39 - Bunga Cantik yang Langka

832 101 375
                                    

Sebelum baca, jangan lupa tekan bintang vote-nya dulu ya~ selamat membaca💜

˚ᵔ ᵕ ᵔ˚

GALA menaikkan alisnya, sudah ia duga dan sekarang ia sadar untuk apa menanyakan perasaan Gita pada Hanif. Tapi ia juga penasaran, bukannya sekarang Gita bilang suka pada dirinya atau Gita memang seperti cewek kebanyakan yang menyukai cowok lebih dari satu. 

"Berarti kalo tadi si kapten basket nembak elo, bakal diterima?"

Gita mengerjap kebingungan. "Hah? Tadi kapan?"

Ganti Gala yang mengerjap, Gita benar-benar tidak peka atau beneran polos. "Pas tadi di lapangan. Bukannya si kapten basket mau nembak elo."

Gita mengernyitkan dahi dan menatap Gala sambil tersenyum geli. "Nggak mungkin. Hanif udah punya pacar tauk. Eca anak IPA tiga temennya Hesty. Jadi nggak mungkin kalo tadi Hanif mau nembak gue."

Gala terdiam dan kembali memikirkan ucapan Hanif tadi.

"Jadi, seandainya si kapten basket nggak punya pacar bakal elo terima?"

"Gue nggak suka berandai-andai. Nggak penting." Gita membalas sambil mengibas-ngibaskan tangan boneka yang dipegangnya.

Gala kembali terdiam keki, tapi terlanjur penasaran jadinya ia benar-benar ingin memastikan sesuatu. "Ya kan nggak tau ke depan gimana, kalo misal tiba-tiba dia putus terus nembak elo. Gimana?"

"Menurut elo gimana?" Gita balik bertanya.

"Kenapa elo jadi nanya gue?"

"Abis gue nggak punya pengalaman nerima cowok. Terus kalopun gue terima nanti harus gimana?"

Gala tersentak. "Elo beneran belum pernah pacaran?"

Gita mengangguk-angguk dan mengerjap polos.

"Elo bilang suka kan sama si kapten basket, jadi nggak ada alasan buat nolak dia. Sama halnya dengan gue." 

"Maksudnya?" tanya Gita kebingungan.

"Gini ya Gitania, misal cowo yang elo suka nembak elo, apa ada alesan elo nolak dia?" tanya Gala balik sambil membuka ponselnya yang bergetar tanda mendapat pesan.

"Itu dulu, waktu awal gue ngenal Hanif. Sukanya cuma beberapa saat. Gue sempet terpesona sama dia, abisnya dia beda. Tapi gue keburu sadar terus langsung pasang pager."

"Maksudnya?"

Gita lalu bersenandung pelan. "Namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda~"

Masih menunduk memandangi layar ponsel Gala tersenyum tipis mengerti maksud Gita. "Jadi, sekarang udah nggak suka?"

"Ya masih," balas Gita santai. "Tapi suka yang beda. Suka yang biasa aja sebagai temen."

Gala yang sempat mengotak-atik ponsel mengangkat wajahnya kemudian menatap Gita yang tengah asik sendiri mengelus-elus boneka beruangnya dengan sentuhan lembut.

"Berarti kalo misal Hanif seiman pasti diterima?" tanya Gala lagi.

"Elo suka banget ya bahas perandaian." Gita tersenyum geli lalu jari telunjuknya diketuk-ketuk ke hidungnya sendiri, kebiasaannya saat mikir. "Seperti yang elo tadi bilang, nggak ada alesan gue nolak Hanif. Bahkan, meski nggak seiman juga nggak masalah. Hanif pinter, baik, kapten basket lagi, terus bikin gue nyaman. Yaudah pepet aja kayak kata Bunda. Berasa keren banget gue punya pacar modelan Hanif, walaupun ujungnya bakal jadi mantan."

Gala melongo mendengar jawaban dari Gita. "Terus kenapa waktu itu elo nolak Miki? Apa karna dia kurang pinter?"

Gita kontan ketawa mendengar pertanyaan barusan. "Bukan gitu. Karena gue tau kalo Miki nggak serius. Palingan dia cuma iseng godain gue."

CHEMISTRY DI ANTARA GITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang