Bab 02. Reiga dan Dunianya
“At the end of the day, whether one returns to the past or travels to the future, the present doesn’t change.”
—Toshikazu Kawaguchi
****
REIGA terkejut saat melihat sosok Alden yang tiba-tiba saja muncul di depan pintu kamarnya dengan senyumannya yang selalu tampak hangat dan bersahabat. Hanya beberapa detik setelahnya, Reiga kembali mampu mengendalikan diri, dan melempar tatapan dinginnya pada adiknya itu.
"Sarapan yuk, Kak! Mama sama Papa udah nungguin."
"Kalian sarapan aja. Gue harus cepet-cepet ke kampus. Hari ini ada seminar proposal yang harus gue hadirin." Tolak Reiga. Ia sama sekali tidak berminat dengan ide Alden itu.
Setelah memasukan laptop ke dalam tasnya, Reiga bangkit lalu melewati Alden begitu saja. Alden yang masih enggan untuk menyerah berusaha mencegat Reiga, dan dengan refleks memegang lengannya.
Reiga terdiam membeku. Sentuhan Alden di kulitnya mau tidak mau membuat hatinya yang semula dingin, kini menghangat. Hampir dua tahun tinggal di rumah bersama keluarganya, tidak pernah sekali pun ia berusaha memaafkan keadaannya. Ia bahkan seakan tanpa segan menjadikan orang-orang di rumah itu sebagai musuhnya karena luka masa lalunya yang belum sembuh juga.
Kendati pun Reiga selalu membentang sekat meski Alden selalu berusaha mendekat, Reiga tidak pernah luluh. Hatinya sudah terlanjur membeku. Namun hari ini, sekali pun enggan mengakuinya, Reiga merasakan kembali kehangatan itu meski hanya dalam hitungan detik.
Menyadari Reiga yang terdiam di tempatnya, Alden buru-buru melepaskan tangan Kakaknya dan meminta maaf. Meski ia tidak mengerti kenapa harus meminta maaf, tapi Alden tahu betul, bahwa menurut Reiga, ia sudah melampaui batas yang tidak seharusnya ia lampaui.
"Udah gue bilang, gue nggak mau sarapan. Bisa, kan, lo nggak usah merengek lagi?" Desis Reiga dengan cukup tajam, lantas melanjutkan kembali langkahnya yang terhenti.
Saat melewati meja makan, Reiga bahkan tidak mendengarkan panggilan Papanya. Ia hanya berjalan tanpa menghiraukan apa pun. Dan ketika Alden hendak menyusulnya keluar, Mamanya tiba-tiba menghentikannya.
"Alden, kamu akan terlambat. Cepat habiskan sarapanmu."
"Tapi, Ma, Kak Rei—"
"Alden, dengerin Mama! Jangan membantah!" Ucap Faradina dengan sangat tegas.
Alden yang selama hidupnya tidak pernah membantah perkataan Mamanya, akhirnya menurut juga dan segera mengambil tempat di meja makan.
****
Reiga sangat menyukai suasana sepi di rooftop gedung fakultasnya. Di sana, Reiga mendapatkan ketenangan dari hiruk-pikuk suasana kampus yang terkadang membuatnya jenuh. Di sana, Reiga menemukan ketenangannya tanpa khawatir akan mendapatkan gangguan dari sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta Pertama
RomanceAlden layaknya seorang penyihir jahat, yang berhasil melepaskan kutukannya pada Annavia- sang mantan pacar, sekaligus sahabatnya sejak masih kecil. Mereka pernah menjalin hubungan semasa SMA, tapi tiba-tiba saja putus karena Alden secara terang-tera...