salahmu." Xavier memeluk tubuh kecil istrinya. Ia membiarkan Lavina menumpahkan tangis agar istrinya merasa lega.

"Dengar, Ashiel sudah bersama kita sekarang. Lonjakan mana yang dialaminya juga sudah diatasi. Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan." Hibur Xavier. Kedua ibu jarinya mengusap air mata dipipi Lavina.

Lavina mengangguk pelan. Ia kembali memeluk suaminya yang sudah lama ia abaikan. Ia bersyukur karena memiliki Xavier sebagai suaminya.

Tok tok tok

Pintu yang terbuka dari luar setelah suara ketukan itu terhenti membuat Lavina dan Xavier menoleh.

Sean membawa Ashiel masuk kedalam ruangan Xavier setelah ia mengetuk pintu. Ia berjalan mengampiri orang tuanya kemudian duduk dihadapa mereka.

Lavina menyambut mereka dengan senyuman sementara Xavier mengerutkan keningnya. Untuk apa kedua anaknya kemari?

"Ayah, kakak bilang aku bisa mendapatkan guru!" Sebelum Xavier bertanya, Ashiel sudah berkata dengan antusias.

Xavier terdiam sesaat, jika itu Sean, ia memang sudah mengambil pendidikan sejak usia lima tahun. Berbeda dengan Sean, Ashiel bahkan tidak merasakan kehidupan yang baik selama masa kecilnya. Xavier ingin membesarkan Ashiel dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan Sean.

"Apa kau yakin, Ashiel? Kau bisa bermain dulu sepuasnya." Xavier bertanya untuk memastikan.

Ashiel mengangguk yakin.

"Aku sudah bisa membaca dan menulis, kakak yang mengajariku." Lanjutnya yang membuat Xavier dan Lavina menatap Sean untuk memastikan.

Sean mengangguk sebagai jawaban.

Xavier menghela napanya. Mau tidak mau ia harus menuruti kemauan putra keduanya. Lavina menampilkan senyum lembut pada kedua putranya. Ia merasa bangga karena memiliki Ashiel dan Sean.

"Baiklah, aku akan mencari guru untukmu. Paling cepat minggu depan." Xavier harus memilah orang-orang yang akan mengajari putra keduanya nanti. Ia tidak ingin peristiwa dimasalalu kembali terulang.

Ashiel mengepalkan tangannya dan menggumamkan kata 'Yes' setelah mendengar keputusan Xavier.

~•~•~•~

WOY LAHH! OMG!
MAKASI LOH, BUAT SEMAUANYA. INI BEBERAPA RANK NYA TINGGI-TINGGII😭

 INI BEBERAPA RANK NYA TINGGI-TINGGII😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

27-02-2023

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang