24

35.7K 4.7K 83
                                    

Vote dulu, baru baca✌

###

Semua orang yang menghadiri rapat perlahan meninggalkan ruangan sementara Ashiel masih sibuk dengan dunianya.

"Apa kau belum selesai? Kau bisa menyelesaikannya di mansion. Aku akan membeli peralatan melukis untukmu."

"Ya?" Ashiel mengangkat kepalanya menatap Xavier kemudian melihat sekeliling yang mulai sepi.

"Selesaikan gambarmu di mansion. Aku akan membeli peralatan melukis untukmu." Ulang Xavier dengan sabar. Ia tidak bisa marah karena wajah kebingungan putranya tampak menggemaskan.

Ashiel mengangguk mengiyakan. Tangannya baru saja akan bergerak untuk membereskan kertas itu namun ditahan oleh Xavier. "Biarkan Rien yang melakukannya." Ucapnya lalu menggendong Ashiel dengan satu tangan.

Tatapan Xavier tertuju pada kertas berisi gambaran hasil putranya. Ia meraih kertas tersebut lalu memberikannya pada Rien. "Simpan ini baik-baik. Jika perlu, beritahu Xera untuk memberikan sihir pengawet agar tidak mudah rusak ataupun sobek." Ucapnya lalu berjalan meninggalkan ruang rapat.

'Apa ini tidak berlebihan? Itu hanya gambar. Tapi yasudahlah.' Ashiel menggelengkan kepalanya. Lebih baik ia tidak ambil pusing dengan tindakan ayahnya.

"Jadi ini putra keduamu, Marquis?" Reinhart, putra mahkota kekaisaran menyapa Xavier sambil menatap Ashiel. Sedari tadi ia sudah menahan gemas untuk tidak mencubit pipi Ashiel yang tampak berisi lemak.

"Itu benar putra mahkota." Xavier menjawab sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Mm, halo?" Ucap Ashiel dengan canggung. Sedikit banyak ia mengerti tentang tatakrama didunia ini berkat novel, hanya saja Ashiel malas mengamalkannya.

Reinhart tersenyum pada Ashiel. Tanpa sadar ia mengusap rambut biru gelap yang serupa dengan Xavier. Sebagai anak tunggal, ia selalu merasa kesepian di istana. Oleh sebab itu, saat matanya melihat Ashiel, muncul keinginan dalam hatinya untuk menjadikan anak itu sebagai adiknya. Ia tidak jadi merasa iri pada ayahnya yang mengelus rambut Ashiel saat rapat belum dimulai karena Reinhart juga sudah melakukannya.

"Halo juga Ashiel. Senang bertemu denganmu." Balas Reinhart tanpa menghilangkan senyumnya. Ia tidak keberatan jika Ashiel tidak berbicara dengan sopan padanya.

"Mohon maaf atas tindakan Ashiel yang tidak sopan, ia belum belajar tata krama." Ucap Xavier pada Rienhart.

Putra mahkota itu menggeleng pelan. Ia tahu bahwa putra kedua atau adik dari teman se akademinya itu baru saja ditemukan. "Tidak masalah Marquis."

Ashiel tidak memperhatikan pembicaraan ayahnya dan Reinhart, otak kecil nya tengah berusaha mengingat hal-hal yang sekiranya menguntungkan dirinya.

Ah! Ashiel ingat sekarang, ada sebuah kalung unik yang terkubur didalam tanah di salah satu taman istana. "Ayah! Apa kita bisa mengelilingi istana?"

"Ya? Tentu saja bisa. Tapi kita akan pergi membeli peralatan melukis." Walaupun banyak ruangan yang tidak bisa dilewari sembarang orang, istana terkadang terbuka untuk umum kecuali istana kaisar dan putra mahkota. Banyak rakyat yang diizinkan masuk kedalam setelah melakukan berbagai pemeriksaan untuk sekedar berkunjung.

Binar dimata bulat itu seketika menghilang setelah Xavier bersuara. Seakan mendapat kesempatan, Reinhart menawarkan diri untuk mengajak Ashiel berkeliling.

"Bagaimana jika kau mengelilingi istana bersamaku?"

Raut wajah Xavier tampak gelisah sekarang. Ia ragu untuk membiarkan putra Keduanya bersama orang lain walaupun itu putra mahkota.

Menghela napas, Xavier menatap Ashiel sejenak lalu berbicara. "Anda tidak perlu melakukan hal itu yang mulia. Saya yang akan melakukannya." Benar, daripada membiarkan putra mahkota membawa Ashiel, lebih baik ia saja yang menemaninya. Lagipula Ashiel baru dua kali keluar dari mansion. Bukan masalah jika ia harus menemaninya untuk mengelilingi istana. Ia bisa membeli peralatan melukis kapan saja ia mau.

"Ayah, turunkan aku!" Ashiel berusaha turun dari gendongan Xavier.

"Kau yakin? Istana ini luas. Kau bisa kelelahan." Xavier bertanya untuk memastikan.

Ashiel mengangguk yakin.

Menghela napas, Xavier menuruti kemauan anaknya. Walaupun begitu, ia tetap memegang tangan Ashiel agar anak itu tidak berkeliaran.

Reinhart yang melihat interaksi ayah dan anak itu terkekeh pelan karena tingkah Ashiel. Ia berjalan bersama mereka menuju mengelilingi istana.

Setelah kepergian mereka, sosok dibalik tembok itu menampilkan dirinya sambil menggertakkan gigi.

"Mustahil! Bagaimana dia bisa hidup? Tidak, mengapa dia masih hidup?" Tatapannya tampak heran sekarang.

"Ini aneh, seharusnya dia mengalami lonjakan mana." Lanjut sosok itu.

"Tidak bisa dibiarkan. Anak itu harus mati."

Sosok itu terus bergumam. Ia berbalik kemudian meninggalkan tempat itu.

~•~•~•~

Adik Protagonis Pria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang