Ributin Mantan

840 48 2
                                    

Ujian sudah menginjak hari ke-4, artinya tinggal 1 hari lagi menuju bebas untuk kelas 10 dan 11, terutama kelas 12. Saat ini beberapa murid sudah mulai disibukan oleh pendaftaran pendidikan mereka ke jenjang berikutnya. Apalagi perpisahan akan digelar tidak jauh dari hari terakhir ujian membuat mereka semakin kalang kabut saja memikirkan dresscode apa yang cocok untuk tema graduation kali ini.

"Lo semua pada lanjut kemana?" tanya Rio sembari menyesap vape miliknya. Ia terjerumus oleh kebiasaan Adrian, tiap kumpul pasti bawa alat yang mengeluarkan aroma oatmeal itu.

"Gua sih bisnis, cuma belum tau mau kemana," sahut Jordan santai tanpa beban karna memang dirinya ingin menekuni dunia perbisnisan. Mengikuti jejak orang tuanya.

"STIE aja sono."

"Gak lah anjing, gua pengen negeri," tolak Jordan mentah-mentah mendengar ucapan Shalsa.

Levin mulai nimbrung pada pembahasan teman-temannya. "Terus mau kemana lo?"

"Bingung gua. Masuk ITB aja apa ya."

Adrian menepak kepalanya dari belakang. "Lagak lo ITB. Matematika cuma bisa satu tambah satu aja bangga."

"Kan rezeki siapa yang tau," kata Alena. Ia sedang duduk menyila, tekun membuka cangkang kwaci lalu melahapnya dengan khidmat.

Keesha mengangguk. "Optimis boleh, tapi jangan so pinter."

"Mimimal sadar diri lah." Edgar memberi acungan jempol pada Levin.

"War ajalah gua jabanin." Nichole terkekeh renyah mendengar geraman Jordan. "Lo semua bakal panas dingin kalo liat gua ngang ngong ngang ngong tiba-tiba masuk UI."

"Paling mandiri."

"Yang lagi nganyir gak usah banyak omong," sergah Jordan membuat Ana mengumpat.

Bagaimana tidak? Jika biasanya anak-anak selalu disuguhi dengan pemandangan Edgar dan Keesha yang sudah menjadi santapan mereka sehari-hari, sekarang anggota bulol bertambah lagi. Saat ini Levin tengah menidurkan kepalanya dipaha Ana dengan tangan gadis itu yang tak hentinya mengelus rambut Levin yang semu kecoklatan.

Dan ini bukan kali pertama. Sudah beberapa hari terakhir ini keduanya terlihat makin aneh saja memang. Seringkali anak-anak cowok bertanya ada hubungan apa diantara keduanya. Tapi jawaban Levin tetap sama.

"Kepo lo kek dora." Sedangkan Ana tidak pernah angkat suara. Ia seakan tidak peduli pada tanggapan teman-temannya. Toh semua juga pasti sudah bisa menyimpulkan sendiri.

Tiba-tiba Keesha tertawa. "Gak usah diganggu. Lagi anget-angetnya itu."

"Temen gua emang si Keesha doang," kata Levin dengan mata terpejam.

Alis Rafa terangkat. "Kalo si Ana temen bukan, Vin?"

Mendengar pertanyaan itu sontak Levin berdeham. "Temen hidup," lanjutnya enteng.

"Anying bisaan banget tai."

Edgar menggeleng melihat Levin diserbu oleh semuanya.

"Pulang yuk." Edgar menunduk mendengar Keesha bersuara. Tangannya yang tengah merangkul Keesha itu terulur membelai rambut gadisnya.

"Bosen?" Keesha mengangguk membuatnya terlihat begitu menggemaskan dimata Edgar.

Pipi Keesha dicapit membuat bibirnya maju ke depan, secepat kilat Edgar mengecup bibir pink milik kekasihnya itu. "Jangan pernah berani keluar tanpa aku. Awas aja."

"WOI MONYET MATA GUA CO," teriak Jordan yang berhadapan lagsung dengan oknum.

"Ngamar aja sana. Sopan banget sekolah dipake maksiat," cebik Rio.

BackstreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang