Sedang fokus mendengarkan pelajaran Matematika yang dijelaskan oleh guru, seorang pria berwajah dingin dan berparas tegas masuk ke salah satu kelas. Semua murid yang ada dikelas itu pun serentak berdiri dan membungkuk padanya termasuk Lalice.
"Maafkan saya karena menggangu waktu belajar kalian. Lalice,ikut saya sekarang."
Lalice menutup matanya dan mengepalkan tangannya,dia tidak menyangka akan mendapatkan panggilan secepatnya ini. Semua teman-temannya langsung melirik pada Lalice.
Lalice segera meminta izin pada guru yang berada di kelas, lalu ikut berjalan dibelakang pria tua tadi yang biasa mereka sebut sebagai kepala sekolah.
Perasaan Lalice menjadi harap-harap cemas. Ingin bersikap tak peduli namun dia takut dengan apa yang akan terjadi nanti. Sudah dipastikan jika ini terkait dengan pertengkaran nya dengan Nayeon. Tidak ada jalan lain selain menjelaskan yang sebenarnya.
.
.
.Mereka akhirnya sampai di ruangan khusus kepala sekolah itu,ternyata Lalice tidak sendirian disana ada seorang wanita dewasa dan juga Nayeon. Lalice membulatkan matanya melihat melihat keadaan Nayeon yang berantakan.
"Ada apa dengannya?" Ucap Lalice dalam hati.
Terdapat banyak luka dan beberapa memar kecil diwajah Nayeon. Sudah dipastikan jika wanita dewasa itu adalah ibunya. Wanita itu menatap nyalang pada Lalice, lalu berdiri dan berjalan menuju Lalice.
Plak~
Sebuah tamparan keras menyentuh pipi mulus Lalice tanpa izin. Tubuhnya ikut terhuyung bersamaan dengan rasa sakit yang mulai menjalar ke kepalanya. Dengan tangan yang perlahan menyentuh pipinya Lalice menatap wanita dihadapannya dengan tajam.
"Apa yang kau lakukan ahjumma." Ucapnya yang mengesampingkan tata krama. Wanita itu mengangkat alisnya sebelah dengan kembali menatap Lalice dari atas hingga bawah.
"Dasar gadis miskin. Apa yang telah kau lakukan pada putri ku hah?!" Lalice semakin mengerutkan keningnya tidak paham pada apa yang wanita itu bicarakan. Nayeon disana tengah bertingkah kesakitan,dan ibunya semakin menatap benci pada Lalice.
"A-Aku tidak mengerti--"
"Jangan berpura-pura bodoh Lalice,aku tidak menyangka bahwa kau sekotor itu." Nayeon ikut menimpali perkataan ibunya. Air mata Nayeon benar-benar mengalir di pipinya.
Lalice semakin tersudut,apa yang mereka maksud. Ibu Nayeon menarik baju seragam Lalice lalu dihempaskan nya ke hadapan kepala sekolah itu.
"Jelaskan padaku Lalice,apa yang telah kau perbuat pada Nayeon-ssi?" Kepala sekolah itu berdecak pinggang menunggu jawaban dari Lalice yang entah harus menjelaskan apa karena Lalice tidak melakukan apa-apa pada gadis itu.
"Baiklah jika kau tidak bisa menjelaskannya padaku. Nayeon-ssi jelaskan padaku apa yang terjadi padamu?" Kepala sekolah itu kini terduduk dengan memperhatikan Nayeon dengan lembut.
"A-Aku takut, Lalice seperti monster. D-Dia menyuruh seseorang untuk menghajarku disaat aku sendirian. Orang tersebut berkata jika dirinya disuruh oleh Lalice,karena pagi tadi kami sedikit beradu mulut dikelas dan Lalice tidak bisa menerima perkataan ku,jadi dia menyuruh temannya untuk membuat ku seperti ini."
Nayeon menangis dengan keras setelah menjelaskan sedikit pada mereka. Ibunya memeluk Nayeon yang tengah tersedu-sedu itu.
Lalice sedikit tertawa melihat apa yang ada dihadapan nya itu. "Woah daebak,drama macam apa ini,ya Tuhan." Lalice menyisir rambutnya kebelakang,mereka hanya menatap Lalice dengan tatapan yang penuh kebencian.
"Apa benar Lalice?kau melakukan kejahatan itu?apa maksudmu berbuat seperti itu?!" Kepala sekolah itu bangkit dari duduknya.
"Aku bersumpah tidak melakukan apapun padanya. Apa yang harus aku jelaskan." Lalice bingung dengan situasi kali ini,tiga lawan dua mana bisa. Mereka terus menyudutkannya Lalice yang tidak tahu harus menjawab apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breath 'L'
RandomAku hidup untuk mempertahankan satu kebahagiaan. Tuhan memberi ku kesempatan untuk membalas kebaikan kalian. Jika sudah tak diinginkan aku memilih kembali bersama Tuhan.- L -Second story.