8 - Bukan Partai Merah

1K 115 5
                                    

Sebelum baca, jangan lupa tekan bintang vote-nya dulu ya~ selamat membaca💜

˚ᵔ ᵕ ᵔ˚

Adam dan Gita kompak melongo mendengar ucapan Inul, Gala ikutan mengerutkan keningnya.

"Elo lagi nggak ada niatan ngediriin partai sendiri kan Nul? Elo nggak ngebet jadi ketua partai?" tanya Adam tiba-tiba. "Atau jangan-jangan pas Bams beneran jadi presiden entar elo mau ngelengserin si Bams? Terus elo gantiin posisi dia jadi presiden. Ah—atau jadiin si Bams boneka negara."

"Kalo Inul sampe jadi presiden bisa-bisa aset negara dia jualin semua. Sepulau-pulaunya." Gala yang dari tadi menyimak ikut berkomentar dengan nada tenang dan datar, fokusnya masih di layar ponsel mengabaikan Inul yang ganti melongo. Gita bahkan menatap Gala tak berkedip.

"Gue nggak semiskin itu!" balas Inul sewot.

"Berarti yang pernah jual aset negara itu miskin banget ya Nul?" tanya Adam sambil ketawa.

"Iya, miskin akhlak, miskin ilmu." Inul mendengus kesal. "Lagian gue nggak pengen jadi presiden apalagi jadi ketua partai. Kalo menteri pendidikan masih bisa dibicarakan."

"Bukannya elo pengen jadi guru? Sekarang pengen jadi menteri?" tanya Adam bingung. Dulu Adam sekelas dengan Inul dan pas ada tugas esai tentang cita-cita dari BK, Adam nggak sengaja baca esainya Inul.

"Ya seputar dunia pendidikan. Guru sekaligus menteri juga nggak masalah kan?" jawab Inul sambil memicingkan matanya menatap Adam curiga. "Elo baca esai gue?"

Adam mengangguk kemudian nyengir. "Bukan cuma punya elo kok, punya anak kelas juga gue bacain. Gue baca semuanya, sampe alasan elo masuk Bhumi Kita juga. Tapi ada hal lain yang bikin gue heran ngeliat sifat elo yang ambis kenapa nggak masuk SMARAK aja Nul? Elo lebih cocok di sana deh kayaknya."

"Ya suka-suka gue lah mau sekolah di mana!" jawab Inul ketus. Adam balas ketawa kecil lalu menyenggol pelan Gita di sebelahnya. Gita pun langsung mengerti.

"Emangnya di sana sekolahnya lebih keren Nul?" tanya Gita yang sebenarnya nggak penasaran-penasaran amat.

"Dari segi arsitektur sama fasilitas emang jauh lebih keren, tapi SMA Bhumi Kita juga nggak kalah keren. Kalo elo juga heran kenapa gue nggak masuk ke sana, simpel aja kok jawabannya, karena di sini jauuuh lebih manusiawi."

"Terus kenapa Gala nggak masuk ke sana?" tanya Gita untuk pertama kalinya pada Gala.

"Maksud elo di sana lebih cocok buat makhluk kayak Gala yang nggak manusiawi gitu?" tanya Inul menahan tawa.

Gita spontan mengangguk polos membuat Adam ketawa ngakak.

"Gal, ditanya Gita tuh." Inul menyikut Gala di sebelahnya yang masih sibuk dengan ponselnya mengabaikan pertanyaan dari Gita membuat Gala mendongak ke arah Inul.

"Suka-suka gue mau sekolah di mana." Gala menjawab dingin tanpa menatap Gita, membuat Gita mencebikkan bibirnya. Gita lalu kembali fokus pada kertas yang tadi diberikan Adam sambil manyun. Adam kembali ngakak melihat wajah Gita yang menggemaskan.

"Itu karena Gala soulmate-nya Jeka Ta, ah—sama Uday nggak ketinggalan. Mereka kan tak terpisahkan."

Gita hanya mengangguk-angguk tidak peduli tanpa membalas ucapan Adam. Gita tahu kebanyakan yang masuk Bumi Kita memang berasal dari sekolah yang sama dulunya.

"Kalo elo Ta? Kenapa milih Bhumi Kita?" tanya Inul penasaran.

"Karena namanya lucu aja kalo disingkat. Berasa sekolah di bukit." Gita menjawab asal tanpa menoleh ke arah Inul, ganti Inul yang manyun.

CHEMISTRY DI ANTARA GITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang