EPILOG: Mematahkan Kutukan Cinta Pertama

318 12 43
                                    

EPILOG: Mematahkan Kutukan Cinta Pertama

"Benang takdir yang mempertemukan mereka pada sore berhujan itu, telah lama putus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Benang takdir yang mempertemukan mereka pada sore berhujan itu, telah lama putus. Sejak awal pertama, semesta memang tidak pernah menuliskan bahwa mereka akan bersatu dalam satu garis takdir yang sama. Maka dia berharap dengan penuh kesungguhan... semoga kutukan cinta pertama itu segera terpatahkan."

****


SORE itu sedang turun hujan.

Ketika Reiga menghentikan laju mobilnya begitu lampu merah menyala, perhatiannya tiba-tiba saja tertuju pada halte bus di seberang jalan. Reiga tertegun saat melihat dua muda-mudi berlari, kemudian berteduh di halte sambil meleburkan tawa.

Melihat pemandangan yang cukup manis dari sepasang remaja itu, mendadak Reiga tersenyum. Memorinya secara otomatis berputar, dan berhenti tepat pada pertengahan musim hujan di tahun 2008 lalu. Saat itu, Reiga masih berusia 16 tahun ketika ia baru saja duduk di bangku kelas sepuluh SMA.

Sama seperti hari ini, hari itu pun hujan berjatuhan membasahi jalan-jalan kota Harsa, menimbulkan genangan di mana-mana. Reiga memutuskan untuk berteduh di halte sekalian menunggu bus datang. Tidak berselang lama, seorang gadis berambut pendek dengan seragam putih birunya datang dengan tergesa lalu berdiri tepat di samping Reiga.

Reiga sama sekali tidak berniat menguping perkataan bocah SMP itu. Akan tetapi suara gerutuannya yang cukup keras membuat Reiga mau tidak mau pada akhirnya mendengarnya.

"Alden, ngeselin! Jahat! Tega-teganya lo ninggalin gue di sekolah!!"

Reiga pun menoleh, lalu melihat penampakan gadis berseragam putih biru itu dari sisi samping. Dia nyaris menangis karena merasa sangat kesal setelah ditinggalkan oleh temannya. Setidaknya itulah satu kesimpulan yang bisa Reiga tarik.

Dari wajahnya, perhatian Reiga kemudian tanpa sengaja tertuju pada tali sepatu gadis itu yang terlepas dari ikatannya. Lalu, ketika dia menghentakkan kakinya di aspal yang cukup licin karena terkena tampias hujan, gadis itu pun tanpa sengaja menginjak tali sepatunya, kemudian jatuh terjerembab ke depan hingga lututnya membentur pinggiran terotoar. Posisinya yang agak sedikit keluar dari halte pun membuat tubuhnya terkena hujan.

Dan Reiga, yang entah mendapatkan dorongan dari mana tahu-tahu mengambil inisiatif untuk membantu gadis itu berdiri. Reiga berjongkok di sampingnya.

"Adek nggak apa-apa?" Tanyanya sedikit cemas, apalagi setelah melihat lutut kiri gadis itu yang berdarah.

Lalu ketika gadis itu menoleh padanya, dia tampak tertegun sambil memaksa mulutnya mengeluarkan suara, "a—aku nggak apa-apa, Kak."

Reiga pun menuntunnya berdiri, kemudian membuatnya duduk di bangku halte sementara Reiga berjongkok di bawahnya.

"Lutut kamu berdarah, dan kebetulan Kakak bawa plester nih. Nggak apa-apa, ya, Kakak bantuin buat nutupin luka kamu?" Izinnya dengan sopan.

Sembari menunggu gadis itu memberikan persetujuan, sepasang mata Reiga pun lagi-lagi secara tidak sengaja tertuju pada name tag gadis itu yang bertulis; 'Annavia Diatara. A'

Reiga mengangguk samar, dan dengan jelas mendengar otaknya berbisik pelan, "ooh, jadi namanya Annavia?"

"B—boleh, Kak." Jawab Annavia akhirnya.

Reiga dapat menangkap dengan jelas bahwa gadis di depannya itu sedang gugup. Namun Reiga tidak ingin memikirkan hal itu, sebab sekarang satu-satunya hal yang ingin Reiga lakukan adalah membalut luka gadis tersebut.

Reiga pun membuka kantong depan tasnya. Setelah menemukan sebuah plester pink dengan motif teddy bear, Reiga langsung menempelkannya di atas luka Annavia.

"Nanti setelah sampai rumah, pastiin buat bersihin lukanya, ya?" Ujar Reiga seraya mengikat kembali tali sepatu Annavia yang terlepas.

Annavia hanya mengangguk tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Pesona cowok di depannya ini cukup membuat jantungnya berdebar kencang.

Dan perlu diingat, ini kali pertamanya Annavia merasakan jantungnya berdebar kencang untuk seorang cowok.

Setelah selesai membalut luka Annavia, Reiga kemudian menoleh saat sebuah bus berwarna biru berhenti di halte.

"Bus kamu nomer berapa?"

"402, Kak." Jawab Annavia yang masih saja merasa gugup.

"Kalau begitu kamu harus naik sekarang. Bus kamu udah dateng."

Reiga berdiri, diikuti oleh Annavia yang masih kewalahan mengontrol debar jantungnya.

"Terima kasih buat bantuannya, Kak. Aku pergi sekarang." Pamit Annavia tanpa berani melihat ke dalam mata Reiga— cowok hujannya.

"Ngelangkahnya hati-hati. Jangan sampai jatuh lagi." Reiga memperingatkan terakhir kali sebelum Annavia menggerakkan langkahnya meninggalkan halte.

Itulah pertemuan pertama mereka yang tidak pernah sekali pun bersemayam dalam ingatan Annavia. Wanita itu hanya mengingat sosok 'cowok hujan' sebagai orang baik hati yang dia temui dalam sebuah kebetulan di suatu sore berhujan itu.

Annavia juga tidak pernah tahu, bahwa pertemuan yang dia anggap hanya sebatas kebetulan semata itu, akan menjadi awal dari satu kutukan panjang yang membuat Reiga tidak bisa berpaling darinya walau hanya sedetik. Benang takdir mereka terus bergulir, dan kembali menarik mereka dalam pertemuan lainnya empat tahun kemudian.

Tetapi situasi tidak memungkinkan Reiga kala itu, karena tiba-tiba hadir kembali sebagai kakak dari pacar Annavia, membuat Reiga tidak bisa melakukan apapun.

Dan hingga sekarang, Reiga masih mencari cara bagaimana mematahkan kutukan cinta pertama yang sudah Annavia berikan padanya. Sejujurnya Reiga pernah berharap bahwa kutukan itu akan abadi, tetapi tidak dengan saat ini. Reiga benar-benar ingin menghancurkan kutukan itu.

Reiga kembali tersenyum. Tepat setelah ia menuntaskan ingatan lamanya, lampu merah pun berganti dengan lampu hijau. Reiga menghela nafas cukup panjang, sembari ia menjalankan mobilnya, Reiga bergumam pelan, "goodbye, my first love, Annavia Diatara Adhitama."

****

Kutukan Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang