Bab 31. Ramalan

154 7 41
                                    

Bab 31. Ramalan

"Kebahagiaan itu memabukkan, hingga membuatmu lupa bahwa mungkin saja ada badai besar yang sedang menanti untuk menghempasmu di depan sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kebahagiaan itu memabukkan, hingga membuatmu lupa bahwa mungkin saja ada badai besar yang sedang menanti untuk menghempasmu di depan sana."

****

"YEEEE! I'M THE WINNER!!" Pekik Alden dengan penuh kegirangan seraya mengangkat salah satu tangannya yang terkepal ke udara. Sementara tangan yang satunya lagi masih memegangi stik PS yang sejak tadi menjadi senjatanya.

Minggu pagi itu, Alden datang ke rumah Annavia sejak pagi-pagi buta. Ia memaksa Annavia untuk bangun dari tidurnya lalu berolah raga dengan bersepeda bersama. Setelah selesai dengan aktifitas olahraga, Alden tiba-tiba saja mengajak Annavia bermain PS dengan sebuah taruhan. Tetapi Alden tidak menentukan apa yang akan menjadi taruhannya. Yang jelas, pemenangnya bisa meminta apapun pada yang kalah.

Melihat Alden yang begitu kegirangan setelah berhasil memenangkan taruhan, Annavia langsung cemberut dan membanting stik PS-nya begitu saja di atas kasur. Mendadak, ia merasakan firasat buruk. Alden pasti akan membuat permintaan yang aneh-aneh padanya.

"Langsung aja. Apa permintaan kamu?" Tanya Annavia dengan ketus. Wajahnya sekarang benar-benar terlihat payah.

Alden tahu-tahu tersipu dan menunjukan gelagat salah tingkah di hadapan Annavia. Melihat hal itu, tentu saja membuat pikiran Annavia menjadi liar ke mana-mana.

Sekarang, wanita itu tampak bergidik.

"Emmm.... panggilakusayang..." Gumam Alden dengan cepat dan tanpa jeda.

"Hah? Apa?" Annavia berusaha memperjelas, karena memang ia tidak bisa menangkap perkataan Alden dengan jelas.

Alden menghela nafas. Kenapa juga Annavia harus memaksanya mengulangi kata-kata yang membuatnya merasa sangat malu?

"Panggil aku sayang." Ulang Alden lebih tegas dibubuhi dengan nada suara yang cukup serius. Ia bahkan menatap ke dalam mata Annavia.

Annavia terbengong untuk beberapa saat. Tidak lama kemudian, hantaman stik PS di tangan Annavia langsung mendarat di kepala Alden dengan sempurna.

Alden seketika meringis. Sambil mengusap kepalanya, ia melihat Annavia yang saat itu sudah tampak salah tingkah. Dengan gelagapan ia mengomel, "e—elo udah gila?! Gue nggak mau! Lebih baik gue disuruh nelen beling dari pada manggil lo sayang."

"APA? ELO?" Kaget Alden. Urat-urat di wajahnya mulai menegang, menunjukan bahwa ia sedang marah sekarang. "Sama calon suami sendiri bisa-bisanya bilang ELO?" Lanjut Alden.

Sekarang Annavia malah merasa berdosa setelah melihat reaksi Alden. Tapi mau bagaimana lagi? Permintaan Alden benar-benar sulit untuk bisa ia penuhi. Lagi pula, Alden tidak pernah mengatakan bahwa dia menyayangi Annavia juga, kan? Lalu kenapa tiba-tiba meminta untuk dipanggil sayang?

Kutukan Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang