Bab 37. Menjadi Egois

171 9 53
                                    

Bab 37. Menjadi Egois

"Saat kau berhasil menyeret seseorang pada titik terhancur dalam hidupnya, bahkan dengan alasan yang paling bisa dimaklumi sekalipun, selama kau memilih bungkam dan tidak menjelaskan apapun, kau sama sekali tidak pantas untuk dimaafkan –bukan, kau...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saat kau berhasil menyeret seseorang pada titik terhancur dalam hidupnya, bahkan dengan alasan yang paling bisa dimaklumi sekalipun, selama kau memilih bungkam dan tidak menjelaskan apapun, kau sama sekali tidak pantas untuk dimaafkan –bukan, kau bahkan tidak berhak untuk meminta maaf. Jadi, diamlah seumur hidupmu seperti dulu dan sekarang. Bila perlu tenggelam dalam sesalmu, dan mati saja bersama rasa bersalahmu secara diam-diam."

****

"HALLO? Siapa ini?" Sapa Greeta pada seseorang melalui sebuah panggilan telepon.

Greeta baru saja menerima telepon dari nomer tidak kenal yang ternyata milik Yumi. Alden yang saat itu sedang membantu memasukkan beberapa barang Greeta ke dalam tas hanya mendengarkan saja setelah sebelumnya ia melihat ke arah Greeta untuk sejenak.

"Sampaikan sama brengsek di samping lo, kalau dia harus segera pulang, atau minimal suruh dia untuk mengaktifkan ponselnya. Jika tidak dia lakukan sekarang, dia akan menyesal seumur hidup."

Itu suara Yumi. Greeta yakin seyakin-yakinnya. Meski bertahun-tahun tidak pernah mendengarkan suara Yumi, tetapi Greeta masih bisa mengingatnya dengan sangat baik.

"Ayumi?"

Alden terhenyak begitu mendengarkan Greeta menyebut nama Yumi. Ia pun serta-merta mengangkat wajahnya. Pasti sesuatu yang sangat mendesak sedang terjadi, itulah kenapa Yumi sampai menelepon ke nomor Greeta. Lagi pula sudah beberapa hari ini Alden memang sengaja mematikan ponselnya agar Yumi atau yang lainnya tidak bisa menghubunginya, karena dengan begitu Alden berpikir dia bisa fokus menjaga Greeta, dan menepati janjinya pada Mama Greeta untuk tetap mendampingi Greeta sampai gadis itu bisa pulih kembali.

Melihat raut wajah Greeta yang mulai berubah tidak nyaman, Alden melangkah maju lalu mengambil alih ponsel itu dari tangan Greeta. Dalam hati Alden sudah bersiap-siap jika Yumi mencaci maki dirinya.

"Iya, Yum. Ini gue Alden." Ucap Alden dengan penuh keberanian.

"BRENGSEK LO!" Jerit Yumi. Suaranya terdengar serak. "Lo ke mana aja? Dari kemarin dihubungin nggak bisa terus." Lanjut Yumi kemudian. Saat itu, Alden dapat menangkap sebuah isakkan dipecahkan Yumi.

"Yum, gue akan jelasin nanti setelah pulang, gue—"

"Nggak ada nanti! Lo udah telat. Lo tahu? Papa Mama Via meninggal karena kecelakaan mobil. Dalam sehari Via dan Kak Kala sudah kehilangan kedua orang tuanya, dan lo nggak ada di sini. Lo satu-satunya yang paling Via butuhin, tapi lo nggak ada di sini. Lo bahkan matiin ponsel lo, Alden. Lo jahat!" Tangis Yumi mulai terdengar.

Sementara Alden, ia merasa seakan carikan awan hitam pekat tengah bergerak perlahan di atas kepalanya, lalu sebuah petir berkekuatan dua ratus juta volt menyambarnya begitu saja, menimbulkan sensasi terbakar dan pedih di sekujur tubuhnya saat mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh Yumi sambil tersedu.

Kutukan Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang