53

25.1K 4K 54
                                    

Vote dulu sebelum baca✌

###
Note : aku kadang ngasih pengumuman di wall yaa. Jadi kalo aku ga up/gaada kabar, bisa cek profil.
###

Richard duduk diatas tahtanya dengan wajah tegang. Putranya baru saja menyampaikan hasil diskusinya bersama beberapa orang di wilayah Ailos. Gerombolan monster yang menyerang kekaisaran secara bersamaan kemarin ternyata disebabkan oleh rusaknya artefak yang memancarkan sihir pelindung bagi kekaisaran. Hal itu diketahui setelah Ashiel de Ailos ditetapkan sebagai orang terpilih. Ia membaca buku kuno dengan mudah dan menyampaikan bahwa buku kuno yang dibawa Astalan merupakan buku yang berisi kelemahan monster dibalik sihir pelindung.

Richard mengangkat alisnya. "Ashiel ya? Kupikir Sean yang akan menjadi orang terpilih. Apa buku kuno itu bisa dipercaya?"

"Tentu ayah, kita bisa mempercayai Ashiel dan buku kuno itu." Ucap Reinhart dengan mantap.

Setelah merenung sejenak, Richard memutuskan untuk memanggil semua bangsawan di kekaisaran untuk menghadiri rapat darurat. Setelah semua orang berkumpul, Richard memulai pembicaraan.

"Kami telah menerima laporan bahwa monster-menyerang kekaisaran." Kata Richard dengan suara serius.

"Tidak hanya di satu wilayah, namun seluruh kekaisaran mendapatkan serangan dari para monster. Penyebabnya hanya satu, artefak yang melindungi kekaisaran mulai meredup."

Ucapan Richard seketika membuat ruangan begitu hening. Semua orang menyadari bahwa selama ini mereka hidup dengan damai karena monster diluar sihir pelindung tidak pernah menerobos masuk. Hari ini mereka mendengar kabar yang sangat buruk. Artefak yang meredup saja sudah membuat kerusakan seperti ini. Bagaimana jika artefak itu benar-benar rusak? Mereka tidak pernah berani membayangkan hal itu.

"Yang mulia, apa yang harus kita lakukan?"

Count  Jemison, salah satu bangsawan bertanya dengan suara bergetar. Puluhan warganya mati karena serangan monster tingkat rendah, ia memiliki wilayahnya yang cukup dekat dengan perbatasan.

Bangsawan lain juga menanyakan hal yang sama namun tidak berani menyuarakan. Seakan-akan mereka pasrah dengan keadaan, mengingat bahwa kekaisaran dikelilingi hutan yang dipenuhi monster.

"Kita akan mengerahkan pasukan untuk menjaga perbatasan, aku juga akan mengirim penyihir ke tempat dimana artefak itu berada untuk memperbaikinya."

"Yang mulia, perbatasan adalah tempat yang saat ini dipenuhi monster. Bagaimana kita bisa memperbaiki artefak itu?" Salah satu bangsawan bergelar Vicount mengajukan pertanyaan.

"Saat ini perbatasan dipenuhi monster tingkat rendah dan kita masiu bisa mengatasinya. Setidaknya kita bisa mengetahui seberapa besar kemungkinan untuk memperbaiki artefak itu."

Benar, saat ini kekaisaran diserang monster tingkat rendah dan itu masih bisa diatasi para bangsawan walaupun memakan banyak korban. Artefak itu seharusnya tidak mengalami kerusakan yang begitu parah.

Para bangsawan diruangan itu menatap satu sama lain lalu mengangguk mengiyakan perkataan Kaisar. Mereka yang memiliki wilayah didekat perbatasan diam-diam bersyukur karena penyebab munculnya gelombang monster itu sudah ditemukan.

"Baiklah, kalian boleh pergi. Marquis Ailos, ikut aku." Ucap Kaisar kemudian berlalu diikuti Xavier. Ada beberapa hal yang perlu ia bicarakan dengannya.

"Permisi yang mulia, apa yang ingin anda bicarakan?" Xavier duduk di kursi yang berhadapan dengan Richard.

Richard mendengus pela sambil menuangkan teh kedalam cangkir lalu memberikannya pada Xavier. "Kau tidak pernah berubah. Padahal kita dekat saat di akademi dulu." Ucap Richard lalu menyesap teh miliknya.

"Peraturan berbicara nonformal hanya berlalu di akademi, dan kita tidak sedang di akademi, yang mulia." Xavier menjawab dengan tegas. Lagipula ia tidak merasa dirinya sedekat itu dengan Richard. Mereka hanya kebetulan berada di asrama yang sama.

Richard menghela napasnya. Xavier sangat kaku dalam pertemanan, baiklah, tidak masalah jika ia tidak dianggap temannya.

"Aku memanggilmu kemari karena Reinhart mengatakan bahwa putra bungsumu merupakan orang terpilih. Apa kesatria yang ia kirim cocok dengan putramu? Atau kau ingin menggantinya?" Richard bertanya dengan wajah serius sekarang.

"Terimakasih karena sudah mengirim mereka, putraku tidak mengeluh. Ngomong-ngomong, apa fakta ini diketahui banyak orang?"

Richard menggelengkan kepalanya. "Tidak, hanya aku dan Reinhart yang mengetahuinya."

Xavier mengangguk ringan. Ia juga meminum teh yang dibuat Kaisar.
"Kita harus mendapatkan ratusan batu mana untuk memperbaiki artefak itu. Ashiel bilang, setelah monster tingkat rendah, giliran monster tingkat tinggi yang akan menyerbu kekaisaran."

"Apa buku itu mengatakan kapan tepatnya monster tingkat menengah tiba?" Tanya Reinhart dengan cemas. Monster tingkat rendah saja sudah meresahkan, apalagi tingkat menengah.

"Tidak." Richard terdiam sejenak, ia sudah terbiasa dengan jawaban Xavier yang begitu tegas dan dingin. Namun, ia tidak mau menyerah begitu saja.

"Apa Ashiel belum membaca seluruh halaman buku itu?"

"Tentu saja belum, kegiatan putraku bukan hanya membaca saja. Belum lagi itu buku kuno." Xavier menjawab dengan nada sinis. Dia pikir, hanya karena putranya bisa membaca tanpa kesulitan, Ashiel harus terus menerus membaca buku itu?

Richard mengerjapkan matanya. Ia kemudian menarik napas dalam-dalam menahan diri untuk tidak memukul kepala Xavier. Teman se akademinya ini selalu menyebalkan!

###

Ashiel duduk di depan Xera, bibinya yang juga seorang penyihir berpengalaman. Di atas meja di depan mereka terdapat sebuah buku tebal yang berisi ajaran sihir yang rumit.

"Ashiel, pertama-tama kita akan mulai dengan belajar dasar-dasar sihir." Kata Xera dengan suara lembut.

Ashiel mengangguk, menunjukkan bahwa ia siap untuk belajar. Xera membuka buku tebal tersebut dan menunjukkan gambar-gambar serta simbol-simbol sihir yang ada di dalamnya.

"Yang pertama kali harus kamu pelajari adalah bagaimana mana." Jelas Xera.

Ashiel mencoba mengikuti instruksi bibinya dan mengalirkan energi sihir ke dalam tubuhnya. Namun, ia masih kesulitan dan merasa lelah.

Xera mengambil batu seperti kristal berukuran kecil dari sakunya dan memberikannya pada Ashiel. "Cobalah gunakan ini untuk membantu mengalirkan mana milikmu." Ucap Xera.

Ashiel mengambil batu mana itu dan merasakan energi yang kuat dan menyegarkan mengalir ke dalam tubuhnya. Ia merasa lebih mudah untuk mengontrol dan mengalirkan energi sihirnya.

"Baik sekali! Sekarang, mari kita coba mempraktikkan mantra sihir yang sederhana." Xera tampak kegirangan melihat keponakannya belajar dengan cepat.

"Bibi, aku pernah mencoba sihir air dan api di kamar." Ucap Ashiel dengan wajah yang sedikit memerah. Ia mengingat kembali saat dimana ia membakar gorden lalu membuat kamarnya berantakan.

Seakan diingatkan, Xera tertawa dengan keras sambil memegang perutnya. "Itu benar! Aku lupa kau pernah membuat kekacauan beberapa hari yang lalu." Ucap Xera kembali tertawa.

Setelah beberapa saat, Xera menghentikan tawanya. Wajahnya kini tampak serius menatap Ashiel. "Baiklah, sekarang kita akan langsung mencoba mantra sihir lain, kau siap?" Tanya Xera.

Ashiel mengangguk dengan semangat. Ia tidak sabar untuk mempelajari sihir dan mempraktikkannya

"Mereka yang berlatih dengan tekun pasti akan berhasil," kata Xera, tersenyum puas.

~•~•~•~

Segitu dulu yaa.

See you!

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang