Bab 47. Missing Piece
"Kamu nggak cinta aku. Nggak sekali pun kamu pernah punya perasaan itu untuk aku. Dari dua puluh satu tahun yang lalu sampai hari di mana kita berpisah, aku cuma sahabat buat kamu. Dan aku sadar, kalau aku nggak akan pernah bisa melampaui batas itu meski sekeras apapun aku berusaha."
****
KEGIATAN pembacaan dongeng hari itu akhirnya selesai. Selama proses perekaman tadi, Alden hanya fokus menatap wajah Annavia di kamera. Beberapa pertanyaan tentang sikap Annavia yang begitu tenang saat berhadapan kembali dengannya setelah bertahun-tahun lamanya, mau tidak mau mengusik Alden.
Bagaimana Annavia bisa tetap tersenyum dan tertawa seperti itu, di saat selama ini Alden bahkan kesulitan untuk bernafas? Bagaimana bisa, Annavia menatap ke dalam matanya tanpa gejolak, di saat Alden berusaha mati-matian menahan getar di matanya agar tidak menghamburkan air mata? Bagaimana bisa Annavia mampu menahan diri dengan cara sebaik itu?
Memikirkan hal itu kembali memicu sesak di dada Alden. Setelah bertahun-tahun ia hidup dalam sesal, apa hukuman itu masih belum juga cukup baginya? Atau apa Annavia, sudah benar-benar bisa menghapus semua tentang Alden dari hatinya?
"Inget janji kamu di toko buku tadi? Kita harus bicara." Lirih Alden saat Annavia menghampirinya setelah ia selesai dengan segala urusannya.
Saat itu, waktu sudah menunjukkan lewat pukul sembilan malam.
Annavia mendesah pelan. Selain karena ia sudah tidak memiliki celah untuk melarikan diri lagi, Annavia memang tidak ingin melakukannya. Ia harus berbicara dengan Alden.
"Oke, ayo bicara." Jawab Annavia dengan pasrah. Ia lalu berjalan keluar mendahului Alden.
Saat Annavia akan membuka pintu mobilnya, sambil berlalu Alden berkata padanya, "kamu biar aku bonceng."
"Tapi, Al—"
Alden serta-merta menghentikan langkahnya, ia kemudian berbalik lalu menatap Annavia dengan tajam, "selama tiga tahun ini aku sudah ikuti aturan main kamu, termasuk hari ini. Jadi setidaknya untuk malam ini, kamu ikuti aturan main aku. Paham?"
"Alden—"
"SEKARANG!!"
Dari dulu bahkan sekarang, nada memerintah Alden tidak juga berubah. Dan sejak dulu hingga sekarang pun, Annavia tidak pernah bisa menolak apapun yang Alden perintahkan padanya. Itulah kenapa, sekarang Annavia sudah duduk di belakang Alden yang sedang mengendarai skuternya dengan posisi yang agak berjauhan. Annavia bahkan lebih memilih meletakkan kedua tangannya di atas paha dari pada harus berpegangan pada pinggang Alden.
Sepuluh menit kemudian mereka tiba di sebuah tempat makan sederhana yang terletak di pinggir jalan dengan nama 'Kedai Lama'. Kedai Lama sendiri adalah kedai yang cukup terkenal di pulau Banu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta Pertama
RomanceAlden layaknya seorang penyihir jahat, yang berhasil melepaskan kutukannya pada Annavia- sang mantan pacar, sekaligus sahabatnya sejak masih kecil. Mereka pernah menjalin hubungan semasa SMA, tapi tiba-tiba saja putus karena Alden secara terang-tera...