Bab 51. Hujan dan Kemarahan
"Dari dua puluh tiga tahun yang lalu sampai hari ini, kamu selalu menjadi satu-satunya yang aku cintai. Aku mencintai kamu, Annavia Diatara Adhitama!"
****
"SEJAK kecelakaan itu, Alden menderita PTSD, Vi. Dan satu-satunya yang tahu hal ini ya cuma gue. Alden nggak mau ngasih tahu siapapun, termasuk Kak Rei dan orang tuanya."
Itulah penjelasan dari Windy setelah Annavia mencoba mencari tahu tentang gangguan kecemasan yang dialami oleh Alden beberapa hari yang lalu. Windy yang awalnya terlihat ragu untuk bercerita, pada akhirnya menceritakan semua yang Alden lalui selama tiga tahun ini. Tak pelak, hal itu semakin membuat Annavia merasa bersalah pada Alden. Beribu kata "seandainya" terus saja memenuhi pikirannya.
Seandainya dulu Annavia tidak pergi meninggalkan Alden begitu saja.
Seandainya saja Annavia bisa mengakhiri hubungan mereka dengan cara yang lebih baik.
Seandainya saja Annavia tetap bertahan di sisi Alden pasca mengalami koma.
Dan masih banyak lagi penyelasan lainnya yang tidak bisa Annavia bendung. Hatinya terlalu penuh untuk bisa menterlisir rasa bersalahnya.
"Mbak Ann, Mbak Windy! Ayo masuk! Acaranya udah mau mulai." Satu suara milik Acha dari depan ruangan serbaguna yang memanggil Annavia dan Windy yang saat itu sedang berbicara empat mata di taman, langsung membuat kedua wanita itu secara kompak menoleh ke arah Acha.
"Iya, Cha! Kami akan ke sana." Jawab Windy dengan suara sedikit keras.
Setelah mendengarkan jawaban Windy, Acha pun kembali masuk ke dalam ruangan.
Hari itu, bertepatan dengan Hari Kreativitas Anak yang memang rutin diadakan setiap tahun oleh pihak panti. Setiap anak di panti asuhan itu akan menunjukkan bakat mereka melalui sebuah pertunjukkan. Ada pun bakat-bakat seperti menggambar dan melukis, bermain teater, bernyanyi, hingga menari dipertontonkan dalam acara tersebut. Acara hari itu pun cukup meriah seperti tahun-tahun sebelumnya. Perwakilan dari setiap donatur tetap datang sebagai tamu undangan.
Ketika Annavia dan Windy memasuki ruangan, penampakkan Alden yang sedang memberikan arahan kepada anak-anak yang akan bermain teater langsung menyambut mereka. Dengan dibantu oleh Iam, Alden tampak begitu gembira ketika memberikan pengarahan. Tak jarang juga, Alden terlihat tertawa begitu lepas melihat tingkah dari anak-anak yang menurutnya sangat lucu dan menggemaskan.
Annavia tertegun memandangi Alden dengan satu senyuman tipis di wajah cantiknya. Siapa sangka di balik tawa itu, Alden menyimpan begitu banyak penderitaan.
"Lo tahu, Vi?" Ucap Windy saat menyadari bahwa Annavia sedang menatap ke arah Alden hingga nyaris tak berkedip.
"Apa?" Balas Annavia, kemudian ikut tertawa saat melihat seorang balita perempuan yang tiba-tiba saja menyuruh Alden untuk menunduk kemudian mendaratkan satu kecupan kecil di pipi Alden.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta Pertama
RomanceAlden layaknya seorang penyihir jahat, yang berhasil melepaskan kutukannya pada Annavia- sang mantan pacar, sekaligus sahabatnya sejak masih kecil. Mereka pernah menjalin hubungan semasa SMA, tapi tiba-tiba saja putus karena Alden secara terang-tera...