Vote dulu sebelum baca✌
###
Note : fyi, Aku ga suka re-read, aku juga ga bikin draft. Jadi nulis dadakan, terus waktu yg pas buat aku nulis tuh cuma pagi.
Makanya kalo ada kalimat atau paragraf yang agak beda sama ch sebelumnya, harap maklum.
###
Sean terpaksa meninggalkan Ashiel dengan Chasire karena ia harus memantau para kesatria yang berlatih. Ashiel yang tadinya diam kini mulai bergerak gelisah memikirkan harta karun yang ia simpan. Ia ingat bahwa ia menyimpan harta itu di tempat yang aman, tetapi ia tidak yakin apakah benda itu masih ada di sana. Mungkin saja orang yang menyerangnya sebelumnya telah mengambil harta itu.
"Apa yang kau pikirkan dengan otak kecilmu itu? Mengapa kau tidak mencoba mainan yang kubawa?" Chasire memperlihatkan cara memainkan dua benda bulat berukuran kecil itu.
Tak, tak, tak, tak.
"Lihat, ini menyenangkan bukan?" Tanya Chasire, tangannya tidak berhenti memainkan benda itu.
Tak, tak, tak, tak.
Berisik!
Ashiel memberikan tatapan marah pada Chasire. Mengapa orang ini tidak pergi mengikuti Sean?
Chasire menghentikan kegiatannya setelah diberi tatapan marah oleh Ashiel. Bukannya ketakutan, ia malah tertawa pelan. Raut marah adik dari temannya tampak seperti seorang anak yang merajuk.
"Ada yang mengganggumu?" Tanya Chasire.
Ashiel menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak apa-apa."
Melihat tidak ada tanggapan dari Ashiel, Chasire kemudian memutuskan untuk berbicara serius pada adik temannya itu. "Maaf jika mainan yang kubawa tidak menarik perhatianmu. Tapi aku ingin berterimakasih padamu karena telah menemukan inti monster yang memungkinkan ayahku kembali sehat. Aku bersyukur karena bertemu denganmu saat itu." Ucap Chasire dengan tulus.
Ashiel terdiam mendengar ucapan teman kakakya. Duke Grey, mengalami lonjakan mana?
Seolah mengerti dengan pemikiran Ashiel, Chasire kembali berbicara. "Ayahku mengalami lonjakan mana dimasa lalu saat ia membasmi monster. Beruntung, ayahku memiliki aura yang bisa menekannya."
Ashiel terus mendengarkan perkataan Chasire. 'Yah, novel tidak menjelaskan masalalu Chasire.'
"Semakin hari, kondisi ayahku semakin memburuk. Awalnya aku juga akan segera menggantikan posisi ayah. Tapi berkat penemuanmu, kondisi ayahku berangsur membaik. Jadi Ashiel, sebagai bayaran atas penemuanmu, apa yang kau inginkan?" Lanjut Chasire.
"Bukankah itu tidak disengaja? Aku ingin inti monster karena warnanya menarik perhatian, lalu Duke juga membaik karena kau yang membeli inti monster?" Ashiel berusaha merendah. Sungguh, ia tidak mengira bahwa ayah Chasire mengalami hal yang sama dengannya.
"Memang tidak disengaja, tapi kau beruntung dan keberuntungan itu menular padaku." Chasire tersenyum lebar sambil menepuk puncak kepala Ashiel. Tidak bisakah ia membawa Ashiel ke mansionnya? Bukannya mengatakan apa yang dia inginkan, Ashiel malah merendah. Adik dari temannya ini sangat baik, tidak seperti kakaknya.
"Anu... Mengapa Duke mengalami lonjakan mana?" Tanya Ashiel dengan suara pelan.
Chasire menghela napasnya sebelum menjawab. "Ini rahasia, ayahku mengalami lonjakan mana karena terlalu banyak menggunakan batu mana sebagai bantuan saat melawan monster."
Ashiel mengangguk mengerti. Sepertinya didunia ini cukup banyak yang menjadi penyebab lonjakan mana. 'Itu sebabnya saat inti monster dinyatakan sebagai penekan lonjakan mana, orang yang menemukannya menghilang entah kemana.'
Entah mereka menghilang karena satu hal, atau yang lainnya. Novel tidak menjelaskan nasib mereka dan kembali fokus pada tokoh utama.
"Lupakan soal ayahku, apa keinginanmu? Bagaimana dengan pedang? Buku sihir? Atau apa?" Chasire mendesak Ashiel.
Wajah Ashiel merengus kesal. Mengapa teman kakaknya begitu pemaksa? "Bisakah aku memintanya lain kali? Aku tidak memikirkan itu sekarang. Lagipula apapunyang aku inginkan, ayah, ibu dan kakakku pasti akan mengabulkannya." Ashie berucap dengan nada sombong. Yah, lagipula ayahnya berstatus Marquis, walaupun tidak sekaya Duke, setidaknya untuk mengabulkan keinginan Ashiel bukanlah hal yang sulit.
Chasire menghela napasnya. Padahal ia ingin memberi hadiah, tapi Ashiel tampak enggan dengannya. "Baiklah, kau bisa meminta apapun dan kapanpun itu."
Ashiel mengangguk mengiyakan. Setelah beberapa saat berbicara dengan Chasire, ia menyadari bahwa dia benar-benar tidak tahu apa yang ingin ia inginkan sebagai hadiah dari Chasire.
"Bisakah aku kembali ke kamarku? Ada yang ingin aku periksa."
"Tentu, tapi aku akan ikut. Lagipula Sean belum kembali." Siapa tahu Chasire akan menemukan hal menyenangkan lainnya.
Ashiel mendengus kesal. "Temanmu itu kakakku, ikuti saja kakak. Aku akan pergi sendiri." Anak itu menghentakkan kakinya dan berjalan menuju kamar. Ashiel harus segera memeriksa harta itu.
Chasire jelas tidak mendengarkan ucapan adik temannya. Ia mengikuti Ashiel dalam diam hingga anak itu tidak menyadari keberadaannya.
Tiba dikamar, Ashiel menoleh kesana kemari. Ia tersentak saat mendapati Chasire ada dibelakangnya. "Mengapa kau kemari?" Ashiel bertanya sambil berkacak pinggang.
"Aku sudah bilang aku akan ikut." Chasire memasuki kamar Ashiel kemudian duduk dikursi. Raut kesal Ashiel tampak menggemaskan dimatanya.
Ashiel menghela napasnya. Ia memilih mengabaikan Chasire dan mencari harta karun yang ia simpan. Chasire tidak akan mengetahuinya kan?
Ashiel berjongkok dan melihat kebawah tempat tidurnya. Ia menghela napas lega saat kotak kecil dengan ukiran rumit itu masih ada disana, berdampingan dengan pedang elf yang ia beli dengan uang Sean.
Kedepannya Ashiel akan meminta Xavier untuk membuat tempat penyimpanan rahasia dikamarnya."Waw, itu kotak yang bagus. Apa isinya?" Ucap Chasire yang kini berada disamping Ashier. Ia ikut berjongkok melihat apa yang ada dibawah tempat tidur Ashiel. (bener kan, jongkok? Kalo ada kata yang lebih bagus, boleh kasih tau aku ya)
Ashiel kembali dibuat terkejut dengan tingkah Chasire. Kepalanya terantuk bagian bawah tempat tidurnya.
"Ugh! Apa yang kau lakukan?" Ashiel mengusap bagian kepalanya yang terasa sakit.
Chasire tampak merasa bersalah, ia ikut mengusap kepala Ashiel. "Maaf, aku tidak sengaja. Aku akan mengambil ramuan, tunggu sebentar."
"Tidak! Tidak usah. Aku baik-baik saja." Ashiel menggeleng cepat. Anak itu kemudian membuka kotak digenggamannya lalu memeriksa isinya. Lagi, Ashiel menghela napas lega karena baik isi maupun kotaknya masih ada dan dalam keadaan baik-baik saja.
"Kalung itu milikmu? Dimana aku pernah melihatnya? Itu tampak tidak asing." Chasire mengerutkan keningnya berusaha mengingat sesuatu.
Ashiel tidak menjawab. Ia menaruh kembali kalung itu dalam kotak lalu menutupnya. Biarkan saja Chasire mencari tahu sendiri.
'Apa kalung itu bukan sembarang kalung?' Chasire membatin karena tidak mendapat jawaban dari Ashiel. Sungguh, adik temannya ini selalu membuatnya penasaran.
~•~•~•~
Aku lupa beli paketan, maaf telat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adik Protagonis Pria [END]
Fantasy#Story Transmigrasi Saat ia membuka mata, ia mendapati dirinya dalam tubuh anak kecil yang dikurung disebuah sel sempit. Sampai suatu hari, beberapa kesatria datang dan membawanya keluar dari tempat itu. ### ❗️UDAH END, TAPI JANGAN LUPA APRESIASI...