Bab 38. Detak Jantung
"Katakan kalau kamu mencintai aku, Al. Dan aku akan pertaruhkan segalanya untuk mempertahankan kamu."
****
ANNAVIA sedang berdiri di samping jendela kamarnya saat tiba-tiba Alden masuk lalu menatapnya dengan kesal. Sejak sore tadi Alden terus berusaha menghubunginya, tetapi si wanita keras kepala ini justru mengabaikan panggilannya hingga membuat Alden tidak bisa lagi menahan kekalutannya.
Sembari berjalan menghampiri Annavia, Alden memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya. "Kenapa telepon aku nggak diangkat?"
"Keluar! Aku lagi mau sendiri." Suara Annavia terdengar dingin. Ia bahkan enggan menatap wajah Alden.
"Sudah satu minggu, Annavia!" Alden memperingatkan dengan tajam. "Kamu nggak bisa terus-terusan seperti ini, kamu—"
"Alden?" Sela Annavia sambil memejamkan kedua matanya sejenak. Otaknya terlalu buntu untuk bisa diajak berpikir jernih sekarang.
Alden terdiam. Sekelumit firasat tidak enak tiba-tiba menyentil dirinya. Suasana yang tadinya dingin di antara mereka tahu-tahu dirasuki ketegangan.
"Keputusan kita untuk menikah... sepertinya harus kita pikirkan lagi."
"Annavia, kamu sadar apa yang baru saja kamu omongin?"
Annavia berbalik lalu menghujam tatapannya pada kedua mata Alden. Dan pertahanannya nyaris kacau saat tanpa sengaja melihat luka pada punggung tangan Alden. Ingin rasanya Annavia meraih tangan itu dan merawat lukanya. Namun kecemasan Annavia itu rupanya luput dari kepekaan Alden. Sebab saat itu juga Alden tahu bahwa Annavia serius dengan perkataannya, hingga membuat keberanian laki-laki itu seketika kikis.
Dia berpikir bahwa dia harus menolak perkataan Annavia. Alden tidak bisa serta-merta mengikuti keinginanya. Pernikahan mereka sudah di depan mata, kenapa juga mereka harus berpikir ulang untuk itu?
Dari semua pertanyaan-pertanyaan dalam dirinya, Alden hanya mampu menemukan satu jawaban; bahwa alasan Annavia ingin memikirkan kembali keputusan mereka untuk menikah, karena kemarahannya pada Alden yang lebih memihak Greeta saat dirinya dan Greeta bertengkar siang tadi. Alden menggeleng beberapa kali. "Kalau kamu bersikap kayak gini sekarang cuma karena kejadian tadi, kamu harus tahu kalo aku nggak bermaksud buat—"
"CUMA KARENA?" Annavia memotong perkataan Alden dengan lantang. "Dengan entengnya kamu bilang CUMA KARENA?" Ucap Annavia tak terima sambil memberikan penekanan yang sangat kuat dan penuh amarah pada kalimat 'cuma karena'. Hatinya benar-benar sakit saat mendapati bahwa Alden terlalu menggampangkan kesalahannya.
Tidak setetes pun Annavia mengeluarkan air matanya. Pada titik terhancur itu, ia sudah tidak lagi bisa menangis. Setiap hela nafasnya pun bahkan terasa begitu menyakitkan hingga dia berpikir bahwa lebih baik mati rasa saja dari pada menanggung semua kesakitan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta Pertama
RomanceAlden layaknya seorang penyihir jahat, yang berhasil melepaskan kutukannya pada Annavia- sang mantan pacar, sekaligus sahabatnya sejak masih kecil. Mereka pernah menjalin hubungan semasa SMA, tapi tiba-tiba saja putus karena Alden secara terang-tera...