59

26.2K 3.6K 93
                                    

Vote dulu sebelum baca✌

###

Ashiel merengut kesal sambil berbaring di atas tempat tidurnya. Benar dugaan Xera, para bangsawan tidak semudah itu untuk menyumbangkan batu mana. Bukankah semua itu demi kekaisaran? Demi mereka sendiri?

Bisa-bisanya mereka menganggap bahwa ini hanya akal-akalan dari Kaisar dan juga Marquis Ailos. Sedikit banyaknya mereka tahu bahwa pemimpin kekaisaran dan Marquis Ailos merupakan teman dekat sejak mereka berada di akademi.

"Aku tidak mengerti, padahal ini semua untuk kebaikan kekaisaran. Bagaimana bisa mereka berpikiran seperti itu?" Ashiel menggerutu di kamarnya. Ashiel menggunakan kedua tangannya sebagai bantal. Tatapannya tertuju pada plafon kamar yang berwarna putih..

"Aku sudah punya tambang, tapi aku tidak tahu sebanyak apa batu mana didalamnya, kualitasnya juga belum diketahui." Seharusnya Zeano segera tiba untuk memberinya dokumen kepemilikan tambang.

Ashiel mengetuk kristal pemanggil, kemudian Zeano tiba tidak lama setelah itu. Tangan Ashiel terulur pada Zeano. "Mana dokumen tambang ku?"

Zeano menghela napasnya, ia bahkan tidak dibiarkan bernapas terlebih dahulu oleh Ashiel. Tangannya kemudian meraih dokumen berisi hak milik tambang lalu menyerahkannya pada Ashiel.

"Apa tuan muda akan menggunakan batu mana di tambang itu untuk memperbaiki artefak?"

"Mau bagaimana lagi, kau tahu sendiri mereka tidak mempercayaiku." Ashiel mengangkat kedua bahunya acuh.

"Ini menyebalkan! Aku akan memeras mereka nanti." Ashiel menggerutu, ia kemudian membalik halaman dokumen yang ia baca.

Entah kebetulan atau bantuan dari Dewi, tambang itu benar-benar baru ditemukan. Hanya saja belum diketahui secara pasti sedalam dan sebanyak apa isinya, kualitasnya juga belum dipastikan akan sebaik apa. Ia mengalihkan pandangannya dari dokumen kemudian menatap Zeano.

"Kau benar-benar tidak mengetahui informasi mengenai tambang ini?" Tanya Ashiel memastikan, ia memasukkan dokumen itu pada penyimpanan yang ada di cincin yang ia pakai.

"Tambang itu baru ditemukan dan langsung menjadi milikmu. Belum ada yang memeriksanya karena semua orang sibuk dengan serangan monster." Balas Zeano.

Benar juga, monster tingkat rendah yang menyerang kekaisaran itu cukup merepotkan.

Saat ini, kekaisaran menyumbangkan dua ratus batu mana, sementara menara sihir hanya akan menyumbangkan seratus batu mana, mereka tidak memiliki banyak batu mana. Selain itu, para penyihir juga memerlukan batu mana itu untuk kebutuhan mereka. Itu artinya Ashiel masih memerlukan tujuh ratus batu mana agar ia dapat mengaktifkan ulang artefak.

"Berapa banyak bangsawan yang menyumbangkan batu mana?"

"Termasuk Marquis Ailos, totalnya hanya belasan. Belum lagi beberapa diantara mereka bukanlah penyihir, jadi mereka tidak menyimpan batu mana."

'Kurasa itu cukup.' Karena tidak semua bangsawan merupakan penyihir yang memerlukan batu mana, tidak banyak dari mereka yang menyimpan batu mana sebagai koleksi.

Ashiel berpikir jika jumlah batu mana dari para bangsawan tidak cukup, ia akan menggunakan batu mana dari tambang miliknya. Ashiel menganggukkan kepalanya pelan. Sebaiknya ia segera memeriksa tambang miliknya.

"Kau sudah membagikan salinan buku kuno? Apa tanggapan guild petualang?"

Zeano sempat terdiam namun ia tetap menjawab pertanyaan Ashiel. "Saat ini hanya para petualang tingkat tinggi yang mengetahui salinan buku itu. Guild petualang memutuskan untuk melatih petualang lain agar mereka juga dapat menghadapi serangan monster."

"Yah, baiklah. Kuharap saat gelombang selanjutnya tiba, mereka dapat mengatasi gerombolan monster itu." Dalam novel, gelombang kedua muncul dua tahun setelah gelombang pertama. Hanya saja, novel dan sekarang sama sekali berbeda. Bisa saja gelombang lainnya muncul lebih cepat.

"Apa lagi yang kau perlukan?" Tanya Zeano sebelum ia benar-benar meninggalkan Ashiel dengan teleportasi.

Ashiel menaruh telunjuk tangannya di dagu, ekspresinya seolah-olah sedang berpikir. "Untuk saat ini sudah cukup?" Ucapnya dengan ragu. "Kau bisa pergi, aku akan memanggilmu nanti." Usir Ashiel kemudian ia pergi meninggalkan Zeano di kamarnya.

Kaki pendeknya terus melangkah menuju ruangan Xavier. Ashiel berniat memberitahu ayahnya bahwa ia memiliki sebuah tambang. Ashiel bisa meminta ayahnya untuk memeriksa tambang itu agar ia bisa segera memperbaiki artefak.

"Ayah, bolehkah aku masuk?" Tanya Ashiel, tanpa menunggu jawaban dari Xavier, ia berjinjit meraih gagang pintu untuk membukanya. Pintu pun terbuka dan Ashiel mendapati Rien yang tampak terkejut namun ia mengabaikannya.

Ashiel dapat melihat bahwa ayahnya tengah menangani tumpukan dokumen yang ada di meja. Ia bergidik memikirkan betapa memusingkannya hal itu.

"Ashiel, apa yang membuatmu datang kemari?" Xavier menghentikan kegiatannya lalu membaca Ashiel duduk di kursi. Ia memberi isyarat pada Rien untuk membawa kudapan.

"Bisakah ayah mengutus beberapa orang untuk memeriksa tambang?" Ashiel mengeluarkan dokumen dari cincinnya lalu menyerahkannya pada Xavier.

Tambang? Xavier menatap dokumen ditangan Ashiel dan Ashiel secara bergantian. Sejak kapan anaknya memiliki sebuah tambang? Perlahan, Xavier meraih dokumen itu kemudian membacanya.

"Ini? Tambang batu mana yang baru ditemukan? Bagaimana bisa kau memilikinya?" Ia mendengar dari Rien dari bahwa Ashiel menggunakan plakat Ailos, mungkinkah Ashiel membeli tambang itu dengan plakat?

"Itu rahasia ayah! Bukankah itu bagus? Kita tidak lagi kekurangan batu mana dan aku bisa segera memperbaiki lalu mengaktifkan ulang artefak itu." Ashiel belum memikirkan alasan untuk itu, ia juga tidak ingin mengatakan secara langsung bahwa ia bisa memerintah Zeano pada Xavier.

Ashiel bisa menyimpan rahasia? Xavier baru mengetahui hal itu.

Walaupun begitu, Xavier menyetujui perkataan Ashiel bahwa semuanya menjadi lebih mudah sekarang.

"Itu artinya kau bisa memperbaiki artefak itu dalam waktu dekat." Xavier mengembalikan dokumen itu pada Ashiel.

"Baiklah, akan ku periksa. Tempat ini agak dekat dengan perbatasan, aku akan membetahumu dua hari lagi." Lanjut Xavier, tangannya bergerak mengelus rambut biru gelap putra keduanya.

Ashiel menganggukkan kepalanya. "Terimakasih ayah!" Serunya yang dibalas tawa pelan oleh Xavier. Keduanya berhenti berbincang saat Rien menaruh teh dan juga kudapan di meja.

Sambil memakan kue, Ashiel berharap semuanya berjalan dengan lancar.

Semoga saja.

"Kalian berdua disini?" Lavina memasang senyum kemudian mendekati pasangan ayah dan anak itu lalu duduk di samping Ashiel. "Ibu!" Ashiel memeluk Lavina dari samping. Tindakannya itu berhasil membuat Lavina menampilkan senyuman di wajahnya.

"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Lavina. Sejak ia kembali seperti semula, ia disibukkan dengan tugasnya sebagai Marciones.

"Ashiel memintaku memeriksa tambang batu mana miliknya." Xavier menjawab pertanyaan Lavina. Ashiel yang masih memeluk ibunya mengangguk pelan.

Lavina mengangkat kedua alisnya. "Tambang? Kau memberi Ashiel tambang?"

"Tidak, Ashiel membeli tambang dengan plakat Ailos."

"Ah, begitu rupanya." Ucap Lavina sambil mengangguk. Ia mengalihkan tatapannya dari Xavier lalu menatap Ashiel untuk memastikan. "Itu benar ibu!" Ashiel tersenyum lebar.

Lavina mengelus rambut Ashiel. "Itu bagus, kau bisa menggunakannya untuk mengaktifkan ulang artefak itu." Ucap Lavina yang dibalas anggukan oleh suami dan putra bungsunya.

###

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang