Bab 03. Kita Yang Sedang Terluka (1)
"Lo juga nggak tahu gimana rasanya kehilangan seorang Ibu yang sangat lo cintai karena kesalahan yang disebabkan oleh seorang yang lo sebut AYAH KANDUNG!"****
"SUDAH ada rencana mau lanjut S2 di mana?" Tanya Sadewa pada Reiga yang terlihat tidak berselera menikmati hidangan makan malam di hadapannya.
Alden dan Mamanya menghentikan aktifitas makan mereka dan menatap ke arah Reiga secara bersamaan. Sementara Reiga yang sedari tadi memang tidak berselera dengan makananya, semakin kehilangan selera sekarang. Ia muak melihat tingkah Papanya yang bersikap seakan-akan peduli padanya, padahal menurutnya Papanya hanya berpura-pura saja.
"Aku belum kepikiran." Jawab Reiga sekenanya.
"Menurut Mama, kamu lanjut di luar negeri saja. Supaya kamu memiliki pandangan baru, dan lebih siap lagi untuk kelak menggantikan posisi Papa kamu meneruskan bisnis keluarga kita."
Faradina mencoba memberikan saran dengan tulus. Namun apa yang ia dapati justru berbanding terbalik dengan apa yang ia harapkan. Bagi Reiga, ucapan itu terlalu lancang untuk ia dengar. Bisnis? Keluarga kita? Apa yang wanita itu maksud?
Sejak awal Faradina harusnya menyadari, bahwa Reiga memang pandai dalam hal mengacaukan harapannya.
"Keluarga yang mana maksud Tante?" Tanya Reiga dengan nada tidak terima.
"Reiga, sudah Papa bilang berkali-kali, panggil Mamamu dengan benar. Mamamu bukan seseorang yang bisa kamu panggil tanpa rasa hormat!"
Reiga menghela nafas. Ia kemudian melepaskan sendok dan garpunya, dan menatap Faradina yang duduk tepat di hadapannya dengan penuh kebencian.
"Aku bahkan tidak tahu harus memanggil dia apa. Karena tidak mungkin hanya menyebut namanya saja, jadi bukankah sudah memang seharusnya aku memanggilnya Tante? Itu hal paling sopan yang bisa aku lakukan."
"Reiga!!" Sentak Sadewa dengan keras.
Alih-alih menanggapi kemarahan Papanya, Reiga malah bangkit dari kursinya lantas berkata, "nantinya aku bakalan kuliah di mana, aku serahin semuanya ke Papa. Sejak awal, kalian memang tidak pernah memberikan aku pilihan, bukan? Lalu, kenapa sekarang harus repot-repot menanyakan pendapatku? Di rumah ini, aku cuma robot yang dikendalikan penuh oleh Papa, aku—"
Belum sempat Reiga menuntaskan perkataannya, sebuah tamparan yang cukup keras dari Sadewa mendarat dengan sempurna di wajahnya. Reiga tersenyum jengah dengan sebuah dengusan. Ia seperti sudah bisa membaca tindakan Papanya. Namun, rasa kebas di pipinya sama sekali tidak sebanding dengan seluruh rasa sakit dan kemarahan yang memenuhinya selama bertahun-tahun lamanya.
"Hidup seperti robot? Kamu kira Papa tidak tahu kalau selama ini kamu selalu hidup dengan cara kamu sendiri? Mengambil beberapa pekerjaan part time? Menjadi sukarelawan? Kamu menghabiskan banyak waktu di luar rumah, melakukan hal-hal yang kamu inginkan. Kamu pikir Papa tidak tahu? Papa selama ini diam bukan karena tidak tahu semua kegiatan kamu, Papa hanya membiarkan kamu melakukan apa pun yang kamu suka, dan kamu merasa hidup seperti robot? Apa Papa harus membuat kamu kehilangan semua pekerjaan itu supaya kamu tahu bagaimana rasanya hidup seperti robot yang sebenarnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta Pertama
RomanceAlden layaknya seorang penyihir jahat, yang berhasil melepaskan kutukannya pada Annavia- sang mantan pacar, sekaligus sahabatnya sejak masih kecil. Mereka pernah menjalin hubungan semasa SMA, tapi tiba-tiba saja putus karena Alden secara terang-tera...