Vote dulu sebelum baca✌
###
Note : Hai, aku balik! Udh bikin nangis, gantung pula selama dua minggu. Yahahahahahahaha!(Ketawa bahagia)
Bete bgt karena draftnya Theo kehapus semua. Au ah.
###
Setelah mengeluarkan keluh kesahnya, Ashiel dikembalikan ke mansion Ailos yang mengalami sedikit kehancuran karena gempa bumi yang terjadi. Untungnya, Rien memanggil penyihir dan meminta bantuan mereka untuk memperbaiki mansion. Sementara itu, kaisar dan bangsawan lain melanjutkan diskusi mereka untuk membujuk Ashiel.
"Selamat datang kembali tuan muda, lady Xera." Rien membungkukkan setengah badannya menyambut Ashiel dan Xera.
"Bagaimana keadaan disini?"
"Semuanya baik-baik saja berkat bantuan penyihir lady."
Xera menghela napas lega. Ia mengangkat alisnya saat melihat ekspresi Rien yang seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. "Ada apa?"
Rien tidak langsung menjawab, ia menatap Ashiel dan Xera secara bergantian. "Madam tidak sadarkan diri hingga sekarang setelah lady dan tuan muda kedua pergi."
"Apa!? Ibu tidak sadarkan diri!?" Rien mengangguk menanggapi pertanyaan Ashiel.
"Bibi, ayo pergi." Ashiel menarik tangan bibinya menuju ke tempat dimana Lavina berada. Setibanya Ashiel disana, para pelayan seketika mundur memberi ruang bagi Xera dan Ashiel.
Xera segera memeriksa denyut nadi Lavina lalu merapalkan mantra. Ashiel kemudian meraih tangan Lavina yang sebelumnya diperiksa Xera lalu memegangnya dengan erat.
"Bibi, apa yang terjadi dengan ibu? Apakah ibu baik-baik saja?"
"Jangan khawatir Ashiel, ibumu baik-baik saja. Ia tidak sadarkan diri karena terlalu terkejut." Xera menjawab dengan tenang hingga Ashiel menghembuskan napas lega.
Tidak lama setelah itu, lenguhan pelan dari Lavina terdengar oleh Ashiel dan Xera. Keduanya kompak menatap Lavina yang membuka matanya perlahan.
"Lavina, apa yang kau rasakan sekarang?"
Lavina menatap kosong plafon ruangan yang ia kenali. Ia berada dikamarnya sekarang. Lavina kemudian menatap kembaran suaminya. Ia tidak menjawab pertanyaan Xera. Matanya perlahan mengeluarkan cairan yang mulai membasahi pipinya. Hanya panjang rambut serta tinggi badan yang membedakan keduanya. (Liat ch7)
Xera yang mengerti perasaan Lavina tanpa pikir panjang segera memeluknya.
"Xera, suamiku. Hubungi dia Xera, aku mohon." Pinta Lavina tanpa menghentikan tangisnya. Lavina tahu keduanya dapat bertelepati sejauh apapun jaraknya. Lavina harap Xera dapat melakukan hal tersebut namun diamnya Xera membuat tangis Lavina semakin menjadi.
"Xavier..." Lirih Lavina.
Lavina menoleh ke arah Ashiel, yang sedang duduk di samping tempat tidur dengan ekspresi bingung dan takut. Dia ingat bahwa Xavier pergi atas permintaan Ashiel sebelum gempa terjadi.
Lavina menatap Ashiel dengan tatapan yang penuh kemarahan dan kesedihan yang bercampur aduk.
"Ini semua salahmu! Kau memintanya pergi, dan sekarang dia hilang!" Ucap Lavina dengan penuh emosi.
Ashiel menundukkan kepala, ekspresinya terlihat hancur dan menyesal.
"Maafkan aku, ibu. Aku tidak bermaksud seperti ini. Aku tidak tahu akan terjadi gempa. Aku tidak sengaja menyebabkan ini. Aku tidak-" Sesal Ashiel. Mata violetnya kembali berkaca-kaca.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adik Protagonis Pria [END]
Fantasi#Story Transmigrasi Saat ia membuka mata, ia mendapati dirinya dalam tubuh anak kecil yang dikurung disebuah sel sempit. Sampai suatu hari, beberapa kesatria datang dan membawanya keluar dari tempat itu. ### ❗️UDAH END, TAPI JANGAN LUPA APRESIASI...