17

38.6K 5.2K 52
                                    

Vote dulu, baru baca✌

###

Xera merasakan ada yang aneh pada Ashiel. Ia menatap keponakan dan inti monster ditangannya secara bergantian. Anehnya, wajah keponakannya tidak begitu pucat setelah memegang inti monster.

"Ashiel, boleh kupinjam sebentar?" Xera terus menatap inti monster ditangan Ashiel.

'Bibi pasti merasakan hal yang jangal'

"Tidak mau! Bibi bisa membelinya sendiri." Ashiel tentu berseru senang dalam hati. Namun ia bertingkah seolah-olah takut kehilangan inti monster tersebut.

"Ashiel, biarkan bibimu meminjamnya sebentar." Lavina membujuk Ashiel dengan tatapan lembutnya.

Ashiel menggeleng keras, ia kini memeluk inti monster itu. "Tidak mau ibu, aku mendapatkan ini dengan susah payah."

"Tidak apa Lavina, jangan memaksanya." Xera melihat tatapan Lavina kini menjadi lebih santai. Lagipula itu hanya inti monster. Ia bisa meminta pelayannya untuk membeli benda tersebut. Xera hanya ingin menggoda keponakan keduanya. Sungguh menggemaskan melihat anak itu memeluk inti monster yang tidak begitu besar.

Tatapan Xera kembali berubah saat ia menggunakan sihirnya agar inti monster itu tidak berbahaya bagi keponakannya.

Mana milik Ashiel tampak stabil saat ia memegang inti monster itu. Wajahnya juga tampak lebih cerah dari sebelumnya.

'Inti monster biasanya menyerap mana siapapun yang memiliki mana. Sementara Ashiel—' Mata Xera melebar saat semuaya disimpulkan. Ia menggelengkan kepalanya setelah itu. Tidak mungkin inti monster tingkat rendah itu memiliki manfaat yang tidak pernah ia pikirkan.

'Apa mungkin?' Xera kembali membatin. Jika benar apa yang ia pikirkan, itu berarti keponakannya sangat beruntung karena ia sendiri yang menemukan metode untuk mengatasi lonjakan mana miliknya.

Tidak ada cara lain untuk memastikan. Xera merebut paksa inti monster ditangan Ashiel kemudian memperhatikan mana milik keponakannya.

"Bibi! Mengapa kau mengambilnya? Kembalikan itu. Itu milikku bibi." Ashiel terkejut dengan tindakan Xera yang begitu tiba-tiba. Dalam hati ia merasa senang karena bibinya seorang penyihir hebat.

"Bibi, tolong kembalikan inti monster itu pada Ashiel." Sean memohon untuk adiknya.

Kedua mata Ashiel kini berkaca-kaca. Ia melihat ibu dan ayahnya yang sepertinya tidak dapat mengerti tindakan Xera.

"Ibu, bibi mengambilnya. Sebelumnya bibi mengatakan tidak apa-apa. Mengapa ia mengambilnya sekarang? Ayah, bibi... Mengambilnya..." Ashiel terisak dalam pelukan Lavina. Sesak yang ia rasakan sebelumnya kini kembali terasa. Wajahnya juga kembali pucat.

"Xera, berhenti menggoda Ashiel." Lavina memperingati kembaran suaminya.

Lain dengan Lavina yang memperingati kembarannya, Xavier sepertinya mengetahui apa yang dilakukan Xera. Apalagi saat netra kembarannya berubah warna, ia yakin Xera pasti menemukan sesuatu. Walaupun ia akan menanggung kemarahan istrinya nanti.

"Ibu... Hah... Itu... Milikku... Bibi–" Ucapan Ashiel terdengar putus-putus. Ia mengeratkan pelukannya pada Lavina.

'Ugh! Ini sakit. Bibi, cepat kembalikan inti monster itu. Kumohon! Tolonglah mengerti, kau bisa meneliti inti monster yang lain. Cepat berikan itu padaku bibi!' Ashiel berteriak dalam hati karena nyatanya, jangankan berteriak, ia bahkan tidak bisa berbicara dengan jelas saat ini.

Ashiel seketika menyesal tidak memegang inti monster itu dengan erat. Seharusnya ia memegangnya lebih erat lagi agar tidak bisa diambil Xera. Tidak– seharusnya ia membeli dua!

Tidak kunjung mendapatkan inti monster itu kembali, kesadaran Ashiel kini berada diujung. Pada akhirnya ia tidak dapat mendengar apapun lagi dan semuanta menjadi gelap.

###

Merasakan pelukan Ashiel perlahan mengendur, Lavina membelalakkan matanya karena Ashiel kembali tidak sadarkan diri.

"Xera, apa yang kau lakukan? Ashiel kembali tidak sadarkan diri. Ashiel, bangunlah nak. Akan ibu belikan inti monster lebih banyak dari sebelumnya." Lavina lagi-lagi menangis sambil memeluk putra keduanya.

Xera dengan gugup menatap Lavina. Ia merasa bersalah karena membuat keponakan menggemaskannya kembali tidak sadarkan diri. Tapi ia senang sekarang. Apa yang ditemukan keponakannya benar-benar akan mengubah sejarah.

Xera tersenyum canggung lalu membuat keponakannya yang tidak sadarkan diri menggenggam kembali inti monster miliknya, Ashiel perlahan kembali bernapas dengan normal seolah-olah apa yang ia alami tidak pernah terjadi. Ia juga merapalkan mantra tidur karena sekarang kondisi Ashiel shdah stabil. Sekarang, Xera melihat Lavina yang melayangkan tatapan permusuhan.

"Maafkan aku, tapi aku berjanji setelah ini keponakanku tidak akan lagi merasa kesakitan." Xera berkata dengan senyum yang tidak luntur. Ia, Xavier dan Lavina sudah berteman sejak kecil, itu sebabnya ia tahu bagaimana cara mengatasi tatapan permusuhan dari teman sekaligus iparnya ini.

Xavier mengerutkan keningnya, begitu juga Sean dan Chasire.

"Apa maksudmu?" Tanya Xavier yang terdengar kesal. Kembarannya sangat senang bebasa-basi.

"Sepertinya keponakanku sangat beruntung. Ia menemukan sendiri metode untuk menekan mananya yang melonjak."

Lavina memberikan tatapan heran pada Xera sekarang. Setelah membuat anak keduanya menangis, ia tiba-tiba mengatakan bahwa Ashiel beruntung?

Sean penasaran, tapi ia yakin bibinya akan segera berbicara.

Sementara itu, Chasire menatap Xera dengan tidak sabar. Dalam batinnya ia bersyukur karena mengikuti sahabatnya. Ia akan mendapatkan informasi baru secara langsung. Ia juga turut senang, Sean mungkin tidak akan lagi merasa sedih karena lonjakan mana yang dialami adiknya.

"Aku melihat aliran mana Ashiel tampak stabil saat ia memegang inti monster itu dengan erat. Itu sebabnya aku merebutnya dengan paksa karena aku ingi memastikan. Hah, benda yang ia anggap menarik benar-benar menyelamatkan nyawanya sekarang." Xera tertawa kecil. Menyadari bahwa inti monster tingkat rendah bahkan akan sangat berguna seperti, ia menggelengkan kepalanya.

"Ibu... Inti monster..." Ashiel bergumam dalam tidurnya.

Perkataan Xera membuat semua orang mendesah lega. Lavina kembali menangis, namun kali ini tangisan haru yang keluar. Ia benar-benar bersyukur karena putranya tidak akan lagi tersiksa karena lonjakan mana.

Xavier juga diam-diam bersyukur karena ia memberi izin pada Ashiel untuk keluar walaupun ia merasa tidak berguna. Siapa sangka, anaknya dapat menemukan solusi untuk tubuhnya sendiri.

Perasaan senang juga dirasakan oleh Sean. Kini adiknya bisa hidup seperti anak-anak lain seusianya.

Lain dengan mereka, Chasire menatap Ashiel dengan tatapan yang sulit diartikan.

~•~•~•~

Nah loh, Chasire kenapa?

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang