Bab 41. Episode-Episode Runtuh
"Kau tahu apa yang paling berat dari sebuah perpisahan yang menyakitkan? Berusaha membiasakan diri dengan ketidakberadaan. Hari-harimu diliputi oleh kesesakkan yang tidak terkira, rasa sakit tidak terbantahkan yang membuatmu memohon ampun setiap detik, juga perasaan rindu yang tiba-tiba menyeruak pada malam-malam panjangmu yang memilukan."
****
"ALDEN, cepet bangun! Kamu bakalan telat!"
Suara Annavia dari luar langsung menyentak Alden hingga membuatnya terbangun dari tidurnya dalam keadaan terkejut. Alden terdiam untuk beberapa saat seraya memijit pelan kepalanya yang terasa pening akibat mabuk semalam. Dia pasti sangat merindukan Annavia sampai-sampai berhalusinasi mendengar suaranya sekarang.
Alden tersenyum getir dengan perasaan nelangsa.
"ALDEN! SELAMA GUE MASIH BERSIKAP BAIK, CEPAT BANGUN!!"
Sekali lagi suara Annavia terdengar. Namun kali ini lebih keras karena wanita itu berteriak.
Untuk sesaat Alden tidak bisa untuk tidak bereaksi. Suara itu benar-benar terdengar nyata. Alden kemudian mencubit lengannya sendiri untuk memastikan bahwa apa yang terjadi saat ini memang benar-benar kenyataan.
"Aw!" Ringis Alden setelahnya.
Namun sedetik berikutnya, ia justru tertawa dengan luapan bahagia yang tidak terhingga. Cubitan di lengannya terasa sakit, yang itu berarti dia tidak sedang bermimpi sekarang.
Alden pun meloncat turun dari tempat tidurnya, ia lantas segera keluar dari kamarnya menuju dapur. Dan di sana, Alden dapat melihat sosok Annavia yang sedang menyiapkan sup pereda mabuk untuknya. Annavia bahkan mengenakan baju kaos milik Alden yang tentu saja selalu kebesaran di tubuhnya.
"Semalem minum berapa banyak, sih? Sampai aku dateng kamu nggak sadar. Kamu tahu? Semalem kamu bahkan muntahin baju aku. Padahal itu baju baru." Omel Annavia. Salah satu tangannya ia sangga pada pinggangnya, sementara tangan yang satunya lagi sibuk mengaduk sup di atas kompor.
Alden tidak sedikit pun menangkap omelan-omelan Annavia. Dia hanya mendenguskan senyumnya, lalu menggosok kedua matanya yang terus berembun sejak hari di mana Annavia meninggalkannya di rumah sakit tiga hari yang lalu. Tidak lama kemudian, Alden berjalan dengan tidak sabaran menghampiri wanita itu lalu memeluknya seerat mungkin.
Persetan jika ini hanya mimpi atau bukan. Alden hanya ingin memeluk Annavia.
Memeluk Annavia kembali seperti ini, membuatnya terasa terisi kembali. Air matanya pun perlahan menetes dengan kedua mata terpejam.
"Alden, aku nggak bisa nafas! Aku hampir mati." Ucap Annavia dengan suara tercekat sembari memukul punggung Alden, meminta untuk dilepaskan. Tetapi Alden bergeming.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta Pertama
RomanceAlden layaknya seorang penyihir jahat, yang berhasil melepaskan kutukannya pada Annavia- sang mantan pacar, sekaligus sahabatnya sejak masih kecil. Mereka pernah menjalin hubungan semasa SMA, tapi tiba-tiba saja putus karena Alden secara terang-tera...