43 - Check In

857 93 257
                                    

Sebelum baca, jangan lupa tekan bintang vote-nya dulu ya~ selamat membaca💜

˚ᵔ ᵕ ᵔ˚

JEVI terang-terangan ngejar Gita. Anak kelas tahu itu kecuali Gita-nya sendiri yang sama sekali tidak peka. Awal-awal memang Gita menghindar kalau sendirian, tapi Jevi nggak nyerah, jadi lama-lama Gita menganggap Jevi kayak penghuni lainnya. 

Jevi punya seribu cara buat mepet Gita. Setiap Gita lagi sendirian Jevi gangguin, ajakin ngobrol meski balesannya singkat-singkat. Apalagi Gita kan manajer basket, tiap ekskul Jevi bakal deketin terus berusaha buat ambil perhatian meski jelas perhatian Gita selalu ke Gala. Tapi tak ada kata menyerah di kamus Jevi.

Masa bodo teuing kalau Gita suka Gala, toh Jevi juga merasa dirinya nggak kalah keren dari Gala. Jadi setiap Gita ngedeketin Gala, Jevi bakal ikut nimbrung di tengah-tengah. Kalau ada tugas kelompok Jevi bakal ngajuin dirinya buat bareng sama Gita. 

Pas Gita ekskul hari Selasa, Jevi ikut masuk ke ruang english club padahal dia bukan anggota. Tapi Jevi cuek aja soalnya dibolehin sama Inul. Mumpung nggak bareng Gala juga. Gita yang biasa pulang ekskul bareng Ajeng yang ekskul paskib sekarang pulangnya dianterin Jevi. Gita sih awalnya nolak tapi akhirnya luluh sama rayuan Ajeng yang udah jadi partnernya Jevi. Karena Ajeng juga bantuin proses pendekatan.

Dan kesempatan ini nggak disia-siain Jevi. Dia tau kelemahan Gita, yaitu makanan. Jadi, pas di tengah perjalanan Jevi nggak langsung anterin pulang, Jevi mau ajakin Gita jajan dulu. Dan dari sini Jevi tahu kalau Gita ternyata orangnya nggak enakan, dia nggak mau dibayarin ini itu. Tapi bukan Jevi dong kalau nggak banyak akal.

"Ta, elo jajan apa aja gue beliin."

Gita menggeleng. "Gue juga punya uang saku."

"Eh, tapi uang saku gue kebanyakan Ta. Dan nraktir temen kan dapet pahala. Elo nggak mau bantuin gue biar dapet pahala kebaikan?"

Gita tampak berpikir lama di boncengan Jevi dan ekspresinya itu lho gemesin banget buat Jevi. Akhirnya setelah terdiam lama Gita mengangguk. Gita menoleh ke kanan kiri tanpa turun dari motor, padahal sekarang Jevi udah markirin motornya di depan minimarket.

"Kenapa nggak turun, Ta? Bukannya lebih enak kalo jalan kaki sepanjang jalan buat beli jajan."

"Gue bingung, Jev."

"Bingung kenapa?"

"Bingung mau jajan apa."

Jevi mengangkat alisnya lalu tersenyum. "Elo sukanya apa?"

"Suka apa aja, makanya gue jadi bingung."

"Kalo gitu beli aja semua yang elo suka."

"Enak di gue dong?"

"Ya nggak apa-apa. Gue beliin."

Gita tertawa kecil sambil memandang sepanjang jalan yang banyak menjual street food. Kalau udah ditawarin gini kan Gita jadi takut khilaf. Bisa-bisa Gita cobain semua yang ada di sepanjang jalan.

"Ada makanan yang belum pernah elo coba?" tanya Jevi karena Gita tak kunjung turun juga.

"Banyak Jev, banyaaak banget. Nggak bakal keitung."

"Contohnya?"

"Contohnya gue belum pernah nyobain jajanan Manado. Nggak cuma jajanannya aja, masakan sana aja belum pernah."

"Yaudah yuk, kita cari resto masakan Manado."

"Eh?" Gita mengerjap. "Maksud gue cuma contoh."

"Gue mendadak pengen juga Ta, semenjak di Jakarta gue belum pernah makan lagi. Kangen sambel woku."

CHEMISTRY DI ANTARA GITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang