42

26.4K 4.5K 77
                                    

Vote dulu sebelum baca✌

###

Kaget banget udah 300k aja:) makasi loh!

###

Hari berganti, Ashiel berusaha semaksimal mungkin untuk mempelajari dan menghapal apa yang diberikan Rien, awalnya sulit tapi berkat kemampuan mengingatnya, Ashiel dapat belajar dengan cepat.

"Tahan posisi itu untuk beberapa saat. Benar, seperti itu. Ya, bagus." Rien memberi tepukan pelan saat Ashiel berhasil mengikuti instruksinya.

Ashiel tidak menjawab ucapan Rien, ia lebih memilih berbaring di sofa. Sungguh melelahkan. Walaupun ia bisa belajar dengan cepat, tubuh kecilnya tidak selalu mendukung. Entah mengapa Ashiel selalu merasa mudah lelah akhir-akhir ini.

"Tuan muda, anda baik-baik saja?" Rien bertanya saat Ashiel memejamkan kedua matanya.

Ashiel membuka mata dan menatap Rien dengan sayu. "Aku hanya sedikit lelah."

Rien tersenyum tipis mendengar jawaban Ashiel. Setelah beberapa hari mengajar, tuan muda keduanya tidak pernah berhenti mengeluh tapi ia juga tidak berhenti mencoba dan terus belajar. Tidak seperti Sean yang selalu diam, Ashiel akan mengomentari bagian dari buku yang ia baca, atau apapun itu yang menurutnya tidak sesuai dengan pendapatnya.

Ashiel tidak hanya memejamkan matanya. Pikirannya melayang mengingat isi novel. Dua hari setelah Sean berulang tahun, gelombang monster akan muncul di ibukota dan Sean terluka karena serangan monster.

'Aku dan kakak sudah bertemu dengan Luna. Mengingat reaksi kakakku yang biasa saja, apa kedepannya ia akan menyukai Luna?'

Ashiel menggelengkan kepalanya. Sudahlah, biarkan saja kisah cinta kakaknya. Jika benar Sean akan menyukai Luna, Sean pasti akan mendapatkannya.

Bicara tentang Sean, Ashiel ingat ulang tahun kakaknya tinggal dua minggu lagi. Tapi sampai saat ini, Zeani tidak datang menemuinya.

'Zeano tidak membuang pedang itu dan mencari penggantinya kan?'

"Tuan muda, apa yang sedang anda pikirkan?" Rien menepuk pelan bahu Ashiel karena tidak menyahut setelah dipanggil beberapa kali.

Ashiel sedikit tersentak namun ekspresinya kembali normal dengan segera, ini juga merupakan salah satu ajaran Rien untuk menyembunyikan ekspresi.

Rien kembali memasang senyum tipisnya. Satu sisi ia merasa senang karena Ashiel memprakterkan ajarannya dengan benar, tapi disisi lain ia tidak ingin melihat Ashiel memendam semuanya sendirian. Tuan muda keduanya sudah cukup lama menderita.

"Ekhem." Rien terbatuk pelan, "Tuan muda, anda bisa mempraktekan ajaran saya saat bersama orang lain. Jadi anda bisa membagikan beban anda pada tuan, nyonya atau saya. Jadi, apa yang anda pikirkan sampai tidak mendengar panggilan saya?"

Ashiel menghela napasnya. 'Tidak mungkin ia memberitahu Rien bahwa Zeano, pemilik guild informasi sudah mencuri pedang elf legendarisku yang akan kuhadiahkan pada kakak.'

Sebenarnya bisa saja, bisa gila ia. Rien juga pasti akan memberitahu ayahnya lalu mereka akan mewawancarai Ashiel dan menanyakan ini, itu.

"Aku memikirkan hadiah untuk kakak." Ah, otak kecilnya sudah kembali berfungsi sekarang.

Begitu rupanya. Rien mengangguk mengerti, tuan muda kecilnya sangat manis saat bersama Sean. "Saya sudah mendengar rencana anda dari tuan dan juga menyiapkannya."

"Benarkah!?"

"Tentu, tuan muda. Apa anda sudah menyiapkan hadiah?"

Ashiel mengangguk dengan malas sebagai jawaban. Ia memang sudah menyiapkannya, ia hanya perlu menunggu Zeano. Sialnya, ia tidak tahu kapan Zeano muncul. Bodohnya lagi, ia tidak memiliki alat apapun untuk menghubungi pemilik guild itu.

Hahh.

Seandainya didunia ini ada ponsel. Pasti mudah untuk berkomunikasi.

"Anda tampak tidak bersemangat. Apa ada masalah dengan hadiahnya?" Tanya Rien yang mendapat gelengan pelan dari Ashiel.

Ashiel merasa resah karena Zeano belum mendatanginya lagi.

Rien sekarang mengetahui bahwa Ashiel tampak lesu karena ada masalah pada hadiah ulang tahun Sean. "Tuan muda Sean pasti akan menerima hadiah apapun dari anda dengan senang hati." Rien berucap dengan yakin, pasalnya, Rien pernah melihat Sean yang meminta Xera untuk mentawetkan kertas berisi coretan Ashiel saat belajar membaca san menulis. Kehadiran Ashiel sendiri sudah menjadi hadiah yang terbaik bagi Sean. Tepatnya, bagi kediaman Ailos karena baik Xavier, Lavina maupun Xera selalu menyimpan barang atau hal-hal kecil yang Ashiel buat.

Ashiel menatap Rien dengan ragu. "Benarkah?" Mata bulat itu kini menyipit menuntut jawaban.

Rien mengangguk tanpa melepas senyum tipisnya. Terkadang ia merasa gemas dengan interaksi Sean dan Ashiel.

Ah, baiklah. Ashiel akan mencari item lain yang berguna untuk kakaknya sebagai hadiah. Tapi, apa itu? Apa yang harus ia berikan sebagai pengganti jika Zeano mencuri pedang itu?

Walaupun Zeano sudah bersumpah, Ashiel hanya menduga! Bukan berperasangka buruk.

Melihat raut wajah tuan muda keduanya yang kini tampak tenang, Rien mengakhiri pelajaran hari ini dan membiarkan Ashiel mencari hadiah untuk Sean. Rien penasaran, hadiah apa yang akan ia berikan pada kakaknya. Yah, ia bisa mengetahuinya nanti.

~•~•~•~

Semangat puasanya bestie!

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang