108 • Berduka Cita

474 60 0
                                    

Song: JKT48 - Mammoth

Vino begitu terpukul mendapati anaknya sudah dalam keadaan tidak bisa bernapas lagi. Semua teman-teman Gita hadir di pemakaman dengan derai air mata. Semuanya menangis, semuanya sangat sedih dan terpukul mendapati kabar duka yang mendadak ini.

Rasa duka mendalam dirasakan betul oleh Badrun. Sungguh sangat kehilangan benar terhadap sahabat semasa kecilnya, Badrun menangis meraung meratapi tanah merah pemakaman sahabatnya itu. Sembari memegang kayu nisan yang berwarna putih, air matanya perlahan menetes dan jatuh di tanah merah itu.

Satu persatu pelayat pun meninggalkan lokasi pemakaman, membiarkan Vino dan Badrun yang sedang dalam kesedihan.

Vino menatap sahabat-sahabat anak kandungnya lalu tersenyum tipis. "Makasih buat kalian semua sudah ada untuk anak Om," ucap Vino membuat semuanya tertunduk.

Aldo mengusap air matanya yang sudah memenuhi pelupuk matanya. "Sama-sama Om." Balas Aldo mewakili.

"Saya pamit pulang duluan," ucap Vino pamit kepada mereka berlima.

Vino pulang duluan bersama para bodyguard. Dirinya tidak mau berlama di pemakaman dan berlarut sedih. Ia harus bisa mengikhlaskan anaknya karena ini semua sudah takdir.

Sementara itu, melihat situasi demikian, Aldo, Deo, Sholeh, dan Mirza tidak tega bila meninggalkan Badrun seorang diri di pemakaman sahabatnya itu.

"Ayo Drun, kita juga harus balik lo harus sabar dan ikhlas lepasin kepergian Gita, lo jangan sedih terus biarin Gita damai di surga." Ajak Aldo sembari mengangkat lengan Badrun.

"Percayalah kita semua bakal menemui kematian," imbuh Sholeh.

Namun Badrun tetap saja tak mau berdiri.

"Gue nggak bisa, gue belum siap." Jawab Badrun sambil terisak-isak.

"Gue tau Drun, gue paham hati lo saat ini lagi hancur banget. Kita juga sama hancur Drun, kita semua sama kehilangan Gita dan bukan cuma lo doang yang hancur." Deo mengusap punggung Badrun.

"Bisa Drun, lo pasti bisa lewati semuanya!" timpal Mirza.

"Ayo pulang," ajak Sholeh.

Badrun semakin meremas tanah merah itu. Ia kesal, ia marah kenapa Tuhan selalu mengambil orang-orang yang ia sayangi?

"Ini semua gara-gara Ara!" ucap Badrun menyalahkan Ara.

Deo kembali menjawab. "Bukan salah Ara, ini semua emang udah takdirnya. Gita pergi ninggalin kita semua udah takdir."

"Bener Drun, lo jangan menyalahkan orang lain atas meninggalnya Gita." Timpal Mirza.

Badrun menatap teman-temannya dengan tatapan tajam dan menusuk.

"Lo semua belain dia?! MAKSUD LO SEMUA APA BILANG KAYAK GITU?! LO MAU KHIANATIN GUE SAMA GITA, HAH?!" bentak Badrun pada teman-temannya.

"Stop Badrun! Lo lagi emosi!" Aldo langsung menenangkan Badrun.

"GUE NGGAK HABIS PIKIR SAMA LO SEMUA! DI MANA OTAK LO PADA, HAH?! DI SAAT GITA SEKARAT LO SEMUA PADA KE MANA?! LO SEMUA ASIK NONTON ACARA SEKOLAH SEDANGKAN GUE DAN OM VINO JAGAIN GITA!" ucap Badrun penuh amarah.

"Apa itu yang di sebut sahabat, hah?! Jawab gue bangsat!" teriak Badrun ke depan muka Deo. Badrun mencengkeram keras kerah baju Deo.

Aldo langsung menarik Badrun menjauh dari Deo. "Badrun stop! Lo lagi emosi!" bentak Aldo.

Badrun menghempas kasar tangan Aldo yang menyentuhnya. "Minggir anjing! Lepasin gue! Mulai sekarang lo semua bukan sahabat gue lagi!" teriak Badrun.

Sholeh meremas kasar rambutnya frustrasi kenapa jadi seperti ini?

"Drun nggak gini Drun! Kita tetap sahabat lo!" ucap Mirza menangis.

Tetapi Badrun menggeleng. "Lo semua bukan lagi sahabat gue mulai detik ini! Lo semua pergi! Pergi anjing!" teriak Badrun lagi.

Deo bangkit dan mengajak teman-temannya untuk pergi meninggalkan Badrun sendirian di pemakanan.

Lain dengan Vino yang sudah masuk ke dalam mobil, sang sopir langsung menjalankan mobilnya pergi dari pemakaman itu.

Matanya sudah tidak menangis lagi tapi hatinya masih berduka cita. Sekarang ia tidak punya siapa-siapa lagi untuk menjalani hidup. Anak dan istrinya sudah meninggalkannya duluan. Apa ia juga harus menyusul? Satu-satunya harapan Vino telah pupus sudah. Sekarang percuma juga ia hidup.

Vino meremas kasar celananya dan langsung menelepon seseorang.

"Halo Bos?" ucap bodyguard Vino dari seberang sana.

"Ini sudah hampir seminggu. Saya tidak mau tahu! Kalian malam ini harus bisa mendapatkan gadis itu! Sebelum pukul 12 malam kalian sudah membawanya ke tempat saya. Mengerti?!" ucap Vino penuh penekanan di setiap kata-perkatanya.

Bodyguard yang ada di seberangnya itu menjawab patuh. Vino mematikan sambungan teleponnya dan kembali mengepalkan tangannya kuat.

Ingat! Nyawa harus dibayar nyawa. Anak saya meninggal gara-gara kamu! Dan saya tidak akan diam saja!


****

HALOOOOO SEMUANYAAAA!!!
AAAAAA!!! Seneng banget bisa nyapa kalian lagi di cerita limitide edition ini ♡♡♡
Gimana ceritanya??? Seru banget kan??? Seru donggg!! Ada typo-typo nya nggak sekarang??? Gimana enak nggak baca ceritanya??? Jangan lupa vote dan komen yaaa....

CHIKARA: I LOVE YOU MY SENIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang