02. Breath: Empty

4.4K 458 30
                                    

Please vote before you enjoy this chapter 🍵
.
.
.

Setelah pekerjaannya selesai, Lalice pamit pulang pada Bogum. Menolak untuk diantar pulang oleh pria itu dan kini Lalice berjalan sendirian menyusuri sudut kota Seoul dimalam yang dingin ini.

Memeluk buku tebal ditubuhnya Lalice sudah sampai tempat yang biasa orang sebut dengan Rumah. Istana sederhana itu tidak lah besar dan tidak juga kecil. Namun cukup nyaman untuk seseorang tinggal didalam nya.

"Ji-hyun imo~ aku pulang."

Teriak Lalice sembari mengetuk pintu rumahnya. Dilirik jam ditangannya kini sudah pukul sepuluh malam dan ini adalah rutinitas biasa yang selalu Lisa lakukan. Sebelum dirinya berpindah sekolah.

Lalice adalah gadis tangguh berusia 17 tahun yang selama hidupnya tinggal bersama sang bibi. Dia tidak mengetahui dimana kedua orangtuanya berada,yang dia tahu hanya ayah dan ibunya masih hidup namun tidak berniat mencari nya.

Kehidupan mereka jauh dari kata mewah, hidupnya serba kekurangan. Bahkan Lalice harus ikut membantu sang bibi mencari penghasilan karena bibi nya hanya mempunyai kedai ramen kecil yang juga letaknya tersembunyi.

Namun berkat kepintaran yang Lalice punya,dia selalu memutar otaknya membuat kelebihan nya itu bisa menghasilkan suatu penghasilan. Lomba nasional, olimpiade hingga beasiswa dibabat habis oleh otak pintar Lalice.

"Aigo,Lalice ku sudah pulang." Sambut Ji-hyun yang langsung memeluk keponakannya itu dengan hangat. Rasa lelah menjadi hilang saat senyuman dari bibi nya merekah indah.

"Kau pasti sangat lelah." Ji-hyun  menarik Lalice masuk kedalam dan segera mengunci pintu nya. Mendorong Lalice untuk membersihkan diri terlebih dahulu karena melihat pakaiannya yang basah dan lusuh itu.
.
.
.
Setelah menunggu beberapa saat Ji-hyun datang ke kamar Lalice dengan membawa segelas susu coklat.

"Omo gomawo,Imo." Lalice mengecup pipi Ji-hyun dengan singkat.

"Lalice apakah sekolah baru mu itu lancar?" Ji-hyun menatap kagum kamar Lalice yang dipenuhi oleh piala, piagam dan juga mendali emas yang terpajang indah dikamar sempit itu.

Sejak kecil Lalice adalah anak yang sangat berprestasi. Ji-hyun tahu kemampuan Lalice itu diatas rata-rata maka dari itu Ji-hyun selalu mengikut sertakan Lalice dalam berbagai lomba.

Dan seperti sudah ditakdirkan,Lisa sangat senang ketika dia mengikuti berbagai kegiatan seperti itu.

"Tenang saja semuanya baik-baik saja, teman-teman baruku disana sangat baik." Ji-hyun hanya mengangguk sembari mengeratkan jaket ditubuhnya.

"Lalice,sudah cukup kau bekerja hingga larut malam seperti ini. Biarkan Imo yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita. Kau cukup belajar dengan tekun sayang." Ji-hyun mengusap kepala Lalice dengan lembut.

"Tidak Imo,aku tidak keberatan dengan semua ini. Kau sedang sakit dan mana mungkin aku membiarkanmu bekerja." Lalice menggenggam tangan Ji-hyun dengan erat.

Ji-hyun berumur 45 tahun. Dia rela tidak memiliki pendamping hidup karena ingin fokus mengurus Lalice hingga anak itu mencapai impiannya.

Namun Tuhan memiliki jalannya sendiri Ji-hyun divonis memiliki penyakit gagal jantung yang membuatnya harus diam tidak melakukan aktivitas fisik yang berat.

Mendengar bibi nya divonis penyakit mematikan seperti itu Lalice menjadi sedih. Awalnya Lalice tidak tahu harus berbuat apa namun sekarang yang harus Lalice lakukan adalah membantu menyambung kehidupan mereka.

Setiap bulan Lalice akan membawa Ji-hyun untuk checkup. Ji-hyun merasa tidak berguna,hidup keponakannya tidak seharusnya seperti ini. Terkadang Ji-hyun merasa kesal pada takdir yang Lalice jalani sekarang.

Breath 'L'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang